KABARPROGRESIF.COM : (Jak Selatan) Salah satu dari rangkaian kegiatan memperingati HUT Kodam Jaya yang ke 66 adalah ziarah. Pangdam Jaya/Jayakarta Mayjen TNI Teddy Lhaksmana W.K menjadi pimpinan rombongan penziarah dari pejabat distribusi A dan B Kodam Jaya beserta ibu-ibu pengurus Persit KCK PD Jaya ke Taman Makam Pahlawan Nasional (TMPN) Kalibata, Jaksel, Rabu (23/12/15).
Kegiatan Ziarah yang dilanjutkan dengan tabur bunga bertujuan untuk memberikan penghormatan kepada para pendahulu kita yang telah gugur sebagai Pahlawan Bangsa dan Negara Indonesia.
Usai dari TMPN Kalibata, rombongan ziarah Kodam Jaya menuju Makam Pangeran Jayakarta yang berada di Jalan Jatinegara Kaum, Jakarta Timur dipimpin Kasdam Jaya Brigjen TNI Ibnu Triwidodo.
Sesampainya di kompleks Makam Pangeran Jayakarta, rombongan Kasdam Jaya disambut pengurus di Masjid As-Salafiyah. Dalam kesempatan itu Kasdam Jaya mengucapakan terimakasih kepada keluraga besar Jayakarta dan pengurus Masjid As-Salafiyah. Kasdam jaya juga membacakan sambutan Pangdam Jaya yang berisi bahwa kedatangan rombongan Kodam Jaya ke Makam Pangeran Jayakarta adalah untuk memberikan penghormatan kepada Pangeran Jayakarta sebagai salah satu pejuang bangsa, sekaligus sebagai wujud apresiasi keluarga besar Kodam Jaya kepada keluarga besar Ahli Waris Pangeran Jayakarta.
Usai memberikan sambutan, Kasdam Jaya dan rombongan diiringi pengurus melakukan ziarah dan tabur bunga di Makam Pangeran Jayakarta dan makam lain yang ada disekitarnya. Kemudian dilanjutkan dengan acara ramah tamah dan pemberian bantuan dari Kodam Jaya kepada Yayasan Yatim Piatu Darusalam dan Masjid As-Salafiah sebagai bentuk penguatan spirit kejuangan warga Kodam Jaya. Pembacaan doa permohonan demi kelancaran, keamanan dan kesusksesan Kodam Jaya dalam melaksanakan tugas ke depan mengakhiri rangkaian kegiatan ziarah dan tabur bunga di Makam Pangeran Jayakarta.
Sedikit Sejarah Pangeran Jayakarta, Berdasarkan berbagai literatur, sejarah mencatat kalau nama awal Jakarta diambil dari Jayakarta, kata dengan makna kemenangan yang diucapkan Fatahillah usai menaklukkan Sunda Kelapa dari tangan Portugis dan Kerajaan Hindu Padjajaran pada 22 Juni tahun 1527, kemdian diperingati sebagai hari ulang tahun Jakarta.
Setelah ditaklukkan Fatahillah, yang dikenal juga sebagai menantu Sunan Gunang Jati dan sebagai Panglima Kesultanan Demak, kepemimpinan diwariskan Fatahillah kepada menantunya Tubagus Angke, yang kemudian dilanjutkan oleh putranya Pangeran Sungerasa Jayawikarta.
Usai Pangeran Sungerasa Jayawikarta memimpin, tampuk kepemimpinan diserahkan pada Pangeran Achmed Djaketra yang merupakan putranya. Dibawah kepemimpinan Pangeran Achmad Djaketra, Jakarta maju dan tumbuh dengan sangat pesat. Hal tersebut membuat serikat dagang VOC milik Belanda tertarik dan berkeinginan merebut Kota Jakarta. Akhirnya Belanda berselisih dengan Pangeran Jayakarta pada tahun 1616-1619.
Sempat terpukul mundur, Belanda dibawah komando Jan Pieterszoon Coen kembali melawan pasukan Jayakarta dan Banten yang berakhir dengan mundurnya Pangeran Jayakarta ke daerah Jatinegara. Jayakarta diduduki oleh Belanda pada 12 Maret 1619, sekaligus mengubah nama Jayakarta menjadi Batavia.
Kemudian Pangeran Jayakarta dan pasukannya menetap di daerah yang kini menjadi Jatinegara Kaum hingga akhir hayatnya. Peninggalannya dapat dilihat pada Masjid Jami As-Salafiyah dan makamnya yang telah menjadi situs cagar budaya oleh Pemprov DKI pada tahun 1999.
Menelusuri jejaknya, makam Pangeran Achmed Djaketra di Jl Jatinegara Kaum No. 49, Pulo Gadung, di sana tampak lima nisan batu yang berada pada sebuah pendopo tepat di samping Masjid Jami As-Salafiyah yang juga dibangun oleh Pangeran Achmad Djaketra. Makam Pangeran Achmad Djaketra ada di sisi kiri, dan tampak pula empat makam lainnya yang diketahui memiliki hubungan kekerabatan. Antara lain Pangeran Lahut yang merupakan putra Pangeran Achmad Djaketra, Pangeran Soeria bin Pangeran Padmanegara serta pasangan suami istri Pangeran Sageri dan Ratu Rupiah.
Karomah Pangeran Achmad Djaketra sebagai salah satu keturunan Sunan Gunung Jati memang dianggap sakral oleh para peziarah. Selain berkarisma, Pangeran Achmad Djaketra juga terkenal lihai dan sulit ditangkap oleh para penjajah Belanda saat itu. Fakta unik lainnya, keberadaan makam tersebut baru terungkap pada tahun 1956, lebih dari tiga abad sejak Pangeran Achmad Djaketra meninggal. Hal itu diketahui dari buku wartawan senior pemerhati sejarah Alwi Shahab yang berjudul 'Betawi Queen of The East.'
Dalam buku itu tertulis, kalau Pangeran Achmad Djaketra meminta anak keturunannya untuk merahasiakan identitas dan kuburannya kepada siapapun selama Belanda masih berkuasa. (arf)