KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Meski Putusan Mahkamah Agung telah berkekuatan hukum tetap dan mengharuskan pihak Villa Bukit Mas untuk ikut membayar ganti rugi terkait Jalan Abdul Wahab Surabaya namun hal itu tak membuat pihak managemen Villa Bukit Mas goyah, malah keputusan MA dianggap ditolak mentah-mentah.
Menurut Manajer perizinan dan pengadaan tanah Villa Bukit Mas, Didik Purnama Jaya menegaskan, putusan Mahkamah Agung (MA) yang meminta manajemen Villa Bukit Bayar ikut menanggung biaya tanggung renteng patut disesalkan. Karena selama proses hukum berlangsung pihaknya tidak pernah dilibatkan.
Didik menegaskan, kantor Villa Bukit Mas sejak 1995 tidak pernah pindah. Anehnya, sampai ada putusan kasasi pihaknya tidak pernah diundang dan dilibatkan.
"Itu yang kita sesalkan kita tidak ikut diundang tidak ikut dimintai keterangan di pengadilan tahu tahu kita diputuskan untuk ikut membayar tanggung renteng," ujar Didik Purnama Jaya, Kamis (29/12/2016).
Padahal berdasarkan penjelasan yang disampaikan pemerintah kota pas hearing, jalan yang saat ini dipersoalkan diluar site plan dari Villa Bukit Mas. Begitu juga untuk kewajiban menyerahkan prasarana, sarana dan utilitas umum (PSU) bukan merupakan kewajiban Bukit Mas.
"Logika saja ini harusnya kita bebas dari tanggung jawab," tegasnya.
Namun jika putusan pengadilan meminta pihaknya ikut berpartisipasi dalam menanggung biaya tanggung renteng, Didik mengaku tidak keberatan. Tapi kalau diminta ikut bertanggung jawab sepeserpun pihaknya keberatan.
"Kalau diminta tanggung jawab kita tidak bisa. Kesannya kita dianggap sebagai pihak yang bersalah. Itu yang tidak bisa kita akui," imbuh Didik.
Ditanya langkah yang akan diambil selanjutnya, dia menuturkan tidak bisa berbuat banyak. Mengingat putusan yang dikeluarkan MA adalah keputusan tertinggi dalam supremasi hukum di tanah air.
"Yang jelas kita inginnya happy ending saja. Apalagi Villa Bukit Mas dengan Pemkot Surabaya juga banyak proyek. Kita sinergi sama Pemkot," kata Didik.
Didik mengungkapkan, jika dilihat dari sejarahnya PT. Inti Insan Lestari sudah banyak memberikan sumbangsih bagi pemerintah kota. Misalnya pembangunan jalan konsorsium dan Underpass yang ada di wilayah Benowo.
"Karena itu memang masuk di bagian kewajiban kami sebagai psu. Tapi kalau ini memang kan bukan kewajiban kami. Seribu rupiah pun kalau dinyatakan tanggung jawab buat saya itu sebetulnya salah," tandas pria berkaca mata ini.
Sebelumnya, Didik mengungkapkan pihaknya tidak pernah diundang selama persidangan berlangsung. Selama ini undangan ditujukan kepada PT. Inti Insan Lestari.
“Kita tidak pernah diundang oleh PN. Selama ini yang diundang PT. Inti. Sedangkan kita tidak memiliki hubungan dengan mereka,” jelas Didik.
Dia menegaskan tidak ada alasan bagi PT. Villa Bukit Mas maupun PT. Inti Insan Lestari menyerahkan penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas umum (PSU) ke Pemerintah Kota Surabaya.
Menurutnya, pembangunan jalan yang saat ini dipermasalahkan oleh salah satu perwakilan dari keluarga Linda Handayani Nyoto, Sugiharto sangat tidak masuk akal. Karena Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) sudah keluar pada tahun 2001.
Begitu juga untuk Rencana Tata Ruang Wilayah (RT-RW) telah dikeluarkan pemerintah kota pada tahun 1980-an. Justru Villa Bukit Mas membangun ruas jalan yang saat ini terhubung dengan jalan yang sesuai RDTRK.
“Jadi bukan karena Bukit Mas kemudian jalan ini dibuat,” jelas Didik waktu itu. (arf)