Jakarta - KABARPROGRESIF.COM Empat oknum hakim ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap vonis lepas atau onslag terhadap tiga terdakwa korporasi dalam perkara korupsi ekspor crude palm oil atau CPO senilai Rp60 miliar.
Keempat tersangka tersebut antara lain Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Muhammad Arif Nuryanta (MAN), Hakim PN Jaksel Djuyamto, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Agam Syarif Baharudin (ASB), dan Hakim PN Jakpus Ali Muhtarom (AM).
Sebelumnya, Muhammad Arif Nuryanta merupakan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sementara Djuyamto merupakan Ketua Majelis Hakim dengan anggota Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom saat mengadili perkara korupsi ekspor CPO yang menjerat tiga korporasi yaitu Permata Hijau Grup, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
Vonis lepas tersebut berbeda jauh dengan tuntutan jaksa yakni uang pengganti sebesar Rp937 miliar kepada Permata Hijau Grup, uang pengganti sebesar Rp11,8 triliun kepada Wilmar Group, dan uang pengganti sebesar Rp4,8 triliun kepada Musim Mas Group.
“Bahwa tindak pidana korupsi suap dan atau gratifikasi terkait penanganan perkara di PN Jakpus tersebut, diduga berkaitan dengan pengurusan perkara tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya pada industri kelapa sawit pada bulan Januari 2022 sampai dengan bulan April 2022 atas nama terdakwa korporasi,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar, dikutip, Selasa, 22 April 2025.
Tidak hanya di Jakarta, sebelumnya tiga hakim di PN Surabaya juga ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap terkait vonis bebas terhadap Ronald Tannur, pelaku pembunuhan terhadap kekasihnya Dini Sera, kasus yang menjerat ketiga hakim PN Surabaya tersebut yaitu Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul, kini telah masuk proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Ketiganya didakwa menerima suap dan gratifikasi berupa uang tunai dalam rupiah dan valuta asing senilai Rp3,67 miliar untuk mengatur vonis bebas terhadap Ronald Tannur.
Dengan masih maraknya kasus hakim penerima suap ini, pihak Mahkamah Agung (MA) didesak untuk memperkuat pengawasan dengan menggandeng Komisi Yudisial atau KY, Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, juga kalangan masyarakat sipil sehingga peluang pihak berperkara untuk menyuap hakim bisa dihilangkan.
0 komentar:
Posting Komentar