Jumat, 06 Desember 2024


Jakarta - KABARPROGRESIF.COM Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Adjie Alfaraby, memaparkan data golongan putih (golput) yang mengalami kenaikan pada Pilkada 2024 di 7 provinsi besar. 

Provinsi tersebut meliputi Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Sumatra Utara, dan Sulawesi Selatan. 

“Data quick count kita menunjukkan bahwa rata-rata angka golput di 7 provinsi ini 37,63%, jadi ini dibikin rata rata dari golput di 7 provinsi ini,” ujar Adjie dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, 4 Desember 2024.

Adjie mengungkapkan angka golput di Jakarta pada pilgub sebelumnya sebesar 20,5 persen. Sedangkan, pada 2024 naik jauh mencapai 46,91 persen.

“Untuk angka golput di Banten pada pilgub sebelumnya naik sedikit dari 36,1 persen, kini menjadi 37,78 persen pada Pilgub 2024. Sedangkan, Jawa Barat terjadi kenaikan signifikan dari 29,7 persen di pilgub sebelumnya, menjadi 36,98 persen di Pilgub 2024,” jelas dia.

Adjie mengatakan angka golput di Jawa Timur pada pilgub sebelumnya naik dari 33,08 persen, menjadi 34,68 persen pada Pilgub 2024. 

Di Sumatra Utara pada pilgub sebelumnya 38,22 persen, tahun ini naik signifikan menjadi 46,41 persen.

Jawa Tengah, kata Adjie, turun sedikit dari pilgub sebelumnya 32,36 persen menjadi 29,48 persen pada Pilgub 2024. 

Terakhir, angka golput naik di Provinsi Sulawesi Selatan pada pilgub sebelumnya 29,84 persen, kini di Pilgub 2024 menjadi 31,14 persen.

“Jika kita jumlahkan, terdapat kenaikan angka rata-rata golput pada Pilkada 2024, yakni 6,23 persen dari Pilgub sebelumnya,” papar dia.

Adjie menjelaskan ada beberapa faktor penyebab kenaikan angka golput yang merata di 7 provinsi besar tersebut. Pertama, jeda waktu yang berdekatan antara pemilu dan pilkada membuat masyarakat merasa bosan dan lelah dengan hiruk pikuk elektoral, sehingga perhatian dan energi telah terkuras dalam Pilpres dan Pileg 2024 dan membuat pilkada menjadi kurang daya tarik. 

“Memang jarak antara pilpres dan pilkada tidak terlalu jauh jadi hanya berjarak kurang lebih setahun, jadi kita melihat bahwa akibat perhatian dan energi yang sudah terkuras pada, sehingga waktu masuk di pilkada dinilai kurang ada daya tariknya,” kata dia. 

Faktor kedua, kandidat yang bertarung dianggap kurang pesonanya, terutama terjadi di Jakarta dan Sumatra Utara. 

“Kandidat yang lebih favorit di daerah itu seperti Anies Baswedan dan Ahok di Jakarta terlambat maju secara politik untuk maju,” ujar dia.

Faktor ketiga penyebab tingginya golput dalam pilkada ialah masyarakat semakin tidak yakin seberapa besar kepala daerah bisa mengubah hidup mereka. 

Menurut dia, rakyat semakin yakin keputusan penting yang berdampak dalam hidup mereka lebih ditentukan pemerintah pusat.

“Karena banyak sekali sekarang program pemerintah pusat yang populis yang menyentuh masyarakat bawah,” ucap Adjie.

Faktor terakhir disebabkan bertambahnya apatisme politik. Hal ini terjadi karena ada polarisasi politik, korupsi, dan gaya hidup mewah para pejabat negara.

“Isu polarisasi politik, korupsi di pemerintahan, kemewahan hidup sebagian pejabat negara, membuat apatisme politik meninggi,” ujar dia.


0 komentar:

Posting Komentar

Narkoba

Koperasi & UMKM

Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Translate

Hukum

Metropolis

Nasional

Pidato Bung Tomo


Hankam

Popular Posts

Blog Archive