Selasa, 09 Desember 2014


KABARPROGRESIF.COM : (Mojokerto) Kepala.Sub Bagian PKBL Jasa raharja Jawa Timur, Wahyu Pria Wibowo, SE didampingi PA PKBL, Moch Rachmad Moehtadi, SE melakukan kunjungan kepada Than Must Soegenk atau  P2CJDW (Paguyuban Penyandang Cacat Jasmani dan Wirausaha) bertempat  di kauman Gg III / 33 Mojosari Kab Mojokerto.

Kegiatan tersebut dalam rangka untuk meninjau pembuatan kaki palsu milik Sugeng Siswoyudono atau yang dikenal Than Must Soegenk yang menginspirasi program kick andy foundation untuk melahirkan gerakan 1.000 kaki palsu.

Dalam kesempatan itu, Wahyu Pria Wibowo, SE selaku Ka.Subag PKBL bertemu langsung dengan Siswo selaku kordinator P2CJDW.

Menurut Sugeng, pembuatan kaki palsu ini berawal dari tahun 1990 an saat itu ia mengalami kecelakaan lalu lintas dan harus mengalami amputasi kaki. Nah, dari situlah, lantas Sugeng mulai merintis pembuatan kaki palsu.

Namun lanjut Sugeng, untuk mendapatkan kaki palsu ini, seseorang yang menginginkannya tidak perlu merasa kuatir akan mahalnya biaya, bagi yang membutuhkan kaki palsu ini hanya dengan memberikan ganti rugi berupa bahan atau menyediakan bahan fiber untuk pembuatan kaki palsu itu.

Untuk pengerjaan pembuatan kaki palsu ini, kata Sugeng, tidak membutuhkan waktu yang lama, akan tetapi hanya 3 hingga 4 jam saja.

P2CJDW ini lebih bersifat social Enterprenuer, karena disamping adanya pembuatan kaki palsu ini juga terdapat workshop bagi yang mengalami penyandang cacat untuk dapat berwirausaha meskipun ada kekurangan pada anggota tubuh mereka.

Mengetahui kemuliaan dari Sugeng ini, ternyata tak disia-sia kan oleh Wahyu Pria Wibowo, SE untuk melihat langsung Workshop pembuatan kaki palsu. Untuk pembuatan kaki palsu bisa untuk perorangan atau secara kolektif di Workshop.

Kaki palsu menjadi simbol kebangkitan fisik, yaitu bagi mereka yang semula tidak mempunyai kaki dan tidak dapat melakukan apapun menjadi dapat kembali melakukan aktifitasnya. Melalui kaki palsu, juga dilakukan kebangkitan ekonomi, yaitu mereka yang semula tidak mempunyai penghasilan dan tidak dapat melakukan apapun dan dari sudut pandang ekonomi menjadi sebuah beban, namun dalam hal ini mereka dapat lebih mandiri bahkan dapat masuk ke sektor real ekonomi.

Sementara itu kebangkitan mental yaitu mereka yang semula tertekan dan merasa menyusahkan orang dapat menjadi Sugeng-Sugeng yang baru untuk dapat kembali berjalan dan memulai hidup baru dengan kemandirian.(tok/arf)


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Sengketa kepemilikan tanah di Desa Tanjungsari Kecamatan Sukomanunggal Surabaya sudah berlangsung 41 tahun atau sejak tahun 1973.

Pada tahun 2006 sesuai dengan surat keputusan Wali Kota Surabaya yang menyatakan kalau tanah seluas 34,8 hektare itu milik warga dan sudah melalui kemenangan di pengadilan seharusnya tanah itu dikembalikan kepada warga.

"Tapi kenyataannya hingga sekarang pengembang tidak mau menyerahkan tanah itu ke warga. Justru membangun pagar diatasnya, makanya kami akan gugat ke Pengadilan untuk mengembalikan tanah yang menjadi milik warga," kata Eggy Sudjana, kuasa hukum warga Desa Tanjungsari Kecamatan Sukomanunggal Surabaya, Minggu (7/12/2014).

Eggy menguraikan, pihaknya mengapresiasi langkah dari Pemkot Surabaya yang telah melarang didirikanya bangunan diatas tanah seluas 34,8 hektare milik warga Desa Tanjungsari.

Terlebih, Pemkot Surabaya melalui Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) telah mengeluarkan surat peringatan dan pemanggilan pada pengembang. Dan terakhir Pemkot Surabaya akan membongkar pagar diatas tanah milik warga jika tidak segera dibongkar.

"Kami dukung Pemkot yang sudah peduli terhadap rakyat. Langkah Pemkot sudah benar tidak memberikan izin pembangunan diatas tanah milik warga," ucap Eggy Sudjana yang juga mantan calon gubernur Jawa Timur.

Ditambahkan tokoh warga Tanjungsari, M Sihat, kasus kepemilikan tanah tersebut terjadi pada tahun 1973. Saat itu, Pemkot Surabaya melalui Panitian Pembebasan Tanah Untuk Negara (P2TUN) membebaskan tanah untuk negara seluas 136 hektar di Tanjungsari.

Namun dalam proses sertifikasi luasan tanahnya menjadi 172 hektare. Artinya ada kelebihan luas tanah yang disertifikasi seluas sekitar 34,8 hektare. Tanah tersebut merupakan milik rakyat yang ikut masuk dalam sertifikat.

"Kelebihan ukuran sertifikat itu yang diminta kembali oleh warga setelah tanah itu dikuasai pengusaha perumahan setelah dibeli dari Pemerintah. Jadi itu persoalan yang terjadi hingga sekarang ini yang belum selesai," kata M Sihat.

Pemkot Surabaya melaluiDCKTR telah mengirimkan surat panggilan kepada sejumlah perusahaan pengembang perumahan di kawasan Darmo Satelite  tertanggal 10 September. Surat panggilan dengan nomor 005/712/436.6.2/2014 yang berisi.  mengklarifikasi persoalan tersebut. Namun panggilan pertama tidak direspons.

 Kemudian DCKTR melayangkan panggilan kedua tertanggal 22 September. Panggilan kedua isinya untuk segera menghentikan segala bentuk kegiatan pendirian bangunan di lokasi lahan sengketa tersebut.

Namun panggilan kedua juga tetap tidak digubris pengembang. Selanjutnya DCKTR melayangkan surat panggilan ketiga tertanggal  12 November dan hingga kini juga tidak direspons.

Kemudian DCKTR menertibkan surat nomer 648/10485/436.6.2/2014 tertanggal 20 November 2014 kepada Kasatpol PP perihal bantuan penertiban bangunan (pagar) tanpa izin di persil Jalan Sukomanunggal Jaya (sebelah supermarket Sinar).

Setelah melakukan pengamatan di lokasi dan pemeriksaan data-data administrasi ternyata bangunan (pagar) di persil Jalan Sukomanunggal Jaya (sebelah Supermerket Sinar) tidak dilengkapi dengan IMB.

"Hal ini merupakan pelanggaran pasal 5 (1) Perda No 7 tahun 2009 tentang Bangunan sebagaimana diubah dengan Perda No 6 tahun 2013. Untuk itu kami telah kirim surat ke Satpol PP untuk melakukan penertiban bangunan tersebut," tutur Eri Cahyadi, Plt Kepala DCKTR Pemkot Surabaya.(arf)

Senin, 08 Desember 2014


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya). Komandan Korps Marinir Mayor Jenderal TNI (Mar) A. Faridz Washington menghadiri pengukuhan dua Kapal Perang KRI Bumg Tomo-357 Dan KRI Usman Harun-359 di dermaga Koarmatim Ujung, Surabaya, Kamis (04/12/2014).

Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Dr. Marsetio, mengukuhkan KRI Bung Tomo-357 dan KRI Usman Harun-359 yang dikemas dalam sebuah upacara militer diikuti oleh satu batayon pasukan Korps Marinir beserta peralatan tempurnya dan disaksikan oleh ahli waris Pahlawan Nasional Bung Tomo, ahli waris Pahlawan Nasional Usman Janatin bin H. Ali Hasan, serta ahli waris Tohir bin Said (Harun).



Dalam amanatnya Kasal menyampaikan bahwa Pahlawan Nasional Bung Tomo yang lahir di Surabaya ini terkenal karena peranannya dalam membangkitkan semangat rakyat untuk melawan kembalinya penjajah Belanda, yang berakhir dengan pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.

Sementara itu, Pahlawan Nasional Usman Janatin bin H. Ali Hasan yang lahir di Purbalingga Jawa Tengah serta Tohir bin Said (Harun) yang lahir di Pulau Bawean Jawa Timur dikenal karena keberaniannya pada saat Dwikora dikumandangkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 3 Mei 1964. Kedua pahlawan nasional ini gugur di Singapura.

KRI Bung Tomo-357 dan KRI Usman Harun-359 yang merupakan kapal jenis MRLF (Multi Role Light Fregate) masing-masing memiliki jumlah ABK 85 prajurit, dengan rincian perwira 17 orang, bintara 40 orang dan tamtama 28 orang. Kedua kapal perang ini merupakan kapal patroli lepas pantai jenis korvet, diluncurkan berturut-turut pada Januari 2001, Juni 2001 hingga Juni 2002. Kedua kapal kapal perang MRLF tersebut tiba di Indonesia pertengahan bulan September 2014. KRI Bung Tomo-357 saat ini dikomandani Kolonel Laut (P) Yayan Sofiyan, S.T, sedangkan KRI Usman Harun-359 dikomandani Kolonel Laut (P) Didong Rio Duta, ST.

Kasal menyampaikan bahwa dipilihnya nama Bung Tomo dan Usman-Harun bertujuan untuk membangkitkan semangat patriotisme bagi para prajurit TNI AL serta segenap bangsa pada umumnya. Diharapkan segenap prajurit TNI AL dapat meneladani pengabdian dan pengorbanan para Pahlawan Nasional tersebut terhadap bangsa dan negaranya.

Hadir dalam upacara tersebut pejabat teras TNI AL, seluruh jajaran Pangkotama TNI AL, pejabat di jajaran Korps marinir, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Wakil Gubernur Jawa Timur Syaifullah Yusuf, pejabat Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Propinsi Jatim dan Pemkot Surabaya (arf)

Jumat, 05 Desember 2014


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Untuk memastikan dakwaan Jaksa Djamin dan Eksepsi Pengacara terdakwa Soetijono, Majelis hakim yang diketuai M Yapi akan melakukan peninjauan setempat (PS) pada Senin (8/12/2014)

Pernyataan akan melakukan PS tersebut diucapkan hakim Yapi usai persidangan dengan agenda pemeriksaan terdakwa.

Hakim Yapi memerintahkan Jaksa Djamin untuk menghadirkan saksi pelapor.

"Biar sama sama jelas, Pak Jaksa saya minta hadirkan saksi pelapor,"kata hakim pada Jaksa Djamin dalam persidangan yang di PN Surabaya, Kamis (4/12/2014).

Usai persidangan, Suhandi selaku salah seorang tim pengacara terdakwa Soetijono mengaku siap atas permohonan PS yang diajukan Penuntut Umum.
Menurutnya, dengan PS inilah semakin bisa membuktikan perkara ini adalah eror in persona.

"Kita siap, saya malah setuju hakim lakukan PS, karena akan semakin jelas posisi terdakwa tidak bersalah,"pungkasnya usai persidangan.

Seperti diketahui, perkara ini bermula dari pembangunan pagar SPBU Kalianak yang dianggap bangunannya masuk kelokasi tanah yang disewa oleh Kurniawan.

Pagar SPBU milik terdakwa Soetijiono yakni Suwandi Ongko , melebihi 40 centimeter.

Kurniawan dan pihak anak terdakwa sama sama menyewa lahan tersebut dari PT Senopati selaku pemegang hak pengelolahan lahan dari Puskopal. (Komang)


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Usai mendengarkan kesaksian dua keterangan ahli, yakni Prof DR H Sajiono, SH,MHum, Guru Besar Pengembangan Hukum Pidana Ubhara dan Bambang Sugeng Hariyadi,SH,MH, Dosen hukum perdata Unair, majelis hakim yang diketuai M Yapi langsung mengagendakan pemeriksaan terdakwa Soetijono.

Pria kelahiran 62 tahun silam ini terlihat membantah semua keterangannya yang ada dalam BAP pemeriksaannya.

Terdakwa yang tinggal dikawasan Jalan Dharma Husada Utara ini mengaku bukan sebagai pemilik Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Kalianak.

Ia hanya meminjamkan modal kepada putranya yang bernama Suwandi Ongko.

"Bukan punya saya, semua sewa menyewa atas nama anak saya, saya hanya meminjamkan cek untuk pembayaran,"sangkal Soetijoni menjawab pertanyaan Jaksa Djamin.

Selain itu, Soetijono juga membantah pernah ada pertemuan dengan saksi pelapor yakni Kurniawan,
Untuk melakukan pembokaran pagar yang dianggap masuk ke lahan Kurniawan 40 centimeter.

"Tidak ada pertemuan, apalagi janji mau membongkar, apa kapasitas saya, yang punya SPBU bukan saya,"sangkalnya.

Namun, Soetijono tak menampik pernah ditegur oleh Kurniawan atas pembangunan pagar tersebut. Lalu Ia menyarankan agar Kurniawan menggugat Pihak pengelolah lahan.

"Saya anjurkan dia (Kurniawan, red) untuk gugat PT Senopati,"katanya.

Diungkapkan Soetijono, pembangunan pagar SPBU tersebut sudah sesuai dengan ukuran dalam perjanjian sewa dengan PT Senopati.

"Sudah sesuai dengan gambar yang diberikan PT Senopati,"pungkasnya. 

Bantahan terdakwa Soetijono mendapat reaksi keras dari Jaksa Djamin. Jaksa yang bertugas di Kejati Jatim ini terlihat geram atas keterangan Soetijono.

"Jadi saudara membantah semua keterangan saudara, dan BAP ini sudah anda tanda tangani,"ucap Jaksa Djamin.

Pernyataan Jaksa Djamin langsung sidambar Bagus selaku salah seorang pengacara dari terdakwa.
Ia keberatan, jika  terdakwa Soetijono diperiksa  sebagai pemilik SPBU.

"Dari awal terdakwa memberikan keterangan bukan sebagai pemilik SPBU, jadi saya harap pemeriksaannya jangan terdakwa dianggap sebagai pemilik SPBU,"ucap Bagus yang diamini hakim Yapi.

Seperti diketahui, perkara ini bermula dari pembangunan pagar SPBU Kalianak yang dianggap bangunannya masuk kelokasi tanah yang disewa oleh Kurniawan.

Pagar SPBU milik terdakwa Soetijiono yakni Suwandi Ongko , melebihi 40 centimeter.

Kurniawan dan pihak anak terdakwa sama sama menyewa lahan tersebut dari PT Senopati selaku pemegang hak pengelolahan lahan dari Puskopal. (Komang)


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Sengketa lahan di Jalan Kalianak 182 Surabaya  antara Soetijono (terdakwa) dan Kurniawan (pelapor) semestinya tidak akan terjadi, bila saja PT Senopati selaku penerima kuasa pengelolahan dari Puskopal turun tangan untuk menyelesaikan permasalahan batas lahan yang diperebutkan seluas 40 centimeter.

Hal itu diungkapkan Prof DR H Sajiono, SH,MHum, Guru Besar Pengembangan Hukum Pidana Ubhara saat menjadi saksi ahli yang dihadirkan terdakwa Soetijono dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (4/12/2014).

Dalam keahliannya, PT Senopati di ibaratkan pihak A dan Soetijono sebagai pihak B sedangkan Kurniawan sebagai pihak C.

Bila antara pihak B dan C memiliki sengketa hukum semestinya yang harus menjadi subyek pelapor adalah pihak A, penyedia lahan, karena pihak B dan C hanya sebagai penyewa.

"Pihak B dan C sama sama sebagai penyewa dan bila terjadi proses hukum,  semestinya yang  melaporkan bukan pihak C tapi pihak A selaku pengelolah lahan,"terang Prof DR Sajiono,SH,M.Hum menjawab pertanyaan Suhandi selaku Pembela dari terdakwa Soetijono.

Ahli pengembangan hukum administrasi Kepolisan ini juga mengungkapkan, jeratan 167 KUHP yang didakwakan JPU Djamin dari Kejati Jatim pada terdakwa dianggap tidak tepat. Pasalnya , pihak Soetijono lebih dahulu melakukan sewa dibanding Kurniawan.

"Kalau dilihat unsur dalam pasal 167, ada dua frase pengartian, seseorang yang dengan sengaja tanpa hak memasuki pekarangan orang lain tanpa ijin dan seseorang yang sudah berada didalam lokasi pemilik diminta untuk segera meninggalkan. Jadi 167 tidak tepat ditujukan ke pihak B, karena B lebih dahulu melakukan sewa dengan pihak A, terkecuali. B dan C waktunya sewanya bersamaan,"terangnya dihadapan majelis hakim yang diketuai M Yapi.

Selain itu, pihak terdakwa Soetijono Juga menghadirkan ahli hukum perdata, yakni Bambang Sugeng Hariyadi,SH,MH, Dosen Hukum Perdata Unair.

Dalam keterangannya Bambang menjelaskan, kasus yang menjadikan Soetijono sebagai pesakitan ini lebih layak sebagai kasus perdata.

"Selama sewa menyewa lahan tersebut disertai dengan perjanjian, maka sudah jelas perkara ini bukan sengketa pidana melainkan perdata,"terang Bambang.

Pihak Soetijono juga menghadirkan dua saksi fakta, yakni Yuwono selaku saksi ukur dari ITS dan Suwandi selaku pengawas proyek pembangunan SPBU.

Yuwono hanya menerangkan seputar gambar yang dihasilkan dari pengukuran dari timnya. Sementara saksi Suwandi merupakan mandor ketika proyek SPBU dibangun. Suwandi mengaku tidak mengenal Soetijono, terlebih mengetahui sebagai pemilik SPBU. 

Seperti diketahui, perkara ini bermula dari pembangunan pagar SPBU Kalianak yang dianggap bangunannya masuk kelokasi tanah yang disewa oleh Kurniawan.

Pagar SPBU milik terdakwa Soetijiono yakni Suwandi Ongko , melebihi 40 centimeter.

Kurniawan dan pihak anak terdakwa sama sama menyewa lahan tersebut dari PT Senopati selaku pemegang hak pengelolahan lahan dari Puskopal. (Komang)

Kamis, 04 Desember 2014


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Pemerintah pusat menargetkan proyek Angkutan Massal Cepat (AMC) jenis trem di Kota Surabaya sudah akan selesai dibangun dan dioperasikan pada tahun 2017. Apalagi, proyek AMC Surabaya sudah masuk dalam Rancangan Program Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) atau Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) 2015-1019.

Penegasan tersebut disampaikan Direktur Bidang Transportasi Sarana dan Pra Sarana Bappenas, Bambang Prihartono di acara workshop Surabaya Mass Rapid Transit (Smart) yang digelar oleh pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya di lantai II Balai Kota Surabaya, Rabu (3/12).

“Dalam RPJMN 2015-2019, AMC Surabaya menjadi salah satu prioritas. Jadi sudah jelas komitmen pemerintah. Karenanya, Bappenas ambil inisiatif untuk memulai. Terus terang kami sangat ingin AMC ini bisa berjalan baik dan tahun 2017 nanti sudah bisa beroperasi,” tegas Bambang Prihartono.

Dikatakan Bambang, sudah saatnya pembangunan AMC di Surabaya segera dikerjakan. Apalagi, AMC yang diyakini bisa mengurai kepadatan lalu lintas di Kota Surabaya, sudah dicita-citakan warga Surabaya, termasuk oleh Walikota Surabaya, Tri Rismaharini. Karenanya, Bambang berharap bahwa workshop yang digelar di Balai Kota ini merupakan gelaran workshop terakhir terkait pembangunan AMC Surabaya.

“ Saya berharap workshop ini yang terakhir sehingga pembangunan AMC bisa segera diwujudkan. Kita jangan kehilangan momen. Kita harus sama-sama tekad. Kami tidak ingin rencana pembangunan monorel di Jakarta yang belum ada progress nya, juga terjadi di Surabaya,” sambung dia.

Sementara Dirjen Perkeretapian Kementrian Perhubungan (Kemenhub), Hermanto Dwiyatmoko yang memaparkan kebijakan  Kemenhub dalam pengembangan AMC di Surabaya, menegaskan bahwa Kemenhub siap mendukung penuh pembangunan AMC di Surabaya.

Juga hadir, Direktur Logistik dan Pengembangan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI), Candra Purnama. Dalam paparannya, Candra mengatakan, tantangan dalam pembangunan AMC jenis trem adalah penertiban bangunan di kanan-kiri jalur trem. Apalagi bila trem yang diterapkan merupakan double track. “Ini membutuhkan peran aktif pemerintah daerah nya. Perlu sosialisasi dan duduk bersama,” ujarnya.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Surabaya, Hendro Gunawan dalam sambutannya mengatakan, menyikapi perbandingan jumlah antara kendaraan umum dengan kendaraan pribadi yang berbeda jauh, penyediaan angkutan massal di Kota Surabaya perlu untuk segera direalisasikan. Hendro membayangkan, kota-kota di Indonesia nantinya bisa terhubung satu sama lain dengan angkutan massal cepat yang akuntabel juga penyediaan infrastruktur sebagai penunjang.

“Bila sudah seperti itu, tidak hanya akan berdampak positif pada kelancaran lalu lintas. Tetapi juga akan memberikan kemanfaatan pada bidang ekonomi dan sosial,” jelas Hendro.

Mantan Kepala Bappeko Kota Surabaya ini menegaskan, realisasi angkutan massal cepat di Surabaya menjadi pekerjaan rumah bersama bagi pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan juga pemerintah Kota Surabaya. Karena itulah, workshop tersebut dimaksudkan untuk bisa merangkul semua stake holder yang terlibat, mulai dari Kementrian hingga dinas di Pemkot Surabaya. “Tidak mungkin Surabaya berdiri sendiri, tetapi juga harus ada link-link (keterkaitan) dengan kota-kota lain seperti ketersediaan angkutan kota. Intinya ini jadi PR bersama untuk kita wujudkan,” sambung Hendro Gunawan.

Selain dari Kementrian, agenda workshop tersebut juga dihadiri oleh konsulat jenderal di Surabaya, perwakilan BUMN, pejabat Pemprov Jatim, kalangan DPRD Surabaya dan juga kalangan akademisi.

Kepala Bappeko, Agus Imam Sonhaji menambahkan, acara workshop ini digelar selama dua hari. Di hari pertama membahas policy yang sudah dilakukan dan pada hari kedua, Kamis (4/12) workshop akan lebih difokuskan pada pembahasan persoalan teknis. Nantinya, dari workshop ini akan menjadi referensi dan action plan. “Makanya, kita mengambil tema dari rencana menuju implementasi pengembangan AMC,” ujarnya.

Sebelumnya, Walikota Surabaya, Tri Rismaharini sudah bertemu dengan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan di Surabaya pada 23 November 2011. Salah satu hasil pertemuan di Kantor PT KAI Daop VIII, Stasiun Gubeng, itu adalah kesepakatan untuk memulai proyek AMC tersebut pada awal 2015. Pada tahap awal, Kemenhub dan Pemkot Surabaya sepakat merealisasikan pembangunan AMC jenis trem lebih dahulu. Adapun proyek monorel digarap pada tahap selanjutnya. (*arf)


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Musa Arief Aini, hakim tunggal dalam perkara tindak pidana miring (tipiring) pasal 310  ayat 1 dan pasal 315 KUHP  dengan terdakwa Deni  (42) dan Ziau Cau (56), Menantu dan mertua yang tinggal dijalan Darmo Harapan No 6 Surabaya menjatuhkan vonis percobaan terhadap keduanya dalam persidangan yang digelar diruang sidang sari PN Surabaya , Rabu (3/12/2014).

Perkara yang menyeret mantu dan mertua ke persidangan ini merupakan kasus sepele, yang semestinya bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Hanya karena anjing milik terdakwa Deni Kencing dihalaman tetangganya yakni Adinanta Hartanto, dua warga Darmo Harapan ini saling memaki dan saling melaporkan ke Polisi.

Dalam persidangan, hakim tunggal, Musa Arief Aini mendengarkan keterangan Adinanta Hartanto beserta istrinya yakni Amelia Novianti (43).

Dalam keterangannya, pasutri ini menceritakan seputar kronologis peristiwa saling lapor ini. Dikatakan Adinanta, hewan peliharaan milik terdakwa sudah kerap membuang hajat kecil ke halaman miliknya.

"Ini terjadi 4 tahun, setelah kita ingatkan jawabannya malah nyeleneh ke masalah pribadi saya. Yang bilang kemaluan saya tidak bisa bangun, saya tidak bisa punya anak. Bahkan sudah pernah saya laporkan ke RT dan RW, tapi mereka angkat tangan dengan sikap Deni," terang Adinanta dipersidangan.

Sementara, Amelia juga mendapat cacian dari terdakwa Deni. Ia juga mengaku telah mendapat hujatan dari  Deni dan Ziau Cau.

Kasus ini semakin memanas, ketika Adinanta menyiram garasi milik terdakwa Deni dengan air. Sontak hal itu membuat terdakwa Deni dan mertuanya mencak mencak.

"Saat itulah , kami saling memaki , kami dibilang keluarga bajingan dan keluarga steres,"kata terdakwa Deni dan Ziau Chau secara bergantian pada pemeriksaan terdakwa.

Untuk menenangkan kedua belah keluarga ini, hakim Musa Aini mendamaikannya dan meminta agar kedua belah pihak mengakhiri permasalahannya sampai dipersidangan ini. Setelah perdamaian itu disambut para pihak,hakim Musa meminta mereka untuk bersalaman.

"Untuk apa bertengkar gara gara hal sepele, masih banyak urusan lain yang kalian lakukan, apalagi kalain bertetangga, kalau bisa yang kalian saling mengisi dengan kebaikan," kata hakim musa pada para pihak.

Sementara menurut Gogot selaku penyidik yang menangani perkara ini menjelaskan, kasus tersebut merupakan kasus saling lapor. Untuk perkara Deni dan mertuanya perkaranya dilimpahkan secara tipiring. "Oleh jaksa kasus ini di P 18 dan disarankan masuk ke tipiring, mangkanya kami limpahkan ke tipiring,"terang penyidik yang bertugas dibagian PPA Polrestabes Surabaya.

Sedangkan kasusnya Adinanta dan istrinya, Amelia, oleh Jaksa Eko Nugroho dan Erick Ludfiansyah dari Kejari Tanjung Perak  telah dinyatakan sempurna atau P21.

"Saya juga tidak paham, yang punya Adinanta dan Amelia berkasnya dinayatakan P21,"terangnya. (Komang)

Rabu, 03 Desember 2014


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya). Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nining Dwi Aryani menjatuhkan tuntutan empat bulan penjara terhadap  Brama Jupon Janua, satpam di PT Pelindo III Surabaya yang nyaru sebagai anggota Brimob Polda Jatim dan menghujat salah satu Calon Presiden di Facebook.

Dalam persidangan yang digelar dieruang sidang sari PN Surabaya, Selasa (2/12/2014),  JPU Nining Dwi Ariyani menyatakan terdakwa penghujat Prabowo Subiyakto ini  terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menyebarkan informasi yang bermuatan penghinaan atau pencemaran nama baik.

"Meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman empat bulan penjara denda Rp 250.000, subsidar satu bulan penjara" ujar Jaksa Nining.

Bisa dipastikan, Jika nantinya hakim memvonis terdakwa sesuai Dengan tuntutan jaksa  ini, terdakwa bakal segera bebas lantaran terdakwa ditahan sejak Agustus 2014.

Seperti diketahui, dalam dakwaan disebutkan terdakwa  kelahiran 31 tahun silam ini dalam akun facebooknya menyebut bahwa dirinya sebagai Bripda Candra Tansil dengan pekerjaan sebagai anggota Brimob di Kompl 4 den A Sat Brimob Polda Jatim.

Dalam akun facebooknya, terdakwa yang tinggal di Gedangan Sidoarjo ini menulis status " Klu sampai negara ini dipimpin oleh pecatan Kopasus, tak terfikirkan olehq.Takut'nya kjahatan akan mrajalela. Ya Allah aq hanya pengen hdup tnang, menangkan Jokowi ya allah, krna aq sngat yakin dgn kpemimpinan'nya Jokowi klu beliau bsa menjadi Presiden RI".

Kemudian pada 5 Agustus 2014 di Datasemen Gegana Jl Gresik No 39 Surabaya, saksi Endra Prasetya Wibowo anggota Satbrimob Polda Jatim melihat di group Blackberry ada pemberitahuan tentang anggota Brimob gadungan, setelah itu saksi menerima perintah dari kasat Brimob untuk menelusuri kebenaran kabar tersebut.

Atas perbuatannya, oleh JPU Nining Dwi Ariany dari kejati jatim terdakwa dijerat pasal 27 ayat (3) jo pasal 45 ayat (1) UU Ri no 11 tahun 2008 tentang ITE. Dengan hukuman maksimal empat tahun penjara. (Komang)


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Zeng Qiuyun alias Lisa, WNA Asal Cina yang terlibat kasus narkoba didudukkan sebagai pesakitan di PN Surabaya, Selasa (2/12/2014).

Kondisi Lisa terlihat lebih sehat dibanding ketika proses perkaranya dilimpahkan ke Kejaksaan. Saat itu, Ia terlihat depresi hingga harus dibopong saat Jaksa menyatakan perkaranya P21.

Dalam persidangan yang dihelat diruang sidang sari, terdakwa kelahiran 37 tahun lalu didampingi seorang penterjemah.

Dengan didampingi pengacara dari Kantor Hukum Ugroseno and Partners, terdakwa yang tinggal di Fuhjing Cina ini  terlihat serius mendengarkan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Oleh JPU Djoko Susanto,SH dan Amelia SH dari Kejati Jatim, terdakwa Lisa dijerat dengan pasal berlapis.

Dalam dakwaan pertama, terdakwa Lisa dijerat dengan  tuduhan sebagai importir Narkoba. Lisa dianggap melanggar  pasal  113 ayat 2 UU RI No 35 Tahun 2009 tentang narkotika.

"Dalam dakwaan ke dua perbuatan terdakwa melanggar 114 ayat 2 UU RI No 35 Tahun 2009 tentang narkotika dan dakwaan ke tiga melanggar  Pasal 112 ayat 2 UU RI No 35 Tahun 2009 tentang narkotika,"ucap Jaksa Djoko saat membacakan dakwaannya.

Atas dakwaan tersebut, terdakwa Lisa melalui Sendi Wenas selaku Pengacara dari Kantor Hukum Ugroseno and Partners akan mengajukan perlawanan.

Pengacara wanita berparas cantik ini juga meminta kepada majelis hakim yang diketuai Manungku,SH untuk merubah Jadwal persidanganya.

"Kami ajukan eksepsi dan mohon supaya jadwal persidangannya dirubah,"ujar Sendi Wenas pada hakim Manungku.

Atas permintaan itu, hakim Manungku menunda persidangan ini setiap hari Rabu.

Dijelaskan dalam surat dakwaan, perkara yang menjerat Lisa sebagai pesakitan ini bermula dari paket kiriman dari cina melalui jasa NPC yang ditujukan ke Lisa.

Karena paketan tersebut merupakan importir, maka petugas NPC melakukan pengecekan. Dan hasilnya paket yang dibungkus dalam karton berwarna coklat itu berisi 10 pil dan 18 pil serta 1 plastik yang diduga metapamine.

Atas temuan itu lalu pihak NPC melaporkan temuannya ke Bea Cukai Bandara Juanda dan dilanjutkan ke Ditreskoba Polda Jatim untuk ditindak lanjuti.

Didit dan junaidi anggota satreskoba polda jatim melakukan akhirnya melakukan  kontrol delievery

Mereka mengirimkan paket tersebut ke alamat rumah Lisa yang terletak di Jalan Jalan raya darmo permai gang II B Room 102

"Namun Setelah sampai di lokasi, ternyata Lisa sudah pidah ke Kupang Jaya,"terang Jaksa Djoko Susanto.

Tak mau kecolongan, petugas langsung menuju  kediaman Lisa di Kupang Jaya dan berhasil menemuinya.

Setibanya, Polisi yang menyamar langsung menyerahkan paketan tersebut. Dikarenakan terdakwa tidak bisa berbahasa Indonesia, terdakwa akhirnya menghubungi temannya bernama Fushau.

Kepada Petugas yang menyamar sebagai juru kirim ini, Fushau  membenarkan jika nama Zeng Qiuyun adalah nama Lisa, dan akhirnya menerima paket tersebut disertai tanda tangan terdakwa Lisa.

"Lalu, Lisa mendantangani bukti paket tersebut. Paket warna coklat, ekstasi 28 butir berat 27,5 gram dan 4 gram petamhine dan HP, dua kotak kartu blist dan paspor milik terdakwa, 1 kotak kartu nama,"terang Jaksa Djoko. (Komang)

Senin, 01 Desember 2014


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Pemerintah Kota Surabaya kedatangan tamu spesial. Sebanyak 12 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI diterima Walikota Surabaya Tri Rismaharini pada Senin (1/12). Adapun agenda utama kunjungan tersebut yakni membahas pelaksanaan UU 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri, khususnya Pembinaan TKI di Daerah.

Pimpinan rombongan DPD yang berasal dari DKI Jakarta, Fahira Idris mengatakan, perlakuan tidak layak yang diterima TKI di luar negeri memang menjadi problem tersendiri bagi bangsa ini. Setiap tahun, kata dia, selalu ada saja kasus-kasus kurang mengenakkan yang melibatkan TKI. Untuk meminimalisir hal tersebut, peran pemerintah daerah sangat diperlukan.

Perempuan yang juga menjabat Wakil Ketua Komite III DPD RI ini menilai, banyak faktor yang melandasi maraknya warga negara Indonesia (WNI) mencari pekerjaan di luar negeri. Salah satunya disebabkan minimnya pemberdayaan masyarakat dari pemerintah daerah.

Kendati demikian, dari hasil kunjungan ke Surabaya ini, Fahira mendapat sesuatu yang positif. Ternyata, Pemkot Surabaya sudah mempunyai konsep matang dalam memberdayakan para tenaga kerja lokal. “Apa yang dilakukan Pemkot Surabaya patut diapresiasi. Kami mendapat ilmu dan masukan positif untuk disebarkan ke daerah-daerah lain,” ungkapnya.

Kekaguman Fahira tersebut menyeruak setelah mendengar paparan dari Walikota Tri Rismaharini. Dalam kesempatan itu, Risma -sapaan Tri Rismaharini- menjelaskan, pemkot berkomitmen meningkatkan taraf hidup, harkat dan martabat tenaga kerja Surabaya dengan cara peningkatan skill. Menurut dia, pengiriman tenaga kerja tanpa skill mumpuni rentan mendapat perlakuan kasar. Sebaliknya, jika tenaga kerja dari Indonesia menguasai keterampilan yang baik maka akan dihargai mahal di mana pun tempat dia bekerja.

Dikatakan Risma, konsep kesiapan memasuki dunia kerja sudah ditekankan sejak jenjang sekolah menengah kejuruan (SMK). Perhatian pemkot pada sektor SMK terlihat jelas. Para pelajar SMK di Kota Pahlawan difasilitasi makan siang dan modal usaha. “Tapi jam belajarnya sampai pukul 5 sore dan mereka wajib membuat suatu produk yang bernilai jual,” tutur mantan Kepala Bappeko Surabaya ini.

Menurut dia, konsep pembelajaran semacam itu sengaja dilakukan untuk melatih mental dan kesiapan pelajar Surabaya agar mampu bersaing di dunia kerja.

Tak hanya itu, pemkot juga menyediakan beasiswa khusus sekolah perawat dan pelayaran. Risma mengaku sudah punya strategi untuk beasiswa spesial tersebut sehingga setiap pelajar yang lulus punya peluang kerja tinggi. Misalnya, perawat sengaja dipilih sebagai jurusan khusus penerima beasiswa karena, kata walikota, di Yokohama tengah butuh banyak tenaga kerja di bidang itu. Makanya, para penerima beasiswa sekolah perawat sekaligus dibekali kemampuan berbahasa Jepang. “Sedangkan lulusan sekolah pelayaran kini banyak dicari. Bahkan siswa yang masih duduk di kelas pertama sudah inden untuk dipekerjakan. Mungkin karena adanya peningkatan arus barang antar negara,” sambung Risma.

Sementara itu, anggota DPD RI perwakilan Provinsi Jawa Timur, Emilia Contessa mengatakan, seharusnya konsep pemberdayaan tenaga kerja di Surabaya sudah harus diterapkan secara nasional di seluruh daerah. Dia mengakui, Surabaya sudah sekian langkah lebih maju dalam bidang penyiapan tenaga kerja. Oleh karenanya, ibunda artis Denada Tambunan ini tidak kaget kalau Surabaya sudah tidak mengirim tenaga kerja non-formal ke luar negeri.

“Saya salut dengan program-program Pemkot Surabaya. Semoga ke depan nasib tenaga kerja kita yang bekerja di luar negeri bisa lebih baik lagi,” ujarnya. (arf)


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Pasrah, itulah prilaku yang ditunjukan Yudi Setiawan, terdakwa kasus korupsi kredit fiktif di Bank Jabar Banten terhadap majelis hakim yang diketuai DR I Made Sukadana, SH,MH dalam persidangan yang disediannya pembacaan vonis yang digelar diruang sidang cakra Pengadilan Tipikor Surabaya di Juanda Sidoarjo, Senin (1/12/2014).

Yudi meminta agar majelis hakim tidak membacakan  amar putusannnya.

"Saya langsung banding saja,"ujar Yudi Setiawan pada majelis hakim.

Namun permintaan itu ditolak oleh Hakim I Made Sukadana. Hakim Asal Pulau Dewata ini meminta agar terdakwa Yudi untuk mendengarkan vonisnya.

"Belum dibacakan, sudah banding, dengar dulu putusannya, kami hanya bacakan pokok pokonya saja,"ucap hakim Made pada terdakwa Yudi.

Dalam amar putusannya, majelis hakim membebaskan Yudi Setiawan dari dakwaan Primair,  Yakni 2 ayat 1 juncto Pasal 18 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Membebaskan terdakwa dari dakwaan pertama Primar, selanjutnya majelis akan mempertimbangkan dakwaan Primair,"ucap hakim I Made Sukadana dalam amar putusannya.

Namun, majelis hakim sependat dengan dakwaan subsider JPU, Yudi dianggap melanggar Pasal 3 dan Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Sedangkan dalam dakwaan subsider, Yudi dikenai Pasal 5 ayat 1 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU.

Dalam amar putusannya, sebagai Direktur PT CIP, Yudi tidak menjalankan perusahaanya dengan baik dan mengabaikan

Yudi dianggap tidak melaksanakan tugas kerjanya sebagai Direktur PT Cipta Inti Parmindo (CIP) dan telah menyalahgunakan  kewenangannya dalam menjalankan fasilitas kredit yang diberikan Bank BJB sebesar Rp 58 milliar 22 juta rupiah.

"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara melakukan tindak korupsi bersama sama dalam dakwaan subsidair  pertama, menghukum terdakwa dengan hukuman Hukuman 10 tahun penjara,"kata hakim I Made Sukadana saat membacakan putusannya. 

Selain hukuman badan, terdakwa Yudi juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta, bila tidak dibayar, diganti dengan  kurungan selama 1 tahun.

Serta diwajibkan untuk membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 58 miliar  220 juta 624 rupiah dengan Subsidair kurungan 3 tahun bila tidak dibayar. 

Dan menghukum terdakwa Yudi Setiawan membayar biaya perkara sebesar Rp 5000.

Vonis tersebut sependapat dengan tuntutan Jaksa yang sebelumnya juga menuntut terdakwa dengan hukuman 10 tahun penjara , namun denda dan uang penggantinya yang dikurangi dalam vonis.

Dalam tuntutan , Yudi diwajibkan membayar denda Rp 1 miliar subsidair (2) tahun penjara dan membayar uang pengganti sebesar Rp Rp 58 miliar  220 juta 624 rupiah, subsidair kurungan (5) tahun penjara.

Usai persidangan, terdakwa Yudi langsung menyatakan Banding dan meminta agar majelis hakim mengembalikan bukti bukti asli yang diserahkan ke majelis hakim saat persidangan.

Sementara, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Arief Usman dari Kejari Surabaya masih menyatakan pikir-pikir atas vonis tersebut.

Seperti diketahui, Yudi Setiawan terlibat kasus pengajuan kredit fiktif sebesar 58,2 miliar ke BJB cabang Surabaya. Kasus ini berawal saat Kepala Cabang Bank BJB Surabaya, Akhmad Faqih, mendapat informasi ihwal adanya potensi kredit nasabah BJB, yakni Yudi Setiawan, Direktur Utama PT Cipta Inti Parmindo (CIP). Faqih lalu menemui Yudi di kantornya, di Jalan Margomulyo Indah, Tandes, Surabaya.

Setelah menemui Yudi, Faqih menyuruh saksi, Eri Sudewa Dullah, mengirim surat berisi persyaratan kelancaran proses pengajuan kredit kepada PT CIP. Tanpa proses berbelit, BJB Surabaya mengucurkan kredit kepada Yudi senilai Rp 58,2 miliar. Sesuai dengan permohonan yang diajukan ke BJB, kredit itu akan dipakai Yudi untuk pengadaan bahan baku ikan.

Namun pemberian kredit ini mengherankan karena PT CIP tidak bergerak dalam bidang bahan baku ikan, tetapi produksi dan distribusi alat pendidikan. Saat mengajukan kredit, perusahaan itu mengubah haluan ke bidang bahan baku ikan.

Untuk memperlancar kinerjanya, PT CIP bekerja sama dengan sejumlah perusahaan. Salah satunya, PT E-Farm Bisnis Indonesia, yang merupakan anak perusahaan badan usaha milik negara. Kucuran dana kredit itu kemudian diselewengkan oleh Yudi Setiawan. Dia memindahkan dana kredit tersebut ke perusahaanbya yang lain, yakni PT Cipta Terang Abadi (CTA). (Komang)

Narkoba

Koperasi & UMKM

Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Translate

Hukum

Metropolis

Nasional

Pidato Bung Tomo


Hankam

Popular Posts

Blog Archive