Banda Aceh - KABARPROGRESIF.COM Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh melakukan penyidikan dugaan korupsi pengelolaan keuangan di Balai Guru Penggerak (BGP), dengan anggaran mencapai Rp75 miliar lebih.
Duit yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tersebut dikelola pada tahun 2022 hingga 2023, dengan rincian sejumlah Rp18.402.292.621,00 di tahun 2022 dan Rp57.174.167.000,00 pada tahun 2023.
Kasi Penkum Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis, mengatakan realisasi anggaran berdasarkan dokumen pertanggungjawaban keuangan BGP Aceh tahun 2022 hingga 2023 tersebut diduga terjadi mark up dan/atau fiktif dalam belanja keuangan dan PNBP.
“Dan diduga adanya aliran dana kepada pihak-pihak tertentu berdasarkan kegiatan fiktif atau tidak dipergunakan sesuai dengan rencana tujuan pengadaan kegiatan, sehingga terindikasi adanya tindak pidana korupsi,” kata Ali, Kamis (31/10).
Dia juga menduga modus seperti itu juga dilakukan oleh unit kerja, satuan kerja, dinas maupun lembaga lainnya di wilayah Aceh.
Ali mengatakan, kerugian negara akibat korupsi di sektor pendidikan tidak bisa dilepaskan dari besarnya anggaran pendidikan yang disediakan negara setiap tahunnya.
Diketahui, pembentukan Balai Guru Penggerak bertujuan untuk meningkatkan pemberdayaan dan pengembangan guru, pendidik lainnya, tenaga kependidikan, calon kepala sekolah, kepala sekolah, calon pengawas sekolah, dan pengawas sekolah di setiap daerah.
“Tim Penyidik Kejati Aceh telah mengumpulkan bukti yang ada hingga ke 23 kabupaten/kota se-Aceh pada tempat dilaksanakan kegiatan-kegiatan oleh BGP Aceh, sehingga saat ini Penyidik sudah mengindentifikasi para calon tersangkanya,” katanya.
Saat ini, kata Ali, sebanyak 200 orang telah diperiksa sebagai saksi yang terdiri dari pegawai dan staf pada BGP Aceh, dan pihak ketiga terkait dengan item kegiatan oleh BGP Aceh di seluruh kabupaten/kota se-Aceh.
Hasil pemeriksaan saksi-saksi akan dipergunakan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan perkara.
Meski demikian, implikasi korupsi di sektor pendidikan tidak hanya dilihat dari jumlah kerugian negara, tetapi dampaknya jauh lebih besar.
Akibatnya, pendidik akan kehilangan dasar legitimasi dan kepercayaan publik terhadap lembaga pendidikan.
Dampak lainnya kesempatan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas juga jadi berkurang.
“Kami berharap kasus ini bisa menjadi pelajaran untuk seluruh instansi terkait, sehingga ke depan pengelolaan anggaran khususnya di sektor pendidikan tidak lagi disalahgunakan,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar