Jakarta - KABARPROGRESIF.COM Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bakal mengumumkan tersangka kasus dugaan korupsi penyalahgunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI) dalam waktu dekat.
Dalam menangani kasus ini, KPK menggunakan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) umum, yang berarti belum ada tersangka yang ditetapkan saat itu.
Namun, dalam perjalanannya, KPK menemukan bukti mengenai dugaan keterlibatan anggota DPR RI di Komisi XI.
Terbaru, tepatnya pada Senin (21/4), penyidik KPK memeriksa Anggota DPR RI Fraksi NasDem Satori untuk mendalami penggunaan dana CSR BI.
Itu merupakan kali ketiga Satori diperiksa sebagai saksi.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan belum ada perubahan status hukum dari Satori.
Hanya saja, dalam waktu dekat KPK akan mengumumkan ke publik nama-nama tersangka yang harus diminta pertanggungjawaban hukumnya.
"Belum [berubah status hukum Satori], sedang [proses]. Nanti sebentar lagi, sebentar lagi," kata Asep dikutip Rabu (23/4).
Jenderal bintang satu ini menuturkan seorang saksi bisa diperiksa berkali-kali tergantung kebutuhan tim penyidik. Teruntuk Satori, terang Asep, penyidik membutuhkan keterangan mendalam karena yang bersangkutan merupakan salah satu pihak penerima dan pengguna dana CSR BI.
"Jadi, beliau kan salah satu yang penerima dan pengguna. Sebetulnya penerimanya itu adalah Yayasan, tapi Yayasan itu diajukan oleh yang bersangkutan. Jadi, yang bersangkutan itu dipanggil ke sini, kita konfirmasi lagi terkait dengan penggunaan dari dana CSR," ungkap Asep.
Selain Satori, ada nama Anggota Komisi XI DPR Fraksi Gerindra Heri Gunawan yang rumah kediamannya telah digeledah.
Asep menjelaskan Heri Gunawan mempunyai peran yang sama dengan Satori. Keduanya mempunyai yayasan di daerah pemilihan (dapil) masing-masing politisi tersebut.
Ke depan, penyidik bakal menjadwalkan pemeriksaan Heri.
"Nanti kita akan memanggil bapak HG untuk CSR yang digunakan oleh pak HG," kata Asep.
Kasus korupsi dana CSR Bank Indonesia diungkap KPK pertama kali pada September lalu.
Saat itu KPK menyebut penggunaan dana CSR BI diduga bermasalah karena tidak sesuai dengan peruntukan. Dana CSR BI diduga digunakan untuk kepentingan pribadi.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu pada 18 September menyebut:
"Yang menjadi masalah adalah ketika dana CSR itu tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya.
Artinya ada beberapa, misalkan CSR ada 100, yang digunakan hanya 50, yang 50-nya tidak digunakan.
Yang jadi masalah tuh yang 50-nya yang tidak digunakan tersebut, digunakan misalnya untuk kepentingan pribadi."
Asep mengungkapkan modus korupsi dalam kasus ini dengan memberi contoh dana CSR yang seharusnya untuk membangun fasilitas sosial atau publik tetapi justru disalahgunakan peruntukannya.
"Kalau itu digunakan misalnya untuk bikin rumah ya bikin rumah, bangun jalan ya bangun jalan, itu enggak jadi masalah. Tapi, menjadi masalah ketika tidak sesuai peruntukan," kata Asep.
"Triliunan, lah. Kalau jumlah pasnya nanti lah ya. Takutnya nanti salah," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu saat itu.
Kemudian Satori saat diperiksa 27 Desember 2024 mengaku telah menggunakan dana CSR BI untuk kegiatan di daerah pemilihannya.
Tak hanya itu, Satori yang saat itu menjadi anggota Komisi XI DPR mengungkap bahwa seluruh anggota Komisi XI turut menggunakan dana CSR BI untuk berkegiatan di Dapil mereka.
Satori menyebut dana CSR itu mengalir melalui yayasan.
"Semuanya sih semua anggota Komisi XI programnya itu dapat. Bukan kita saja," katanya.
Tim penyidik KPK sudah melakukan serangkaian tindakan penggeledahan, seperti di Kantor BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
KPK menggeledah ruang kerja Gubernur BI Perry Warjiyo dan dua ruangan di Departemen Komunikasi. Penggeledahan itu berlangsung selama kurang lebih delapan jam.
0 komentar:
Posting Komentar