Surabaya - KABARPROGRESIF.COM Sidang dugaan korupsi pemotongan insentif pajak pegawai BPPD Sidoarjo dengan terdakwa Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor kembali digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (16/12).
Agenda sidang kali ini pembacaan nota pembelaan (pledoi) yang diajukan penasihat hukum (PH) Bupati Sidoarjo non aktif Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor.
Dalam pledoinya, tak tanggung-tanggung PH Gus Muhdlor yang diketuai Mustofa Abidin meminta mejelis hakim Ni Putu Sri Indayani segera membebaskan Bupati Sidoarjo non aktif tersebut.
Hal ini dibacakannya dalam 496 lembar pledoi.
Sebelum tim PH, Gus Ali juga melakukan pembelaan secara pribadi.
Dalam pembelaannya itu, Bupati Sidoarjo non aktif ini beberapa kali menghentikan pledoinya karena menahan isak tangis.
Imbasnya, seluruh pengunjung di Pengadilan Tipikor Surabaya juga tak kuasa menahan tangisnya termasuk sang istri Sa'adah atau biasa disapa Ning Sasha.
Gus Muhdlor mempertanyakan pasal 12 F ditujukan kepadanya.
Mendengar keterangan saksi dirinya menangis.
"Tidak tahu insentif mereka dipotong. Tak ada korban yang lapor kepada saya dan saya tidak tahu pemotongan diserahkan kepada Ari Suryono dan Siska Wati," jelas Gus Muhdlor.
Gus Muhdlor juga mempertanyakan rekening di mana tak ada uang potongan yang masuk ke rekeningnya.
Dan pemotongan klop dari bank.
"Lalu bukti apa saya dipisahkan dari anak dan istri," lirihnya sambil menahan isak tangis.
Termasuk terkait Rp 50 juta per bulan. Gus Muhdlor menegaskan, bahwa dirinya tak menikmati apa yang dituduhkan tersebut.
"Untuk tahu saja tak terpikirkan. Tak ada bukti yang terang dan saksi yang jelas atas dasar apa JPU mendakwakan tersebut," tegas Gus Muhdlor.
Sedangkan uang Rp50 juta yang diberikan kepada Ahmad Masruri, tambahnya, selama sidang tidak ada bukti terang dan saksi yang menjelaskan.
"Tidak ada satu bukti yang diberikan kepada Masruri. Uang yang dinikmati Masruri dan tak sampai Rp50 juta per bulan. Tiga kali pemberian dari Ari Suryono Rp15 juta pada 2022, dan pada 2023 dari Siska Wati Rp20 juta," jelasnya.
Gus Muhdlor menegaskan, bahwa misteri uang Rp50 juta hanya mereka berdua yang tahu.
"Tuduhan Rp1,4 miliar itu tuduhan yang tak berdasar. Saya harus dipisahkan keluarga," pungkasnya.
Sementara itu, Mustofa Abidin, PH Gus Muhdlor menambahkan, bahwa ada beberapa unsur yang dijabarkan dalam ratusan lembar pledoi itu.
Pertama unsur menjalankan tugas, di mana bupati tidak mempunyai tugas melakukan pemungutan dan pelayana pajak. Menetukan yang dapat insentif dan membayarkan pajak.
“Pasal 12 F bisa dipidana mempunyai tugas untuk menentukan dapat insentif dan membayarkan insentif,” jelasnya.
Lanjut Mustofa Abidin, unsur kedua terkait uang Rp50 juta.
Sama sekali di persidangan tidak ada bukti mengetahui pemberian Rp50 juta dari saksi Ari Suryono kepada Masruri atau Siska Wati kepada Masruri.
“Malah keterangan saksi Ari Suryono banyak yang bertentangan dengan saksi Siska Wati dan para kabid dan sekretaris. Ari sendiri tidak konsisten dengan keterangannya sendiri,” jelasnya.
Mustofa Abidin membenarkan, bahwa saksi Ahmad Masruri menerima uang dari Ari Suryono dan Siska Wati tetapi tidak bukan sebesar Rp50 juta.
“Dari Ari Suryono Rp15 juta sebanyak 3 kali dan Siska Wati sekali sebesar Rp50 juta. Untuk yang Rp15 juta kedua dan ketiga waktu itu saksi Ahmad Masruri berinisiatif sendiri mengatakan kalau ada uang tambahan buat pengawalan bupati. Dan uang itu semua untuk kepentingan pribadi Masruri,” ujarnya.
Sedangkan untuk tiap bulannya, Masruri meminta uang pulsa Rp500 ribu kepada Ari Suryono.
Ini dilakukan karena Masruri sering memberitahukan semua kegiatan Gus Muhdlor sehingga Ari Suryono selalu mengetahuinya.
“Karena ada fakta saksi membocorkan kegiatan terdakwa di mana. Akhirnya bupati menemukan jawabannya bahwa itu dari Masruri,” tambahnya.
