Pages - Menu

Halaman

Pages - Menu

Selasa, 22 Oktober 2024

Korupsi Pengadaan Lahan Rorotan, Peran 3 Saksi Diulik KPK


Jakarta - KABARPROGRESIF.COM Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan rasuah pengadaan lahan di Rorotan, Jakarta Utara. Sebanyak tiga saksi diperiksa penyidik pada Senin, 21 Oktober 2024.

“Saksi didalami terkait dengan kronologis dan peran mereka dalam pembelian tanah di Rorotan,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto melalui keterangan tertulis, Selasa, 22 Oktober 2024.

Tessa memerinci inisial tiga saksi itu yakni MHAS, YLE, dan BPS. Salah satu dari mereka yakni Notaris Yurisca Lady Enggrani.

“Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih,” ujar Tessa.

Yurisca beberapa kali dipanggil penyidik dalam kasus rasuah pembelian lahan di Jakarta. Pada perkara sebelumnya, yakni pembelian tanah di Munjul, Jakarta Timur, dia ketahuan menggunakan uang proyek Rp10 miliar untuk kebutuhan pribadinya.

Saat itu, KPK meminta Yurisca mengembalikan uang tersebut. Dana diserahkan ke Lembaga Antirasuah dengan cara dicicil.

KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus ini yakni, Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan, Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya Indra S Arharrys, Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada Donald Sihombing, Komisaris Totalindo Eka Persada Saut Irianto Rajagukguk, dan Direktur Keuangan Totalindo Eka Persada Eko Wardoyo.

Kasus ini bermula ketika Perumda Pembangunan Sarana Jaya ingin berinvestasi soal pengadaan lahan pada 2019 sampai 2021. Saat itu, PT Totalindo Eka Persada menawarkan lahan kepada perusahaan pelat merah tersebut.

Tanah yang ditawarkan seluas 11,7 hektare. Harga yang dibuka yakni Rp3,2 juta per meter persegi. Kesepakatan awal yakni lahan mau dibeli Perumda Sarana Jaya dengan harga Rp3 juta per meter per segi. Harga itu disepakati tanpa melakukan kajian internal lebih dulu.

Penawaran itu tidak mengartikan Perumda Sarana Jaya membeli lahan dengan harga lebih murah. Harga lahan sekitaran lokasi hanya Rp2 juta per meter persegi.

Ketidaknormalan harga itu sudah diketahui Yoory. Tapi, dia malah meminta data dari KJPP diabaikan.

Total, Perumda Sarana Jaya menyepakati Rp371,5 miliar untuk pembelian lahan dengan PT Totalindo Eka Persada. Padahal, lahan itu sejatinya milik PT Nusa Kirana Real Estate.

Negara ditaksir merugi Rp223,8 miliar atas permainan kotor itu. Data itu didapatkan dari laporan investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya.

Dalam kasus ini, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar