KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Sengketa kepemilikan tanah di Desa Tanjungsari Kecamatan Sukomanunggal Surabaya sudah berlangsung 41 tahun atau sejak tahun 1973.
Pada tahun 2006 sesuai dengan surat keputusan Wali Kota Surabaya yang menyatakan kalau tanah seluas 34,8 hektare itu milik warga dan sudah melalui kemenangan di pengadilan seharusnya tanah itu dikembalikan kepada warga.
"Tapi kenyataannya hingga sekarang pengembang tidak mau menyerahkan tanah itu ke warga. Justru membangun pagar diatasnya, makanya kami akan gugat ke Pengadilan untuk mengembalikan tanah yang menjadi milik warga," kata Eggy Sudjana, kuasa hukum warga Desa Tanjungsari Kecamatan Sukomanunggal Surabaya, Minggu (7/12/2014).
Eggy menguraikan, pihaknya mengapresiasi langkah dari Pemkot Surabaya yang telah melarang didirikanya bangunan diatas tanah seluas 34,8 hektare milik warga Desa Tanjungsari.
Terlebih, Pemkot Surabaya melalui Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) telah mengeluarkan surat peringatan dan pemanggilan pada pengembang. Dan terakhir Pemkot Surabaya akan membongkar pagar diatas tanah milik warga jika tidak segera dibongkar.
"Kami dukung Pemkot yang sudah peduli terhadap rakyat. Langkah Pemkot sudah benar tidak memberikan izin pembangunan diatas tanah milik warga," ucap Eggy Sudjana yang juga mantan calon gubernur Jawa Timur.
Ditambahkan tokoh warga Tanjungsari, M Sihat, kasus kepemilikan tanah tersebut terjadi pada tahun 1973. Saat itu, Pemkot Surabaya melalui Panitian Pembebasan Tanah Untuk Negara (P2TUN) membebaskan tanah untuk negara seluas 136 hektar di Tanjungsari.
Namun dalam proses sertifikasi luasan tanahnya menjadi 172 hektare. Artinya ada kelebihan luas tanah yang disertifikasi seluas sekitar 34,8 hektare. Tanah tersebut merupakan milik rakyat yang ikut masuk dalam sertifikat.
"Kelebihan ukuran sertifikat itu yang diminta kembali oleh warga setelah tanah itu dikuasai pengusaha perumahan setelah dibeli dari Pemerintah. Jadi itu persoalan yang terjadi hingga sekarang ini yang belum selesai," kata M Sihat.
Pemkot Surabaya melaluiDCKTR telah mengirimkan surat panggilan kepada sejumlah perusahaan pengembang perumahan di kawasan Darmo Satelite tertanggal 10 September. Surat panggilan dengan nomor 005/712/436.6.2/2014 yang berisi. mengklarifikasi persoalan tersebut. Namun panggilan pertama tidak direspons.
Kemudian DCKTR melayangkan panggilan kedua tertanggal 22 September. Panggilan kedua isinya untuk segera menghentikan segala bentuk kegiatan pendirian bangunan di lokasi lahan sengketa tersebut.
Namun panggilan kedua juga tetap tidak digubris pengembang. Selanjutnya DCKTR melayangkan surat panggilan ketiga tertanggal 12 November dan hingga kini juga tidak direspons.
Kemudian DCKTR menertibkan surat nomer 648/10485/436.6.2/2014 tertanggal 20 November 2014 kepada Kasatpol PP perihal bantuan penertiban bangunan (pagar) tanpa izin di persil Jalan Sukomanunggal Jaya (sebelah supermarket Sinar).
Setelah melakukan pengamatan di lokasi dan pemeriksaan data-data administrasi ternyata bangunan (pagar) di persil Jalan Sukomanunggal Jaya (sebelah Supermerket Sinar) tidak dilengkapi dengan IMB.
"Hal ini merupakan pelanggaran pasal 5 (1) Perda No 7 tahun 2009 tentang Bangunan sebagaimana diubah dengan Perda No 6 tahun 2013. Untuk itu kami telah kirim surat ke Satpol PP untuk melakukan penertiban bangunan tersebut," tutur Eri Cahyadi, Plt Kepala DCKTR Pemkot Surabaya.(arf)