Rabu, 13 November 2013

MESKI terancam 20 tahun penjara, namun Enam terdakwa Direktur fiktif yang terlibat kasus pengajuan
Kredit fiktif Bank Jatim Senilai Rp 52,3 miliar terlihat tidak didampingi pengacara, hal itu terlihat dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya di Juanda Sidoarjo secara bergantian.

Keenam tersangka koruptor ini  merupakan anak buah Direktur PT Cipta Inti Parmindo (CIP) Yudi Setiawan, yang jadi kunci utama kasus Bank Jatim dan Bank Jabar dan Banten (BJB). Adapun keenam tersangka yang jadi direktur di tiap CV itu adalah Hery Triyatna di CV Aneka Karya Prestasi, Adi Surono di CV Cipta Pustaka Ilmu, Mochammad Kusnan di CV Aneka Pustaka Ilmu, Mohammad Setiawan di CV Bangun Jaya, Rachmat Anggoro di CV Media Sarana Pustaka, dan Wimbo Handoko di CV Kharisma Pembina Ilmu.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hasan Efendi dari Kejari Surabaya menjelaskan, ada 90 lembar berkas dakwaan yang dibacakan pada enam terdakwa itu. "Para terdakwa disidang secara bergantian. Total proses sidang perlu waktu 30 menit," jelasnya menjawab Surya di Pengadilan Tipikor, Selasa (12/11/).

Dari dakwaan yang ada, keenam tersangka yang juga anak buah Yudi Setiawan ini diajak membentuk CV dan dijadikan direktur. Padahal, sebelum jadi direktur di CV-CV itu, mereka adalah sopir dan pegawai biasa/serabutan. Begitu menjadi direktur di CV-CV itu, pengajuan kredit pun diajukan ke Bank Jatim Cabang HR Muhammad. Namun CV-CV itu hanya dijadikan pemohon pencairan kredit saja, karena sebenarnya CV-CV ini tak ada proyek. Mereka tak tahu bahwa CV yang dibentuk ini tak ada proyek. Hanya saja, mereka terlibat dalam kasus ini karena enam tersangka ini diajak untuk menjadi direktur di enam CV itu.

Dengan begitu, maka keenam tersangka ini akan dikenai jeratan UU Pemberantasan Tipikor pasal 2 ayat (1) untuk dakwaan primer dan pasal 3 ayat (1) untuk subsidair. "Ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara," katanya.

Usai membaca berkas dakwaan, majelis hakim yang diketuai H Yapi menanyakan apakah terdakwa akan mengajukan eksepsi, dan ditolak karena tak ada kuasa hukum. "Ini nanti apakah terdakwa akan mengajukan kuasa hukum sendiri atau ditunjuk ?" tanya H Yapi.

Keenam terdakwa pun kompak menjelaskan bahwa mereka memahami isi dakwaan sehingga langsung pada materi persidangan. Mereka pun meminta majelis hakim menunjuk kuasa hukum bagi terdakwa. "Kami minta ditunjuk kuasa hukum oleh hakim," terang Hery Triyatna.

Dengan begitu, maka pada sidang berikutnya, keenam terdakwa baru didampingi kuasa hukum prodeo.

Untuk diketahui, beberapa tersangka lain dalam kasus pembobolan Bank Jatim Cabang HR Muhammad telah dijatuhi vonis oleh Pengadilan Tipikor Surabaya pada Juni lalu. Itu adalah mantan Kepala Cabang Bank Jatim HR Muhammad, Bagoes Prayogo, dan penyelia Bank Jatim, Toni Bahrawan. Mereka divonis 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan penjara pada Juni lalu. Satu lagi tersangka, Carolina Gunadi, yang tak lain adalah mantan istri Yudi Setiawan, sudah memulai proses persidangan di Pengadilan Tipikor Juanda, dan disusul empat analisis Bank Jatim pada Selasa (8/10) lalu. (Komang)


Ratna Ani Lestari


Dianggap Sesat , Ratna Klarifikasi Ke MA


MANTAN Bupati Banyuwangi, Ratna Ani Lestari terus melakukan upaya untuk mendapatkan kejelasan tentang status  hukuman yang dijatuhkan Mahkamah Agung (MA) terhadap dirinya. Ia mengajukan permohonan klarifikasi tentang Petikan Putusan Kasasi dengan No Perkara : 1589 K/Pid.Sus/2013.

Putusan Hakim MA yang diketuai majelis hakim Artidjo Alkotsar beranggotakan MS. Lumme dan Leopold Luhut Hutagalung pada 7 Oktober 2013 lalu telah  mengeluarkan putusan yang kotradiktif.

Pada petikan putusan pertama tertulis  mengadili mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi yakni  terdakwa Ratna Ani Lestari. Membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PT Surabaya Nomor 33/Pid Sus/ TPK/2013/PT Sby tanggal 29 Mei 2013 yang mengubah putusan Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya No 62/Pid.Sus/2012/PN Sby tanggal 11 Pebruari 2013.

Sementara petikan putusan kedua tertuang mengadili sendiri, menyatakan terdakwa Ratna Ani Lestari terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama sebagai perbuatan berlanjut.

Menghukum agar terdakwa dijatuhi hukuman selama sembilan tahun denda Rp. 500.000.000. ”Sebagai pencari keadilan dengan adanya informasi simpang siur seperti ini kami sangat dirugikan,” ungkap Rakhmat Santoso, selaku kuasa hukum Ratna, selasa (12/11/2013)

Dijelaskan dia, pada tanggal 7 Oktober 2013, Perkara No. 1589/Pid.sus/2013 telah diputus dalam rapat permusyawaratan majelis yang memeriksa. ”Pada tanggal 8 Oktober 2013, kami membuka situs resmi Mahkamah Agung pada Direktori Putusan dengan hasil amar putus kabul,” ucapnya.Dari informasi tersebut, Rakhmat menyimpukan majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara tersebut telah mengabulkan permohonan kasasi Ratna. Karena pihaknya selaku pemohon kasasi satu-satunya yang meminta agar terdakwa dinyatakan bebas.

Yang membuat tidak jelas, putusan hukuman itu telah di beritakan di salah satu harian nasional pada 8 Oktober 2013, padahal putusan baru dibacakan 7 Oktober 2013 dan dimuat di Direktori Putusan Mahkamah Agung dengan status Amar Putus : Kabul.”Berarti Informasi resmi website MA tidak lebih valid dari informasi media,” keluhnya.

Yang dipertanyakan Rakhmat tersebut,  apakah direktori putusan pada website resmi MA tersebut masih dapat dijadikan pedoman untuk dijadikan rujukan bagi para pencari keadilan, yang ingin mendapatkan informasi  cepat akurat dan transparan, atau hanya pada perkara Ratna saja yang syarat akan kepentingan politis. Dengan banyaknya lawan- lawan politik Ratna yang tidak suka untuk dibebaskan sehingga hal tersebut kemudian dapat mengacaukan system informasi yang selama ini kita kenal akurat dan selalu menjadi rujukan awal bagi para Pencari keadilan.”Sudah terjadi informasi yang menyesatkan, untuk menghindari kesimpangsiuran dan image negative, MA wajib segera memberikan klarifikasi untuk memperjelas permasalahan atas ketidakjelasan putusan ini,” tandasnya. (Komang)


Sekretaris Partai Hanura Jatim, Sudjatmiko
BPN Nyatakan Tanah Milik William

GARA-gara ingin menguasai lahan tanah  milik William, warga Graha Family Surabaya dengan cara merusak pagar batas tanah di kawasan tambak langon, Sekretaris Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Jatim Sudjatmiko diadili  sebagai pesakitan di Pengadilan Negeri Surabaya.

Dalam persidangan yang digelar,  Selasa (12/11/2013), Jaksa Erick Ludhfiansyah dari Kejari Tanjung Perak  menghadirkan saksi Bambang Budiono, ketua Biro Hukum DPD Hanura Jawa Timur sekaligus tim penerima kuasa dari ahli waris, dan saksi dari BPN yakni  Herman Prasetyo

Saksi Bambang Budiono yang awalnya di harapkan  Jaksa Erick  akan membuka tabir hitam Sudjatmiko berbuah simalakama, pasalnya, Bambang yang merupakan saksi BAP ini malah terkesan membelok dari BAP. Kesaksian ketua Biro Hukum DPD Hanura Jatim ini terkesan malah meringankan  terdakwa Sudjatmiko.

Dihadapan majelis hakim yang diketuai Dewa Made Suyatna, Saksi Bambang menyatakan saat kejadian dirinya bertugas melakukan pengawasan di lapangan. Saat itu terdakwa bersama 10 orang lainnya memasang spanduk sebagai bentuk protes atas pematokan yang dilakukan saksi pelapor William yang mengklaim bahwa tanah tersebut miliknya." Saat memasang spanduk, tidak ada pencabutan ataupun pengrusakan patok yang dipasang saksi pelapor. Terdakwa dan lainnya hanya membongkar seng yang dipasang sebagai pagar di
lokasi," ujar Bambang di ruang sidang Kartika 1 PN Surabaya.

Patok yang dipasang saksi pelapor tersebut lanjut saksi kurang lebih  bertuliskan tanah ini milik William berdasarkan sertifikat nomor dan seterusnya.  " Patok tersebut masih terpasang meskipun terdakwa dan lainnya memasang spanduk di lokasi," ujar saksi.

Saat pemasangan spanduk pun lanjut saksi, ada pengamanan yang dilakukan pihak keamanan yakni dari kepolisian dan dari marinir." Petugas tidak melakukan pencegahan terhadap pembongkaran tersebut. Petugas datang sebelum seng dibongkar," tambahnya.

Setelah seng diambil, oleh polisi seng tersebut disuruh menumpuk yang selanjutnya diambil oleh anak buah pelapor (William).

Terkait alasan terdakwa melakukan pembongkaran seng dan pemasangan spanduk di lokasi kejadian juga diketahui oleh saksi yakni karena membela ahli waris yang memiliki legal standing seperti petok D dan bukti-bukti kepemilikan lainnya." Saya pernah diajak ke notaris dan semua data yang dimiliki ahli waris ternyata benar, memiliki legal standing sebgai ahli waris pemilik tanah," ujar saksi.

Saksi juga mengakui sebelum melakukan pembongkaran seng, pihak terdakwa sudah berkoordinasi dan melakukan pertemuan dengan Kapolsek Asemrowo Kompol Dolli, Kapolsek Bubutan Kompol sitanggang, dan Kapolsek Krembangan Kompol Suparto.Saksi mengakui yang melakukan pembongkaran seng dan pemasangan spanduk bukan hanya terdakwa. Namun juga dilakukan banyak orang untuk membela ahli waris." Tapi yang diproses di kepolisian hanya terdakwa, yang lain cuma diperiksa saja di kepolisian," ungkap saksi.

Berbeda dengan keterangan yang disampaikan petugas BPN, Herman Prasetyo yang mengungkap fakta keberadaan sertifikat hak milik atas nama Emy Kristianto dan William.

Dihadapan majelis hakim, petugas BPN bertubuh lencir itu  menyatakan, pengajuan sertifikat atas nama Emy Kristianto dan William ini dilakukan sejak Desember 2009." Karena ada pelebaran jalan, luas lahannya jadi berkurang," ujar Herman

Selain itu, dalam catatan BPN tidak adanya surat keberatan dari pihak manapun atas penerbitan sertifikat atas nama Emy dan William tersebut.

Herman menjelaskan,  riwayat pemilik lahan tersebut tercatat bahwa pemegang awal adalah Tami, kemudian tahun 1985 beralih ke H Toriq yang kemudian di tahun yang sama beralih ke Sutarno Susetyo, tahun 2001 beralih Salib Trimo dan 2002 Franky Sinatra.

Terpisah, menurut Rahmanu Wijaya SH,MH selaku kuasa hukum William (saksi pelapor) menyesalkan keterangan yang di sampaikan saksi Bambang dalam persidangan, pasalnya dari keterangannya tersebut tak satupun sesuai dengan fakta yang terjadi."Yang patut dipertanyakan adalah siapa terdakwa dan punya kewenangan apa kok mengaku menjadi kuasa hukum ahli waris dan mensomasi klien saya. Bahkan terdakwa memberi  mandat kepada saksi Bambang untuk menggaji marinir untuk datang ke lokasi, kemudian melakukan tindakan pembersihan yang tidak lain menghancurkan barang milik klien saya,"terang Rahmanu.

Terkait keterangan saksi Bambang yang menyatakan melihat langsung kejadian pembokaran tersebut lantaran dirinya bertugas melakukan pengawasan di lapangan dan peranan terdakwa dianggap membela ahli waris yang memiliki legal standing seperti petok D dan bukti-bukti kepemilikan lainnya.

Terdakwa  menurut Rahmanu, keterangan tersebut sangat tidak beralasan."Ketika berbicara mandat, maka harus dijelaskan atribusi yang dimiliki pemberi mandat, terbukti bahwa terdakwa menyuruh saksi agar mencari orang untuk menghancurkan. Barang milik klien saya yang dibahasakan sebagai pembersihan, kalau terdakwa beragumen membela ahli waris yang punya hak, dalam persidangan tadi dibuktikan, bahwa putusan kasasi yang katanya terdakwa menyatakan ahli waris yang berhak ternyata hanya putusan pidana yang tentu sama sekali tidak menyatakan kepemilikian," urai Rahmanu.

Sementara , menurut H Akhmad Zainuddin Fuad SH yang juga kuasa hukum William, keterangan yang di sampaikan petugas BPN sudah membuktikan, jika tanah tersebut benar benar milik kliennya."BPN saja sudah mempertegas tanah itu milik Pak William dibuktikan dari sertifikat dan catatan BPN, kalau terbitnya sertifikat atas nama klien kami tidak pernah ada keberatan dari pihak manapun.

Seperti diketahui,  Sudjatmiko terancam hukumam Lima tahun penjara lantaran diduga melakukan perusakan lahan milik orang lain.

Dakwaan JPU menyebutkan, dalam kasus ini, Pria yang saat ini maju menjadi caleg DPRD Jatim Daerah Pemilihan (Dapil)  VII (Pacitan,  Ponorogo, Terenggalek, Magetan,  Ngawi) diadili atas laporan polisi yang dibuat oleh William asal warga Graha Family, Surabaya

Dia dituduh melakukan perusakan dengan menyuruh beberapa orang, akibat perbuatanya dia dijerat JPU dengan pasal 170 tentang perusakan.

Sebelumnya, saksi pelapor William menjelaskan bahwa pada April lalu terdakwa tidak pernah menanggapi tentang perusakan pagar seng di lahan yang terletak di Tambak Langon, Surabaya.

Karena somasi yang dilayangkannya tidak digubris sama sekali, William akhirnya memutuskan melaporkan  Sudjatmiko ke kantor polisi. (Komang)

Selasa, 12 November 2013

Kasi Pidum, Yudhi Ismono
Kejaksaan  Negeri (Kejari) Surabaya masih melakukan penelitian Berkas perkara praktek spesialis kebidanan dan kandungan palsu dengan tersangka sepasang suami istri yang tinggal dikawasan Jl. Pulo wonokromo Surabaya Hari Prayogo (56) dan istrinya bernama Lucia Sudiarti (48).

Menurut Kasi Pidum Kejari Surabaya menyatakan, pihaknya sudah menerima berkas perkara kasus ini sekitar seminggu lalu dan telah menunjuk jaksa peneliti guna meneliti berkas perkara.

" Kami tunjuk Suseno sebagai Jaksa penelitinya, nantinya dia  yang akan meneliti kelengkapan berkas," jelas Judhy, Selasa (12/11/2013) diruang kerjannya.

Mantan Kasipidum Kejari Denpasar ini belum dapat  memastikan kapan perkara dokter gadungan itu akan disidangkan.  karena masih belum mengetahui apakah berkas dikembalikan ke penyidik atau telah sempurna ." Tunggu saja, Masih kami teliti, ," ujar Judhy.

Seperti diketahui, Dalam melakukan  aksinya Pelaku Hari yang berprofesi sebagai paranormal dan Lucia yang bekerja sebagai Ibu rumah tangga tersebut telah berhasil menipu 375 orang korban.

Praktek gadungan itu dilakukan keduanya sejak tahun 2011, satu diantara korbannya yang bernama Dwi S (36) warga Jl. Pandugo Surabaya, yang telah 9 tahun tak kunjung memiliki keturunan ini, datang ke tempat praktek sang dokter gadungan di kawasan Pulo Wonokromo Surabaya.

Kemudian korban mengikuti program ingin memiliki anak dengan cara operasi seccara medis dengan biaya Rp 2 juta setiap kali operasi dan menerima resep serta obat penyubur kandungan dari tersangka.

Setelah korban selesai diperiksa, korban tidak kunjung hamil malah terjadi penambahan berat badan sekitar 22 kg dengan kondisi perut membesar layaknya orang hamil.

Tapi setelah di USG, korban dinyatakan tidak hamil sehingga merasa ditipu dan melapor ke Polsek Wonokromo.

Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, pasutri yang telah ditetapkan sebagai  tersangka ini akan dijerat dengan UU Kesehatan Pasal 196 UU RI No. 36 tahun 2009 dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan atau Pasal 77 dan pasal 78 UU RI No. 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran."ancaman hukumannya  5 tahun penjara,” tegas Judhy. (Komang)

Deklarasi Surabaya bebas prostitusi




 

KABARPROGRESIF.COM : Orang tua yang tinggal di kawasan lokalisasi di Kota Surabaya, diminta untuk memperhatikan masa depan anak-anak mereka. Pertumbuhan dan masa depan anak-anak harus menjadi prioritas di atas segalanya, termasuk urusan perut. 

Harapan tersebut disampaikan Walikota Surabaya, Ir Tri Rismaharini MT ketika membuka acara deklarasi Surabaya bebas prostitusi di Taman Bungkul, Minggu (10/11). Kegiatan yang digelar bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan ini juga dihadiri ratusan elemen masyarakat yang mendukung kampanye Surabaya bebas prostitusi. 

Ikut hadir Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya, Supomo dan Kabag Humas Pemkot Surabaya, Muhamad Fikser. “Masa depan anak-anak harus jadi prioritas. Orang tua jangan hanya memikirkan perut saja tetapi merugikan anak-anak,” tegas Walikota Risma.

Dijelaskan Walikota Risma, permasalahan lokalisasi seperti Dolly adalah masalah klasik yang selalu mengiringi walikota Surabaya yang menjabat pada setiap periode. Termasuk juga permasalahan social lainnya seperti trafficking (perdagangan anak). Menurut walikota, permasalahan sosial tersebut memiliki benang merah dengan daerah lokalisasi.“Ketika saya datang ke sekolah yang dekat dengan lokalisasi, ada kecenderungan anak-anaknya tatapan matanya kosong dan tanpa semangat. Anak-anak ini kan dekat dengan praktik seks bebas. Mereka harus diselamatkan,” sambung walikota.

Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memang serius melakukan rehabilitasi terhadap wilayah lokalisasi. Sejauh ini, sudah ada tiga lokalisasi yang sudah ditutup. Yakni lokalisasi Tambakasri, Klakah Rejo, dan juga Dupak Bangunsari. Ke depannya, Pemkot Surabaya berencana menutup lokalisasi Sememi pada Desember 2013 mendatang.  Dan pada 2014 mendatang, Pemkot Surabaya juga akan melakukan rehabilitasi terhadap kawasan lokalisasi Jarak dan Dolly.

Walikota mengarisbawahi bahwa rehabilitasi lokalisasi di Surabaya harus dilakukan. Khusus untuk rehabilitasi lokalisasi Dolly, Walikota Risma menyebut sedang melakukan persiapan matang. Menurutnya, persiapannya harus lengkap karena kawasan lokalisasi Dolly luas dan bahkan disebut-sebut sebagai lokalisasi terbesar di kawasan Asia Tenggara. Sekarang, walikota sudah menginstruksikan kepada dinas-dias terkait untuk siap bergerak.“Karena tidak ada gunanya Surabaya bersih, indah dan tamannya banyak tetapi masih ada masalah social seperti Dolly. Karena itu, saya tidak akan menyerah,” sebut walikota.

Terkait mau diapakan kawasan Dolly setelah direhabilitasi nanti, walikota menegaskan bahwa Pemkot akan menjadikan area lokalisasi yang berada di tengah kota ini sebagai sub distrik unit pengembangan. Walikota meyakinkan agar warga yang tinggal di sekitar lokalisasi Dolly, tidak khawatir dengan adanya rencana rehabilitasi yang dilakukan Pemkot Surabaya. Mantan kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya ini mencontohkan warga di kawasan lokalisasi Dupak Bangunsari yang awalnya sempat tidak setuju dengan penutupan, kini merasakan dampak positifnya.“Warga di sekitar Dolly ndak usah bingung. Lihat warga di Dupak Bangunsari, sekarang produk UKM mereka sudah sampai luar negeri. Saya juga
terkejut. Kalau ada niat baik, Tuhan pasti bantu,” sambung walikota Risma.

Sebelumnya, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Surabaya, Supomo, mengatakan, saat ini pihaknya sudah melakukan kajian bagaimana rehabilitasi Dolly tersebut akan dilakukan. Utamanya tentang bagaimana warga yang terkena dampak langsung secara ekonomi dan social imbas rehabilitasi tersebut. Dinsos akan melakukan pemberdayaan agar warga sekitar lokalisasi tidak terlalu berat merasakan dampak rehabilitasi. Dia mencontohkan lokasi eks lokalisasi di Klakah Rejo yang kini dialihfungsikan untuk bangunan Sport Center, sekolahan dan taman.“Ini kan program kasih sayang. Untuk Dolly belum tahu nanti akan dibangun apa karena kajian di Bappeko masih belum turun. Tetapi yang jelas, prinsip kami, Dolly yes, prostitusi No. Keinginan ini didukung oleh elemen masyarakat seperti organisasi kemasyarakat (Ormas) keagamaan, Ormas kepemudaan, dan juga kemahasiswaan,” jelas Supomo.

Diakui Supomo, transformasi lokalisasi Dolly tidak akan mudah. Tetapi, aturannya sudah jelas bahwa tiap bangunan di Kota Surabaya dilarang digunakan untuk tempat asusila. Dan Pemkot Surabaya disebutnya memiliki fungsi regulator, melihat ada area di Surabaya yang masih harus ditata kembali. “ Prinsipnya, kita selamatkan generasi masa depan, itu lebihutama daripada kita terus berargumentasi. Kita tahu, penanganan Dolly harus lebih cermat dan teliti. Dan kita sudah melakukan sosialisasi, tidak hanya melalui diskusi juga deklarasi ini. Tentunya juga dengan bantuan pemberitaan dari teman-teman media,” imbuh mantan Camat
Kenjeran ini.(*/arf)

Minggu, 10 November 2013



Pemkot Tak Peduli Warga, TPA Benowo Tetap DIserahkan ke Investor
Lahan Milik Pemkot, Sampah Belum Diolah Tapi PT SO Sudah Terima Uang Pelicin



KABARPROGRESIF.COM : Tak ada barang atau anggaran yang bisa dimainkan lagi, kini pemkot mulai melirik sampah di TPA Benowo yang notabene berbau busuk. Pemkot Surabaya rupanya sudah menutup mata atas ke-luhan warga kecil di Surabaya. Salah satu buktinya adalah kasus penolakan warga atas (Tempat Pembuangan Akhir) TPA Benowo yang berakhir bentrok antara warga pro dan kontra.

Dalam kasus TPA Benowo, pemkot memilih menunggu dan tidak segera melakukan penanganan. Bahkan, Pemkot terkesan lebih suka menunggu masalah itu jadi besar. Tidak hanya itu, Pemkot juga seperti lebih mengutamakan kepentingan pemkot terhadap proyek di TPA Benowo yang sudah bekerja sama dengan PT Sumber Organik (SO) untuk menangani sam-pah di sana.

Padahal terkait masalah sampah ini, seperti yang terjadi dengan kasus TPA Sukolilo. Warga yang menolak sampai beradu fisik dengan pihak yang pro-TPA Sukolilo. Melihat hal itu, pemkot justru tidak tanggap, atas kemungkinan terburuk yang bisa terjadi akibat konflik pengurusan sampah tersebut.

Pemkot Surabaya tetap ngotot jika perihal kerjasama dengan PT SO dalam menangani sampah di TPA Benowo, tak ada masalah. Hal ini sudah dikonsultasikan ke tingkat yang lebih tinggi. Seperti ditegaskan Kepala Bagian Hukum Surabaya Maria Theresia Ekawati Rahayu atau akrab disapa Yayuk, dalam hal kerjasama itu, Pemkot Surabaya sudah berkonsultasi ke Kemendagri.

Dari hasil konsultasi itu, disebutkan jika kerjasama TPA Benowo yang perlu persetujuan DPRD Surabaya itu hanya sebatas rencana kerjasamanya pada 2009 lalu. Bahkan yang dicantumkan dan perlu direvisi hanya penyesuaian pencantuman persetujuan kerja sama dari pimpinan DPRD Surabaya yang dijadikan dasar pada 2009.

Karena itu, saat persetujuan itu hanya ditandatangani dua pimpinan DPRD Surabaya, bukan hasil paripurna seluruh anggota, ditegaskan Yayuk tak dipermasalahkan Kemendagri. Dengan kata lain, yang dibolehkan untuk disetujui hanya rencana kerjasamanya saja. Sementara untuk masalah kerjasamanya, tak perlu disetujui.

Melihat kondisi itu, tentu saja ada hal yang merugikan, sebab rencana kerjasama itu belum tentu untuk menentukan satu perusahaan saja. Sementara, masalah kerjasamanya, tentu sudah menghasilkan satu nama perusahaan. Padahal inilah yang dipermasalahkan DPRD Surabaya, karena penentuan perusahaan itu masih beraroma kolusi.Dewan mempermasalahkan penggunaan anggaran untuk membayar tipping fee, padahal persetujuannya sepihak. Ini yang jadi permasalahan selama ini.

   
Sekkota Surabaya Hendro Gunawan mengatakan, ranahnya sudah sampai pada kontrak kerja sama itu ranahnya ekse-kutif. Tapi sebelumnya sudah ada kesepakatan yang ditanda tangani bersama antara Pemkot dan DPRD Surabaya (hanya dua pimpinan saja) terkait pengelolaan sampah.

Masduki Toha, anggota DPRD Sura-baya, berpendapat, pecahnya bentrok di TPA Benowo semakin menunjukkan ketidakbecusan pemkot dalam menangani kasus itu."Masyarakat yang lebih merasakan atas dampak TPA Benowo, sementara pejabat di Pemkot Surabaya sama sekali tak merasakan penderitaan tersebut. Di TPA Benowo itu sudah banyak kepentingan, baik pemkot, investor maupun warga," katanya.

Wakil rakyat dari PKB ini menambahkan, dengan menerima PT SO sebagai rekanan dalam mengelola TPA Benowo, Pemkot semakin terlihat tidak becus mengurus masalah sampah. Dalam kerjasama itu pemkot harus merugi karena memberi 'modal' ke investor sebesar Rp. 56,4 miliar per tahun. Jumlah yang diberikan kepada investor itu merupakan tipping fee yang harus diberikan pemkot selama membuang sampah ke TPA Benowo. Apalagi pemba-yaran itu sudah bisa dilakukan sejak 2013, padahal pabrik itu diperkirakan beroperasi pada 2015. Artinya, selama tiga tahun, pemkot sudah membayar ke investor walau investor itu belum bekerja.

Dalam kerjasama ini, pemkot juga sudah membodohi warga. Masalah itu tak pernah dibicarakan atau disosialisasikan ke warga, atau didiskusikan di DPRD Surabaya. Tapi pemkot diam-diam sudah menjalankan kerjasama itu.

Kerjasama itu tentu saja merugikan masyarakat setempat yang sudah lama bergelut dengan sampah. Apalagi selama investor bekerja, pemulung atau warga yang mengais sampah sudah tak diperbolehkan masuk lokasi.

Masduki sendiri sebagai warga setempat sangat mendukung upaya warga menolak lahannya dijadikan TPA. Pasalnya, warga yang merasakan dampak langsung, bukan para pejabat yang duduk enak di Pemkot Surabaya.

Tak hanya PKB, lanjut Masduki, ada beberapa fraksi di DPRD Surabaya juga berencana sepakat menganulir penambahan tipping fee atas pengelolaan sampah TPA Benowo. Alasannya, tipping fee itu selalu naik tiap tahunnya.

Fraksi tersebut diantaranya, Fraksi Demokrat, Golkar, APKINDO dan PKS. Jadi keseluruhan ada lima fraksi yang menolak. Lima fraksi itu sudah jelas meminta perjanjian kerjasama pengelolaan sampah di Benowo antara Pemkot Surabaya dan PT SO dibuat ulang. Tujuannya untuk meminimalisir pengeluaran di APBD Surabaya.

Dengan adanya perjanjian tersebut, kata Masduki Toha, rakyat Surabaya seolah terjerat dengan kontrak PT SO selama 20 tahun. Rakyat harus membayar tipping fee itu.“Klausul yang ditetapkan dalam perjanjian kerjasama itu, hanya ditetapkan Wisnu Sakti Buana dan Wishnu Wardhana tanpa melalui pembahasan di dewan, ini harus dibatalkan,” kata Masduki.

Kerjasama tak jelas itu sudah dibayar-kan sejak 2012 dan nilainya juga berubah-ubah. Tapi dewan ‘dipaksa’ menyetujui kenaikan itu tanpa pernah ada pembahasan yang jelas.Yang lebih disesalkan anggota dewan, PT SO sendiri sama sekali belum melakukan pengolahan sampah, tapi uang rakyat sudah tersedot. “Ini lebih ironis. Masyarakat belum menerima manfaatnya, tapi uang rakyat sudah tersedot pada proyek itu. Ada kesan proyek itu hanya untuk bagi-bagi saja. Dasar kerjasama itu tak lazim sebagai landasan hukum mengeluarkan tipping fee,” timpal Reni Astuti dari Fraksi PKS.
   
Intinya semua perjanjian itu tak jelas. Jika jadi gas, listrik atau pupuk, akan disetorkan kemana hasilnya. Hal ini harus dipertegas agar uang rakyat tak menguap begitu saja. Pembayaran tipping fee yang dilakukan Pemkot Surabaya ke PT SO selaku investor TPA Benowo, mengacu pada keputusan Wakil Ketua DPRD Surabaya Wisnu Sakti Buana yang memimpin rapat paripurna mendadak. Hal itu terkait kerjasama pengelolaan sampah di Benowo untuk dijadikan sumber listrik dan gas.
   
Surat itu menjadi acuan untuk mengeluarkan dana hibah tipping fee oleh pemkot. Setiap tahunnya, dengan surat itu, tipping fee yang harus dibayarkan ke PT SO sebesar Rp. 56,4 miliar. Bahkan pada 2013 ini, pemkot juga sudah membayar hal itu ke PT SO sebesar Rp. 31 miliar dan sisanya akan dibayar akhir tahun ini. Keterangan sudah terbayarnya tipping fee tersebut terungkap seminggu lalu saat Komisi C DPRD Surabaya menggelar hearing dengan pemkot. “Kita mendapat laporan terkait jika sudah ada pembayaran tipping fee ke PT SO sebesar Rp. 31 miliar. Padahal, sebelumnya, saat belum ada penganggaran di APBD Surabaya, pemkot juga diam-diam sudah membayarkannya sebesar Rp. 21 miliar pada 2012,” ungkap Reni Astuti, salah satu anggota Komisi C.

Reni juga menegaskan, hal ini sangat menarik, karena dewan kecolongan. Pasalnya, dewan sampai saat ini tak pernah tahu tentang bentuk perjanjian kerjasamanya, khususnya terkait adanya tipping fee. Dewan hanya tahu ada kerjasama penge-lolaan sampah di TPA Benowo, kesannya sangat terpaksa untuk diterima anggota dewan. Yang lebih dahsyat, pembayaran tipping fee itu akan dilakukan selama 20 tahun kontrak kerjanya.

Hal ini sama saja investor tak perlu mengeluarkan uang, tapi seluruh pengerjaannya dibiayai APBD Surabaya. Tipping fee pertama saja dibayarkan saat PT SO belum melakukan pengelolaan sampah. Sejak 2012 sampai 2015 (target pabrik pengolahan sampah dibangun), pemkot harus membayar tipping fee atas masuknya sampah ke Benowo. Padahal sudah jelas jika lahan itu milik pemkot dan sampah yang ada sama sekali belum diolah PT SO, tapi PT SO sudah menerima ‘uang pelicin’ tersebut.
   
Padahal untuk membangun pabrik pengolahan sampah sampai 2015, investor butuh dana Rp. 362 miliar. Alhasil, melalui pembayaran tipping fee, investor yang diduga tak memiliki dana itu, justru bisa membangun pabriknya. Apalagi pada 2014, tipping fee itu dianggarkan naik, tidak lagi Rp. 56,4 miliar, tapi sudah menca-pai Rp. 60 miliar lebih per tahunnya. “Pemkot tak pernah mau transparan, karena itu wajar jika tiap tahun saat pembahasan APBD, masalah ini selalu muncul. Pemkot hanya berlindung dibalik Peraturan Peme-rintah (PP) saja tanpa tahu detilnya. Pemkot hanya menggunakan kekuatan segelintir oknum di dewan, tanpa membahasnya secara global. Tanpa melalui pansus, tiba-tiba hal itu sudah disahkan lewat paripur-na,” tegas Reni Astuti.
   
Dalam kasus ini, sayangnya ada yang dilewatkan Pemkot Surabaya dalam kerjasama pengelolaan sampah dengan PT SO di TPA Benowo. Upaya yang dilakukan pemkot dengan kerjasama itu, ternyata tak mengacu pada UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Diamanatkan dalam UU tersebut, khu-susnya dibagian penutup, setiap ada pengelolaan sampah tersebut di suatu daerah, maka harus dilindungi dengan perda. Padahal, Perda tentang Persampahan itu belum ada, pemkot justru sudah berani melakukan kerjasama tersebut.

Dalam UU itu juga dijelaskan jika pelaksanaan di daerah untuk membuat Perdanya, paling lambat satu tahun setelah diundangkan dan paling lama, tiga tahun. Nyatanya sampai 2011, Surabaya belum memiliki Perda tersebut.Terkait UU 18/2008 yang tak diimbangi pemkot dengan mengeluarkan Perda Persampahan, jelas sudah melanggar. Keharusan membuat Perda itu karena ada kerjasama yang dilakukan pemkot melibatkan peran serta masyarakat. Ini bisa dilihat dari dilibatkannya investor yang merupakan peran serta masyarakat mela-lui lelang investasi. Dengan begitu, kerja-sama pemkot dengan PT SO, tanpa aturan yang jelas.

Yang disayangkan, berdasarkan Permendagri 33/2010 tentang Pengelolaan Sampah, pengelola sampah yang bisa di-beri izin oleh pemerintah daerah harus dalam bentuk Badan Layanan Umum (BLU). Pertanyaannya, apakah PT SO itu berbentuk BLU? Artinya, dengan BLU, seharusnya tidak swasta murni tetapi bentuknya mirip BUMD.
   
Anggota Komisi C DPRD Surabaya Reni Astuti yang getol menyoal kerjasama itu menegaskan lagi jika Surabaya belum memiliki Perda Persampahan. “Seingat saya, itu masih berupa rencana karena dalam Program Legislasi Daerah, Raperda Persampahan baru diagendakan dibahas tahun ini. Saat ini yang dimiliki Pemkot Surabaya adalah Perda Retribusi Sampah,” tegas Reni. (dbs/arf)



   



KABARPROGRESIF.COM : Diduga adanya kerugian negara atas kontrak kerjasama pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo antara Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dengan PT Sumber Organik (SO) sangat kuat.

Pasalnya, kontrak itu dinilai cacat hukum lantaran proyek pengelolaan sampah senilai investasi Rp 314 miliar itu tidak menjalankan perintah Undang-Undang (UU) Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolaaan sampah. Selain itu, kontrak tersebut juga melanggar PP NO 50 tahun 2007 tentang tata cara kerjasama Pemerintah.

Hal itu diungkapkan Pakar Hukum Tata Negara, Rusdianto. Menurutnya, dalam PP NO 50 tahun 2007 pasal 9 dijelaskan seluruh kerja sama pemerintah yang berdampak pada masyarakat harus dengan persetujuan DPRD.“Melihat kontrak sampah ini aneh jika DPRD tidak tahu. Sekarang yang menjadi per-tanyaan siapa subyek kerjasamanya, jika alokasi dana dari SKPD tidak masalah DPRD tidak tahu, tapi anehnya saat kenaikan tiping fee sampah Rp. 62 miliar untuk 2014 kenapa minta pembahasan di DPRD? Jadi jelas anggaran pertama Rp 57 miliar sebelumnya DPRD juga tahu,” ujar dosen Hukum Universitas Narotama.

Berdasar Rechmatigheid Bestuur Pemerintahan harus berdasarkan hukum, namun pemerintah dalam hal ini Pemkot Surabaya memang bisa mengeluarkan kebijakan apapun jika fungsinya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan belum ada undang-undang yang mengatur.“Namun dalam hal sampah ini kan sudah ada undang-undang yang mengatur, diantaranya UU Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaaan Sampah dan Permendagri Nomor 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolaaan sampah dan juga ada perda Jatim No 4 tahun 2010 tentang sampah, jadi harus ikuti undang-undung dan hukumnya itu,” tegas mantan staf ahli hukum DPRD Jatim ini.

Rusdianto menambahkan, Berdasar-kan Permendagri 33/2010 tentang Pengelolaan Sampah, pengelola sampah yang bisa diberikan izin oleh Pemerintah Daerah harus dalam bentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Sementara dalam proyek ini Pemkot bekerjasama dengan pihak swasta.“Namanya kerjasa-ma harus mendapat keuntungan. Ini jelas berdampak melanggar hukum dan bisa menimbulkan kerugian negara, perlu tindakan cepat dari penegak hukum untuk turun langsung, tak perlu tunggu lapo-ran,” tambahnya.(***/arf)

KABARPROGRESIF.COM : Ada yang ganjil dalam masalah ini, un-tuk menutupi celah hukum terkait pengelolaan sampah, Pemkot dan DPRD Surabaya berkerja keras menutupi celah hukum pengelolahan sampah di TPA  Benowo itu dengan pihak ketiga dengan membuat Peraturan Daerah (Perda).

Terbukti, Pemkot dan DPRD secara diam-diam membahas Racangan Peraturan Daerah (Raperda) Tentang Penge-lolahan Sampah untuk segera disahkan menjadi Perda sebagai pijakan hukum kerjasama pengelolaan sampah sistem Build Operate and Transfer (BOT) dengan PT SO yang bermasalah itu.

Anehnya, rapat paripurna tersebut tiba-tiba sampai pada agenda pandangan umum fraksi. Padahal sebelumnya tidak pernah ada tahapan paripurna yang membahas Raperda ini. Diketahui, kerjasama pengelolahan antara Pemkot Surabaya dan PT SO sudah terjadi sejak setahun yang lalu. Namun hingga saat ini Pemkot Surabaya belum memiliki Perda yang menjadi landa-san hukum pengelolaan sampah.

Terkait hal ini, Kepala Bagian Hukum Pemkot Surabaya, Maria Theresia Ekawati Rahayu membenarkan jika raperda yang dibahas dalam rapat paripurna pekan lalu tersebut mengatur tentang tata cara pengelolahan sampah dan bukan retribusi seperti yang di ucapkan beberapa ang-gota dewan dan Ketua DPRD M Machmud.“Kalau retribusi sudah ada yaitu Perda no 10 tahun 2012. Kali ini memang perda pengelolahan sampah,” katanya.

Dia menjelaskan, Raperda ini merupakan inisiatif DPRD Surabaya dan sudah diserahkan pemkot untuk dilakukan harmonisasi.“Setelah itu baru dilakukan pandangan umum fraksi. Raperda itu merupakan inisiatif legislatif,” tambahnya.

Sementara itu, ketika ditanya Raperda tersebut sengaja dirancang untuk kepentingan kerjasama pengelolahan sampah, Yayuk membantah dan berdalih untuk menyesuaikan undang-undang.

Namun, pihaknya membenarkan jika dalam raperda tersebut juga memuat mekanisme dan tata cara pengelolahan sampah termasuk kerjasama dengan pihak ketiga.“Dulu kan perda no 4 tahun 2000 pengelolahan dan retribusi sampah diga-bung. Sekarang dipisah sendiri-sendiri,” ungkapnya.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini da-lam jawabannya atas pandangan umum fraksi di paripurna DPRD Surabaya. Wali kota menegaskan jika pemkot sudah sesuai prosedur, karena kerjasama itu sudah mendapat persetujuan pimpinan dewan.

Hal yang dipermasalahan dewan sebenarnya tak saja masalah perjanjian kerjasamanya, tapi juga terkait dikeluarkanya tipping fee untuk PT SO yang sama sekali belum bekerja melakukan pengelolaan sampah menjadi energi terbarukan. Hal ini sama saja dengan memanjakan investor yang belum memberikan kiprah pemasukan bagi Pemkot Surabaya, tapi justru sudah lebih dulu menerima fee atas masuknya sampah ke TPA Benowo.

Dalam jawabannya, wali kota menegaskan jika pemkot telah mengajukan permohonan persetujuan atas kerja sama dengan PT SO dengan nomor surat 658.1/4027/436.6.5/2012. Berdasar surat tersebut , menurut wali kota, pimpinan dewan telah menyetujui pelaksanaan perjanjian kerja sama dengan PT SO dengan mengirimkan surat keputusan Pimpinan DPRD 13-P/2012.

Artinya sudah tak ada masalah lagi atas perjanjian kerjasama tersebut. Pemkot telah memenuhi semua aturan dalam PP 50/2007 yang mengatur tentang kerja sama pemerintah daerah dengan pihak ketiga. Sementara, anggota Komisi C Reni Astuti menyanggahnya. “Dalam PP 50/2007 pasal 12, yang dibutuhkan adalah persetujuan DPRD bukan pimpinan DPRD. Kalau persetujuan DPRD berarti harus disahkan dalam rapat paripurna. Dari tahun 2012 sejak kerja sama itu diteken pemkot, tidak pernah ada paripurna yang mengesahkan persetujuan tersebut,” tegas Reni.

Ditambahkannya, dalam PP yang sama disebutkan pemerintah daerah harus mengajukan draft perjanjian kerja sama tersebut untuk dibahas oleh Dewan dalam jangka waktu 45 hari. Pembahasan itu de-ngan maksud agar dewan memberikan berbagai masukan ke pemkot tentang berbagai hal agar perjanjian yang dimaksud saling menguntungkan dan wajib disempurnakan pemkot dalam waktu 15 hari se-belum disahkan.

Beberapa waktu lalu, menjelang pe-ngesahan APBD 2013, banyak anggota dewan yang vokal menyoal masalah tipping fee untuk sampah Benowo. Namun belakangan, suara itu sudah tak terdengar lagi. Ada kabar tak enak terkait bungkamnya anggota dewan tersebut.

Rupanya, kucuran segar memang sudah melanda beberapa anggota dewan. Ada yang menduga, vokalnya penyorotan masalah tipping fee hanya “pancingan” tersebut agar nilai tawarnya jadi tinggi. Anggota dewan sendiri sangat sulit di-mintai komentar soal tipping fee. Artinya pekerjaan oleh PT SO yang perusahaannya saja masih belum jelas dalam mengelola sampah Benowo menjadi gas dan listrik, bakal berjalan mulus tanpa hambatan. Perusahaan tak berpengalaman yang baru saja didirikan namun bisa memenangkan tender melalui lelang investasi itu, bisa dengan mudah meraup rupiah dari Pemkot Surabaya.

Pasalnya, sejak 2013 ini, perusahaan itu sudah akan menerima tipping fee yang besarnya mencapai Rp. 57 miliar tersebut. Tanpa pekerjaan mengolah sampah, perusahaan yang bakal beroperasi pada 2015, selama tiga tahun akan menerima ‘dana investasi (tipping fee) secara gratis.

Namun pada Kamis lalu, pimpinan Ko-misi C yang mendapat kabar jika angin segar tipping fee itu sudah menciprati Komisi C, buru-buru menggelar rapat internal. Tujuannya memang untuk membahas kabar tersebut. Karena anggota tak kuorum, maka rapat itu pun batal.

DPRD Surabaya memang layak mempertanyakan keberadaan PT SO ke pemkot, baik itu Dinas Kebersihan dan Pertamanan maupun Bagian Bina Program Surabaya. Sebab, bagaimana bisa suatu perusahaan yang tak berpengalaman bisa menang dalam lelang investasi itu. Padahal dalam lelang syaratnya sudah jelas jika yang bisa mengikutinya adalah perusahaan berpengalaman dalam pengelolaan listrik. Nah, PT SO justru baru-baru ini membuka lowongan untuk tenaga-tenaga yang trampil terkait kelistrikan dengan sumber energi terbarukan tersebut. Ini membuktikan kalau perusahaan itu baru saja berdiri.

Beberapa anggota dewan yang masih dianggap bersih dari tipping fee berkomentar dingin. “Biarkan saja kalau ada yang mendapat cipratan masalah tipping fee, toh yang menanggung akibatnya anggota itu sendiri,” sindir Sudirjo.

Sudirjo menganggap, proyek itu masih bermasalah karena masalah itu tak pernah dibicarakan dengan DPRD Surabaya. Pemkot justru memutuskan sendiri masa-lah tipping fee dan lainnya. (dbs/arf)


KABARPROGRESIF.COM : Ditreskoba Polda Jatim berhasil menangkpa tiga pengedar Narkoba jenis sabu, di tempat terpisah. Penangkapan ini atas laporan warga.Mereka yang tertangkap adalah Andi Siswono (49) warga Margo rukun VIII, Dju-naedi (53) warga Jl Pengampon IV dan Misnardi (43) warga Jl Teluk Nibung timur II.

Petugas Ditreskoba Polda Jatim yang mendapat laporan dari masyarakat, bahwa di salah satu rumah Jalan Wonokitri IV sering terjadi transaksi narkoba. Mendapat laporan tersebut,anggota Reskoba yang dipimpin Kompol Gusti Bagus Sulasana, (16/9) melakukan penyamaran dengan membeli barang haram tersebut.

Saat melakukan transaksi, petugas berpakaian preman langsung melakukan penangkapan, setelah dilakukan penggeledahan, terdapat barang bukti 8 poket yang dikemas plastik dengan total seberat 196 gram, 1 buah bong, 1 pipet kaca, 1 buah korek, 2 Hand phone.

Sedang tersangka Djunaedi dan Misnardi merupakan satu rangkaian, yang ditangkap (22/9) di Jl Raya Undaan depan ATM, saat akan melakukan transaksi pembayaran, karena Djunaedi tidak membawa uang tunai.

Kedua tersangka yang merupakan bandar jaringan Lapas tersebut, memesan barang terhadap Andi (DPO), lantas oleh Andi diperkenalkan terhadap Awi (DPO), ke-mudian keduanya melakukan kontak terhadap Misnardi yang sanggup menyedia-kan barang tersebut dengan harga 950 ribu rupiah per gram.

Setelah terjadi kesepakatan harga, Misnardi diminta mengantarkan barang tersebut ke Jl Petemon Gg IV. Namun karena  Djunaedi tidak membawa uang tunai, keduanya melakukan transaksi disebuah ATM Jl Raya Undaan, petugas yang sudah melakukan penguntitan lantas mengamankan keduanya.“Tersangka ini berperan sebagai bandar,” terang Kasubdit Penmas Polda Jatim Kompol Bambang Thahjo Bawono.Dari hasil pemeriksaan tersangka diperoleh data bahwa mereka ini merupakan jaringan narkoba dari salah satu lapas di Jawa Timur. (Iko)


KABARPROGRESIF.COM : Mohammad Sodik (23) warga Desa Lomaer, Kabupaten Bangkalan, Madura, yang sehari-hari bekerja sebagai kuli sera-utan di toko Alandin di Pusat Grosir Su-rabaya (PGS) terpaksa meringkuk di sel tahanan Polsek Bubutan, (20/10).

Pemuda kurus tersebut diserahkan ke kantor polisi setelah ketahuan mencuri sepotong selimut di toko tempatnya berkerja.Ulah nekat bapak satu anak yang baru tiga bulan bekerja itu, bermula dari keinginannya mempunyai selimut.

Dalam menjalankan aksinya, Sodik mengambil selimut dari dalam toko kemudian menyelipkannya di rak belakang Roling Door. Cara itu ia lakukan agar barang hasil curian tersebut bisa di bawa keluar toko tanpa sepengatahuan orang.

Sialnya, sebelum berhasil membawa pulang selimut itu, pria yang menerima gaji Rp 35 ribu per hari itu malah kepergok majikanya sendiri.“Saya hanya kepingin punya selimut, soalnya bulan depan rencananya keluarga mau saya boyong ke sini (Surabaya),” kata Sodik dihadapan penyidik.

Saat aksinya dipergoki majukan pria asli Madura itu juga mengaku apa adanya. “Sebelumnya saya ditanya bos, saya jawab apa adanya kalau memang saya yang ambil. Lalu saya diantar ke sini (Polsek) sama bos, terus ditahan,” ujarnya lugu.
    Sementara itu, Kapolsek Bubutan Kompol Suryo Hapsoro menduga, pelaku telah beberapa kali melakukan aksi pen-curian di tempat ker-janya.
    Menurut Suryo, sesuai pengakuan pemilik toko, Hendri Susant tiga bulan di-rinya sering kehilang barang.“Pemilik toko mengaku sering ke-hilangan barang. Tetapi pelaku me-ngatakan baru pertama kali melakukan aksi pencurian dan keporgok. Pelaku ma-sih dalam pemeriksaan,” pungkas Suryo.
    Akibat perbuatannya, tersangka dijerat pasal 362 KUHP dan diancam hukum ku-rungan selama lamanya 5 tahun penjara. (Iko)

KABARPROGRESIF.COM : Akhirnya empat dari tujuh tersangka pembunuhan dua mahasiswa asal Timor Leste, dapat dibekuk satuan kejahatan umum (Jatanum) Polrestabes Surabaya di daerah Ciracas Jakarta Timur.

Mereka diantaranya Mariano Vicente (25) warga Jl Timur Raya Asrama Yonif 743 Kupang, Joao Niko Vernandes (23) warga Jl Naibonat Kupang, Joao Afonso Ribeiro Da Silva Sauda Peirere (30) WNA Jl Suco Ds Biadu Dili Timor Leste dan Dominggos Ramoaldo Peirera (31) WNA Jl Fatuhada Dom Alekso Timor Leste.

Peristiwa yang menewaskan dua sau-dara asal Timor Leste itu bermula ketika tersangka Aldino (DPO) terlibat cekcok mulut dengan korban Ismenio Boy Alegria, (7/10) sekitar pukul 18.00 WIB lalu. Namun pertikaian itu dapat dipisah oleh tetangga sekitar dan teman teman mereka

Namun Aldino merasa tidak puas dengan tindakan yang dilakukan korban. pada (8/10) sekitar pukul 02.00 WIB, Aldino membawa teman temannya melakukan penyerangan terhadap Boy Alegri dan Ovaldo Dos Anjos yang saat itu sedang nongkrong di Jl Klampis Semalang Gg II. Dalam perkelahian menggunakan senjata tajam itu kedua korban tewas di lokasi kejadian.

Usai menghabisi korban, para pelaku kabur berpencar ke daerah lain. Polrestabes Surabaya lalu menyusun tim untuk melakukan pengejaran. Setelah memeriksa keterangan sejumlah saksi, polisi akhirnya mendapat informasi empat pelaku bersembunyi di sebuah rumah di daerah Ciracas Jakarta Timur.“Keempatnya meru-pakan pelaku pengeroyokan dan dua dian-taranya warga Timor Leste yang sudah menjadi WNI. Kami masih mencari pelaku lainnya,” tegas Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Setija Junianta.

Sedang terkait dua pelaku yang ber-status warga negara asing, Setija mengaku sudah melakukan koordinasi dengan Mabes Polri dan Dubes Timor Leste. “Keduanya akan kami deportasi ke negara asalnya dan menjalani proses hukum disana,” lanjut Setija. (Iko)

KABARPROGRESIF.COM : Dispenda (Dinas Pendapatan) Pro-pinsi Jawa Timur Hari Sabtu bertempat di Gedung Pertemuan Dispenda merayakan HUT yang ke-51 yang dihadiri oleh Gubernur Jawa Timur Soekarwo dan pejabat di-lingkungan Pemerintah Propinsi (Pemprov) Jawa Timur, keluarga besar Dipenda Jatim, serta tamu undangan.

Kegiatan dengan tema ”Dengan semangat HUT ke-51, Dipenda Jatim semakin mantab menunjang APBD menuju Jawa Timur yang semakin makmur dan berakhlak”.

Dalam sambutannya Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengingatkan kepada seluruh pelayan publik agar senantiasa menjaga moralitas ketika dalam memberikan pelayanan kepada publik, ini karena moralitas menjadi hal yang penting bagi siapa saja, termasuk juga bagi pelayanan Publik.

Lebih lanjut juga dikatakan bahwa Pemprov Jatim telah mengadakan kontrak dengan KPK melalui Zona Integritas dalam hal ini seluruh proses keuangan akan di periksa KPK untuk itu perlu menjaga moralitas dalam melakukan pelayanan Publik dan proses keuangan.

Perayaan HUT Dispenda diisi dengan berbagai hiburan yang diantaranya Sendratari dengan judul ‘Jaya  Prajahipa’ yang menggambarkan rasa syukur dan suka cita rakyat/wong cilik karena memiliki seorang pemimpin arif bijaksana yang berhasil mewujudkan masyarakat sejahtera, adil dan makmur. Rakyat berdoa dan memohon kepada Tuhan untuk kejayaan dan kemakmuran Negara, tata tentrem, gemah ripah, loh jinawi.

Jasa Raharja Cabang Jawa Timur pada kesempatan tersebut di wakili oleh Kasubag SW H.Totok Ery Sukamto yang sekaligus menjabat sebagai humas PT Jasa Raharja cabang Jawa Timur dan Kasubag IW Miftah Rahman Hakim me-ngikuti Acara sampai dengan berakhirnya acara tersebut dan kesempatan tersebut Kepala Dinas Pendapatan Daerah mengucapkan terima kasih atas atensi selama berlangsungnya kegiatan dalam rangka Hari Ulang Tahun Dispenda Tersebut.

Kegiatan diakhiri dengan foto bersama Gubernur Jatim dan pejabat Dipenda dengan Beberapa pe-rusahaan yang selama ini telah memberikan perhatian lebih terutama masalah pajak, beberapa perusahaan tersebut adalah Mitsubishi Motor, Yamaha, Honda dan Pabrik rokok Gudang Garam Kediri dan Perusahaan yang lain. *(Humas Jatim/Totok Ery S)*.

Narkoba

Koperasi & UMKM

Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Translate

Hukum

Metropolis

Nasional

Pidato Bung Tomo


Hankam

Popular Posts

Blog Archive