Terkait uang pajak, Mustofa Abidin mengatakan, bahwa dirinya tidak meminta Ari Suryono untuk membayarkannya. Tetapi meminta menyelesaikan terkait keberatan dengan jumlah pembayaran pajak pribadi sekitar Rp131 juta.
“Itu terdakwa tak mengetahuinya. Perintah, perminataan terdakwa kepada Ari untuk men-clearkan atau membereskan keberatan karena dia tak mempunyai tanggungan pajak sebesar itu di KPP Pratama. Ternyata Ari mengajukan keberatan dan ditolak, lalu membayarnya tanpa memberitahukan kepada terdakwa,” ujarnya.
Termasuk juga di bea cuka dan DHL. Di mana, terdakwa yang memerinahkan ajudannya dan sopir Ahmad Masruri, ternyata diam-diam ajudannya meminta bantuan Ari Suryono dan diselesaikannya.
“Itu terdakwa tidak tahu. Dikira uang yang diserahkan ke Ahmad Masruri sebesar Rp30 juta itu yang dipakai untuk membayarnya. Termasuk yang DHL sebesar Rp2,8 juta ternyata juga dibayar oleh anak buahnya,” tambahnya.
Lalu terkait Rp100 juta permintaan M Robith, kakak ipar terdakwa sejak awal tak menghiraukan.
Tetapi diam-diam Ari Suryono memberikannya melalui ajudan terdakwa Aswin.
“Uang itu dari suami saksi Siska Wati dan sampai hari ini belum digantikan. Itu juga terdakwa tak mengetahuinya,” jelas Mustofa Abidin.
Untuk itu, Mustofa Abidin berharap majelis hakim semoga diberikan keberanian mengambil keputusan yaitu membebaskan terdakwa dalam perkara ini.
Sedangkan Jaksa KPK Roni Yusuf mengatakan, bahwa hal tersebut merupakan versi kuasa hukum tetapi pihaknya tetap pada dakwaan.
“Kami tetap pada tuntutan, karena unsur-unsur pasal 12 F sudah terpenuhi,” ujar Jaksa Roni Yusuf.
Seperti diberitakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Bupati Sidoarjo non aktif Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor selama 6 tahun dan 4 bulan penjara dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan.
Selain itu Bupati Sidoarjo nonaktif Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor juga dikenakan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp1,4 miliar.
Jika dalam waktu satu bulan tak bisa membayar uang pengganti maka barang milik terdakwa akan disita.
Apabila tidak mencukupi maka digantikan dengan 3 tahun penjara.
Orang nomor satu di Sidoarjo ini terbukti melanggar pasal 12 huruf F jo pasal 18 UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP, sesuai dengan dakwaan alternatif pertama.
Perkara ini bermula saat KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kantor BPPD Sidoarjo, Jalan Pahlawan, Sidoarjo pada 25 Januari lalu.
OTT tersebut terkait dengan pemotongan insentif pajak pegawai BPPD Sidoarjo.
KPK mengamankan 11 orang dari OTT tersebut, termasuk terdakwa Ari Suryono eks Kepala BPPD dan terdakwa Kasubag umum dan kepegawaian BPPD Sidoarjo Siska Wati.
Gus Muhdlor ditetapkan sebagai tersangka bersama Kepala BPPD, Ari Suryono, dan Kasubbag BPPD, Siska Wati.
Mereka diduga terlibat dalam pemotongan insentif ASN BPPD Kabupaten Sidoarjo dengan besaran potongan mulai dari 10 persen hingga 30 persen dari insentif yang seharusnya diterima.
Menurut KPK, total dana hasil pemotongan insentif tersebut mencapai Rp 2,7 miliar. Dalam OTT, penyidik juga menemukan uang tunai sebesar Rp 69,9 juta yang diduga terkait dengan praktik korupsi tersebut.
Gus Muhdlor yang kini ditahan oleh KPK, disinyalir memiliki peran sentral dalam mengatur pemotongan insentif tersebut.
Kewenangannya sebagai bupati memungkinkannya untuk mempengaruhi pengelolaan insentif kinerja di lingkungan BPPD, terutama dalam hal pengumpulan pajak dan retribusi.
Sementara terdakwa Ari Suryono dan siska Wati dalam berkas terpisah telah menerima vonis dari Majelis Hakim yang diketuai Ni Putu Sri Indayani dan dua hakim anggota yakni Athoillah dan Ibnu Abbas Ali.
Untuk terdakwa Ari Suryono divonis 5 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan.
Tak hanya itu Ari Suryono juga dijatuhi membanyar ubg pengganti sebesar Rp2,7 miliar.
Bila dalam tempo satu bulan tak nembayar maka harta benda Ari Suryono disita.
Dan bila harta benda yang disita kemudian dilelang belum mencukupi, maka Ari Suryono akan mengganti dengan menjalani hukuman 2 tahun bui.
Sedangkan Siska Wati divonis 4 tahun dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar