KABARPROGRESIF.COM : Berkunjung ke Korea Selatan (Korsel) rasanya kurang lengkap bila tak mampir ke kota Busan. Sebab Busan ada-lah
salah satu kota terpenting di Korea Selatan.
Selain bersih, aman dan modern, Kota Busan ternyata memiliki kesamaan dengan Kota Surabaya yakni kota terbesar kedua setelah ibu kota negara. Tak hanya bersih maupun kenyamanan, masyarakat Kota Busan ternyata memiliki kepatuhan yang tinggi terhadap aturan dari pemerintahnya
Hal inilah yang menjadikan daya tarik tersendiri bagi Walikota Surabaya, Tri Rismaharini untuk menjadikan kota Busan sebagai kota percontohan untuk penataan dan pembangunan kota Surabaya agar lebih baik atau minimal bisa sama dengan situasi dan kondisi di kota Busan.
Kota Busan memiliki empat musim, yaitu musim semi (Maret-Mei), musim panas (Juni-Agustus), musim gugur (September-November) dan musim dingin (Desember-Febuari dan masih dihantui akan anca-man dari negara tetangga yakni Korea Utara (Korut), namun hal tersebut tak mempengaruhi semangat dari warga setempat untuk tetap berkembang dalam menyong-song persaingan ekonomi global dunia yang sangat tinggi.
Anehnya lag, meski kota Busan lebih dikenal dengan kota Pelabuhan. Namun anda salah jika mengira bila berkunjung ke Busan hanya akan melihat tumpukan kontainer, kapal, dan peralatan berat lain-nya. Sebab Busan adalah kota yang diran-cang pemerintah Korsel sebagai tempat wisata penghasil devisa negara dari para wisatawan berbagai dunia yang meningkat setiap tahunnya.
Mr Glen, warga kota Busan yang dite-mui Progresif mengatakan, masyarakat kota Busan memiliki sifat agresif dan ener-gik, dan itu pun muncul dengan sendirinya sehingga tak membuat masyarakat di kota Busan cepat putus asa meski kondisi dan situasi negaranya sangat terancam.“ Masyarakat disini sejak dahulu selalu be-kerja keras apalagi di saat cuaca yang ma-sih memungkinkan (semi, gugur, dan panas-red) agar bisa mengumpulkan maka-nan untuk menghadapi musim dingin, ka-rakter ini terbentuk dan menjadi budaya secara turun menurun sehingga semangat untuk bekerjanya jauh lebih tinggi jika di-bandingkan warga Indonesia yang wila-yahnya yang kaya dan subur serta hanya mendapati dua musim yakni kemarau dan hujan,” jelas Glen.
Hal yang sama juga dikatakan Mr Kim pemilik semacam Yayasan yang aktifitas-nya memberikan pelayanan informasi ten-tang Indonesia bahkan tak jarang mem-bantu sejumlah tenaga kerja asal Indonesia di kota Busan terkait perlindungannya.
"Sebagai warga Negara Korea yang mencintai Indonesia dan terus mengikuti perkembangannya, saya melihat bahwa per-bedaan yang mencolok dengan warga Su-rabaya (Indonesia –red) hanya soal sema-ngat berjuangnya, karena warga Busan Ko-rea lebih agresif untuk melakukan segala hal termasuk untuk memperkenalkan negaranya di luar sana, sementara warga Indonesia lebih terlena dengan tanahnya yang subur, kekayaan alam dan bagusnya cuaca yang memungkinan beraktifitas di sepanjang tahun, singkat kata lebih bisa santai,” ucap Mr Kim saat memberikan sambutan kepada sejumlah wartawan utusan dari pemkot Surabaya.
Mr Kim juga sempat memuji Tri Ris-maharini Walikota Surabaya yang telah ber-hasil menjalin kerjasama antar kota (sister city) untuk bisa saling belajar dan bertu-kar pengalaman dalam misinya memba-ngun kota.“ Kami sangat kenal dengan Ibu Tri Rismaharini Walikota Surabaya, kami sangat hormat sekaligus mengucapkan terimakasih telah membuat kota Busan menjadi kota rujukan untuk membangun kota Surabaya sehingga kini terjalin hubu-ngan dengan sebutan Sister City,” tambah Mr Kim.
Sebagai bentuk kerjasama yang erat antar kota, dalam waktu dekat kota Busan kini sedang mewacanakan nama Sura-baya sebagai nama salah satu jalan di kota Busan, walaupun masih harus melalui be-berapa tahapan termasuk menunggu per-setujuan dari parlemen (DPRD setempat-red). Namun patung ikon Surabaya (Suro dan Boyo) hampir dipastikan akan ber-tengger di salah satu sudut kota Busan di awal tahun 2014 sebgai symbol terbentuk-nya kerjasama antara kedua kota yang saat ini memakai istilah sister city (kota kembar).
Hasil kunjungan media ini ke kota Bu-san Korsel, banyak hal yang harus di adob-si demi membangun kota Surabaya, kare-na disamping perbedaan kultur dan karak-ter warganya, sarana dan prasana serta infra struktur yang dimiliki kota Busan ma-suk kategori sangat layak untuk mendapat-kan sebutan kota modern.
Namun dengan keyakinan yang tinggi, dan perlahan tapi pasti, sepertinya kota Su-rabaya sudah memulai langkahnya untuk menyamai kota Busan terbukti dengan te-lah terbangunnya sejumlah fasilitas umum dan kebijakan seperti dikembalikannya se-jumlah area untuk kawasan terbuka hijau dan terbangunnya taman dan area public diseluruh wilayah kota serta Perda untuk kawasan bebas rokok.
Kesadaran yang tinggi masyarakat kota Busan dalam mentaati sebuah aturan pe-merintah memang tampak ketika media ini mencoba untuk menelusuri sejumlah kawasan dengan kendaraan maupun ber-jalan kaki. Bagaimana tidak, suasana kota yang selalu tampak bersih, aman dan da-mai karena di sokong oleh karakter masya-rakat setempat yang selalu patuh dengan aturan pemerintah termasuk tidak mem-buang sampah sembarangan walaupun hanya sekedar puntung rokok.
Kebijakan Negara Korsel yang tampak di kota Busan adalah tak semua produsen makanan, kendaran bermotor maupun ba-rang kebutuhan sehari-hari terlihat dan ter-pajang hanya hasil produksi milik dalam negeri mulai dari produk makanan hingga jenis kendaraan pribadi serta angkutan umum yang lalu lalang disepanjang jalan di kota Busan,.
Untuk mencegah berkembangnya kri-minalitas dan pelanggaran lalu lintas di wilayahnya, kota Busan mengandalkan system tehnologi utamanya kamera CCTV yang terpasang hamper diseluruh pojok ko-ta dengan system pemantauan aktif se-lama 24 jam. Akibatnya, sangat jarang dite-mui petugas Polisi yang melakukan patroli apalagi berdiri di sepanjang jalan meski setiap harinya masih bisa dijumpai adanya kemacetan.
Menyadari bahwa wilayah geografinya di kepung oleh pegunungan dan dikelilingi oleh sungai Nak Dong, pemerintah kota Busan sangat menghargai nilai lahan (ta-nah) dengan harga yang sangat tinggi, itu-pun tetap mendahulukan untuk kebutuhan sarana dan prasarana umum ketimbang untuk kebutuhan pemukiman warganya.
Akibatnya di buatlah sebuah aturan pe-merintah kota Busan yang mewajibkan warganya untuk tinggal di rumah susun (flats), sehingga kini tampak jejeran gedung pencakar langit tersebar di hampir seluruh kawasan kota yang justru menambah ke-indahan dan eksklufitas kotanya terutama saat malam tiba.
Demikian juga dengan kebijakan yang menyangkut soal pemasangan papan re-klame. Di kota Busan hampir tak terlihat adanya baliho, papan reklame jenis apa-pun yang bertengger di sepanjang jalan kota apalagi dengan posisi melintang di atas jalan (reklame jenis bando). Tentu sa-ja diperlukan keberanian pemkot Surabaya untuk segera menata ulang keberadaan semua jenis papan reklame jika Surabaya ingin menyamai apalagi mengungguli kota Busan.
Tak lengkap rasanya jika berwisata ke kota Busan tidak menikmati wisata belanja. Busan menawarkan pengalaman berbe-lanja yang tak terlupakan. Hampir seluruh pusat-pusat perbelanjaan (shop centre) yang menjual pruduk makanan, pakaian dan kebutuhan hidup masyarakatnya di dominasi oleh produk-produk dalam ne-geri. Tidak hanya itu, kendaraan pribadi dan tranportasi umum di sepanjang jalan kota-pun 90 % adalah merek Hunday dan KIA yang tidak lain adalah hasil karya ke-banggaan warga Korea, demikian juga de-ngan produk elektronik yang beredar dan dipakai oleh masyarakatnya yang di domi-nasi oleh merek Samsung dan LG.
Keberhasilan bangsa Korsel khusus-nya kota Busan untuk menghadang ma-suknya produk-produk impor dan sebalik-nya meningkatkan kuantitas ekspor justru meningkatkan PAD. (*/arf)