Jakarta - KABARPROGRESIF.COM Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah belum membawa Motor Royal Enfield milik eks Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil karena masalah anggaran.
Kendaraan itu masih berada di Bandung, yang menjadi ruang lingkup Polda Jabar.
"Enggak, enggak ada kendala anggaran. Kalau kendala anggaran saya pikir enggak terlalu ini lah," kata Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto di Kantor Dewas KPK, Jakarta Selatan, Senin, 21 April 2025.
Fitroh mengamini ada pengetatan penggunaan anggaran di KPK. Namun, itu tidak berkaitan dengan kerja Kedeputian Penindakan.
"Kalau yang operasional ke luar daerah mungkin ada pembatasan tapi kendala anggaran soal ini, enggak kok enggak," ucap Fitroh.
Fitroh menyebut pengiriman kendaraan Ridwan Kamil ke Jakarta tinggal menunggu waktu. Saat ini, teknisnya tengah diurus.
"Ya saya pikir masalah teknis saja itu lah, kalau kendala teknisnya terselesaikan nanti ya pasti akan dilakukan sama dengan barbuk lain," ujar Fitroh.
KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, yakni, Eks Dirut BJB Yuddy Renaldi, Divisi Corsec BJB Widi Hartono, Pengendali Agensi Antedja Muliatana dan Cakrawala Kreasi Mandiri Ikin Asikin Dulmanan, Pengendali Agensi BSC Advertising dan WSBE Suhendrik, dan Pengendali Agensi CKMB dan CKSB Sophan Jaya Kusuma.
KPK sudah menggeledah sejumlah lokasi terkait kasus ini. Salah satunya yakni rumah mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
KPK menyita sejumlah dokumen terkait kasus ini dari rumah Ridwan Kamil. Selain itu, penyidik juga menggeledah Kantor BJB di Bandung.
Kasus ini membuat negara merugi Rp222 miliar.
Tindakan rasuah ini berlangsung pada 2021 sampai 2023. BJB sejatinya menyiapkan dana Rp409 miliar untuk penayangan iklan di media TV, cetak, dan online.
Ada enam perusahaan yang diguyur uang dari pengadaan iklan ini. Rinciannya yakni, PT CKMB sebesar Rp41 miliar, PT CKSB Rp105 miliar, PT AM Rp99 miliar, PT CKM Rp81 miliar, PT BSCA Rp33 miliar, dan PT WSBE Rp49 miliar.
KPK menyebut penunjukan agensi tidak dilakukan berdasarkan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku.
Lembaga Antirasuah mengendus adanya selisih pembayaran yang membuat negara merugi lebih dari dua ratus miliar rupiah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar