KABARPROGRESIF.COM : Pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Soewandhie Surabaya menegaskan tidak pernah menolak pasien bayi yang dibawa ke rumah sakit milik Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya tersebut pada Minggu (1/12) pagi.
Klarifikasi tersebut disampaikan pihak RSUD Dr Soewandhi menyusul beredarnya pemberitaan di media massa yang menyebutkan bahwa mereka telah menolak pasien bayi itu.
Plt Kepala RSUD Dr Soewandhie, drg Febria Rahmanita mengatakan, secara prinsip, pihaknya tidak pernah menolak pasien, apakah itu pasiennya beridentitas jelas maupun tidak ada identitas. “Kami ingin memberikan klarifikasi bahwa RSUD Dr Soewandhie tidak pernah menolak bayi tersebut. Pada prinsipya kami telah melakukan pemeriksaan terhadap bayi tersebut,” tegas Febria.
Dijelaskan Febria, bayi malang yang dibuang oleh orangtuanya itu dibawa oleh tiga orang yang mengaku dari kepolisian pada Minggu (1/12) pagi sekitar pukul 05.00 WIB. Demi melihat bayi itu, petugas lantas menelpon ruangan neonatus untuk memastikan apakah masih ada ruangan atau tidak untuk ditempati bayi tersebut. Sebelum menelepon ruangan neonatus, dokter sudah memeriksa pasien tersebut.“Prosesnya hanya sebentar, butuh waktu sedikitnya lima menit hingga 10 menit. Setelah menelpon, petugas kami kemudian keluar untuk menyampaikan bayi akan kita masukkan ke bagian neonatus, tapi ternyata dua orang petugas sudah pergi. Kita malah mencari-cari, ini bayinya ke mana. Saya heran kok dia bawa, lalu pergi tanpa pamit, dan kamipun tidak dikonfirmasi,” tegas Febria.
Menurut perempuan yang juga menjabat Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya ini, pihaknya tidak pernah menolak. Memang, terkadang ruangan di rumah sakit milik Pemkot Surabaya itu penuh. Jika seperti itu, pasien akan dirujuk ke rumah sakit lain dengan memakai sarana dari rumah sakit milik Pemkot Surabaya. “Jadi, tidak pernah kami menolak, itu yang perlu kami klarifikasi,” jelasnya.
Sementara Kepala Instalansi Gawa Darurat (IGD) RSUD Dr Soewandhie, dr Bimo Sasono SPOT mengatakan bahwa, setiap pasien yang datang ke IGD, dokter akan melakukan diagnosa untuk menentukan tingkat kegawatan pasein. Tindakan itu juga yang dilakukan kepada si pasien bayi tersebut.
Menurutnya, tata kerja IGD di RSUD Dr Soewandhie, apabila ada pasien masuk, yang bersangkutan akan ditriase untuk diagnose guna menentukan tingkat kegawatan dari pasein. Dalam hal ini ada tiga kode warna yang menjelaskan kondisi pasien. Kalau memang kode nya merah berarti gawat dan akan langsung masuk ruang emergency untuk mendapatkan penanganan. Kalau kodenya kuning berarti pihak dokter masih bisa mempersiapkan ruangan. Sementara kalau warna nya hijau berarti tingkat kegawatan pasien itu ringan.“Ini (pasien bayi) nya setelah kita diagnose warnanya hijau, artinya tidak ada kegawatan darurat. Kondisi bayinya secara umum baik, kulitnya merah, bisa menguap, bisa bernafas tidak ada sesak, pemeriksaan fisik juga tidak ada kelainan. Sampai di situ, sampai pemeriksaaan dilakukan, pasien kondisinya cukup baik,” jelas Bimo.
Pihaknya meminta polisi yang membawa bayi itu untuk menunggu. Sebab, bayi tersebut tidak mungkin ditaruh begitu saja di meja karena hawanya juga dingin. Sementara kalau posisi digendong bayinya akan merasa lebih hangat. “Sekali lagi, maksud kami menangani dulu itu tergantung situasinya. Kalau memang kondisinya gawat kita bawa masuk, kasih O2, kita infus, karena kita IGD. Kalau masih baik, kalau ada waktu untuk menyiapkan ya kita siapkan, bukan untuk menelantarkan karena toh persiapan tidak butuhw aktu lama,” jelas dia.
Bimo mengelak jika dikatakan bahwa pihak polisi yang membawa bayi tersebut memutuskan pergi karena proses administrasi yang berbelit di RSUD DR Soewandhie. Menurutnya, pihaknya menomorsatukan pelayanan dan administrasi itu urusan nomor dua. Dia menjelaskan, pasien yang datang ke IGD tidak memerlukan persyaratan apa-apa. Jika pasien tersebut kondisinya memang darurat, akan langsung ditangani.“Bukan administrasinya. Administrasi itu belakangan yang penting pasien dulu. Kita malah belum sempat bicarakan adminitrasinya. Kami tidak menyebut tolong daftar dulu tapi kita langsung handle. Kami sebenarnya tidak mengira paseien akan pergi karena urusannya sebentar. Kita hanya telpon apakah ada kamar, gitu aja. Makanya kita kaget memang karena orangnya langsung ndak ada, pergi tanpa pamit,” jelas Bimo.(*/arf)