KABARPROGRESIF.COM : Penggunaan zat berbahaya dalam pengolahan makanan masih menjadi momok menakutkan bagi para konsumen. Misalnya, pemakainan formalin agar ikan lebih tahan lama. Menyikapi hal tersebut, Pemerintah Kota (pemkot) Surabaya menempuh sejumlah upaya agar pedagang ikan tak lagi menggunakan bahan yang biasa dipakai untuk mengawetkan jenazah itu.
Kepala Bidang Perikanan dan Kelautan, Dinas Pertanian (distan) Surabaya, Aris Munandar mengatakan, pihaknya rutin melakukan pembinaan baik kepada pedagang ikan maupun pelaku usaha produk hasil olahan perikanan. Pesannya jelas, yakni mereka dihimbau tidak menggunakan formalin ke dalam produk makanannya. “Kami juga memberikan materi pengemasan dan pemasaran produk yang baik dan benar,” ujarnya saat dikonfirmasi pada Jumat (17/1).
Lebih lanjut, Aris menerangkan, para pedagang perlu menyadari bahaya formalin bagi tubuh manusia. Jika dikonsumsi terus-menerus dalam jangka panjang, bahan tersebut bisa menyebabkan kerusakan organ dalam. Seperti, saluran pencernaan, hati, paru-paru, saraf, ginjal, hingga organ reproduksi. Karena itulah, dia menambahkan, oknum yang kedapatan menggunakan formalin sebagai bahan pengawet makanan bisa dijerat dengan sanksi pidana.
Surabaya merupakan salah satu kota dengan tingkat konsumsi ikan tertinggi di Indonesia. Ada sembilan kecamatan yang punya potensi menonjol di bidang perikanan. Yaitu, Kenjeran, Bulak, Asemrowo, Krembangan, Benowo, Gununganyar, Rungkut, Sukolilo dan Mulyorejo. Dikatakan Aris, distan juga secara berkala mengambil sampel ikan di lokasi-lokasi tersebut untuk kemudian dilakukan uji lab. “Itu dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat kandungan zat berbahaya di dalamnya,” terangnya.
Upaya-upaya yang ditempuh pemkot tersebut mendapat dukungan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ketua Badan Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam, MUI Surabaya, Moch. Munief menuturkan, MUI sudah mengeluarkan fatwa 43/2012 tentang Penyalahgunaan Formalin dan Bahan Berbahaya Lainnya Dalam Penanganan dan Pengolahan Ikan.
Dia mengatakan, fatwa ini lahir atas dasar keprihatinan akan kondisi para nelayan, pengolah, dan pemasar hasil perikanan di Indonesia. MUI menilai, masih banyaknya oknum yang menggunakan formalin dikarenakan minimnya kesadaran akan bahaya zat yang terkandung di dalamnya.
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu,” kata Munief mengutip QS. Al-Baqarah : 168. Dia lantas menjelaskan pemahaman bahwa sesuatu yang halal akan menjadi haram jika dicampur dengan barang yang tidak semestinya.
Munief mengaku bersama para ulama beberapa kali mengunjungi sentra ikan di Surabaya. Selain pengecekan, pihaknya juga mensosialisasikan bahaya formalin. Berdasar pantauan di lapangan, Munief mengatakan, ikan-ikan hasil tangkapan nelayan Surabaya tidak mengandung formalin. Justru, ikan-ikan kiriman dari luar kota yang mayoritas masih mengandung zat berbahaya.
Secara garis besar, MUI hanya berusaha menghimbau dari segi moral. “Selebihnya kami menyerahkan kepada instansi yang berwenang,” pungkas Munief. (*/arf)