KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Perkara dugaan korupsi proyek Middle East Ring Road (MERR) II C Gunung Anyar mulai disidangkan di Pengadilan Tipikor Surabaya di Juanda Sidoarjo, Senin (24/11/2014) dengan register Nomor Perkara 184/Pid.Sus/2014.
Tiga terdakwa dalam kasus ini di sidang secara terpisah. Terdakwa Drs Ec Djoko Walujo lebih dahulu disidangkan, lantas dilanjutkan pada terdakwa Olli Faisol dan Ir Euis Darliana,M.Si
Surat dakwaan dibacakan secara bergantian oleh tiga Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Surabaya, yakni Arief Usman, Hanafi dan Feri.
Dalam surat dakwaanya, tiga Jaksa yang bertugas dibagian Pidsus ini, mendakwa ketiga terdakwa dengan pasal berlapis.
Selain menjerat dengan pasal korupsi, dalam surat dakwaan yang dibacakan dihadapan majelis hakim yang diketuai Maratua Rambe, SH,MH, Jaksa juga menjerat ketiga terdakwa dengan pasal tindak pidana pencucian uang yang tertuang dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP)
Pada dakwaan Primair, Mereka didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 Undang Undang No 31 tahun 1999 sebagimana diubah dengan Undang Undang No 20 tahun 2001 Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Dan pada dakwaan primair ke 2, Ketiganya dianggap melanggar Pasal 18 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana dirubah atas Undang Undang Nomor 31 tahun 2009 Jo Pasal 55 ayat (1)ke 1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pada dakwaan subsidair, Jaksa menjerat ketiga terdakwa dengan Pasal 4 Undang Undang No 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang Jo Pasal 55 ayat (1) Ke 1 Jo Pasal 64 Ayat (1) KHUP (pada dakwaan subsider,red)
Dan pada dakwaan ke 3, para terdakwa ini dijerat dengan Pasal 3 Undang Undang No 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
"Perbuatan terdakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 12 miliar,"ucap Tiga Jaksa Kejari Surabaya saat membacakan dakwaanya secara bergantian.
Atas dakwaan tersebut, kuasa hukum dari ketiga terdakwa mengaku akan mengajukan keberatan dalam bentuk eksepsi, yang sedianya akan dibacakan pada persidangan berikutnya.
Seperti diketahui, Pada 2009 lalu, Pemkot Surabaya membebaskan lahan seluas 17.000 meter persegi yang terletak di tiga kelurahan, yakni Kedung Baruk, Rungkut Lor dan Gunung Anyar untuk pembangunan jalan dalam proyek MERR II C
Nah, dalam proses pembebasan inilah terjadi masalah, Kejari Surabaya menduga ada korupsi dalam pembebasan ini. Para terdakwa diduga melakukan mark up anggaran saat pembebasan lahan.
Namun menariknya, dibalik Kasus hilangnya uang negara sebesar Rp 12 miliar pada proyek MERR II C ini merupakan pengaduan dari masyarakat.
Dari laporan inilah tim Pidsus mulai mengadakan penyelidikan. Awalnya warga Gunung Anyar melaporkan Mantan Camat Gunung Anyar,Kanthi dan Mantan Lurah Gunung Anyar, Muhadi. Mereka dilaporkan ke Kejari Surabaya dengan kasus yang berbeda.
Kanthi dilaporkan merekayasa data waris pada pelepasan lahan yang terkena proyek MERR II C. Ahli waris itu dianggap telah meninggal padahal mereka masih hidup.
Lantas, Muhadi dilaporkan menerima Gratifikasi berupa mobil Honda CRV dari pelolosan riwayat tanah.
Setelah didalami, Pidsus Kejari Surabaya mengabaikan laporan ahli waris dan malah mengembangkan kasus ini ke arah mark up proses pelepasan lahan ini.
Dari pemberitaan sebelumnya, Arifin Saibu sembat memprotes langkah Tim penyidik Pidsus Kejari Surabaya hanya menetapkan tiga tersangka saja. Korps Adhyaksa yang berkantor di Jalan Sukomanunggal Surabaya ini diminta untuk menetapkan Panitia Pembebasan Tanah (P2T) sebagai tersangka. Dimana Ketua P2T adalah Sekkota Surabaya, Wakil Ketua yakni Asisten 1 Pemerintahan dan Kepala BPN Kota Surabaya sebagai Sekretaris.
"Inikan aneh, P2T bisa lolos dari tersangka,"kata Mantan Jaksa ini saat itu.
Selain itu, Arifin Saibu juga sempat menggerutu tidak dijadikannya Kadis PU Bina Marga Pemkot Surabaya, Ir Erna Purnamawati dalam kasus ini.
Menurutnya, Erna turut andil dalam hilangnya uang negara pada kasus ini.
"Dia tidak punya kewenangan untuk menafsir harga dan memutuskan harga pelepasan, tugasnya hanya sosialiasi, tapi dia malah melakukan deal harga dengan warga,"terang Arifin. (Komang)