KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Akibat melakukan penggelapan uang senilai ratusan juta milik kliennya, pengacara senior, Hairandha Suryadinatan (54), warga Jl. Sono Indah VI atau tinggal di Jl. Sono Kwijenan, Sukomanunngal, Rabu (7/1) duduk sebagai pesakitan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Uang senilai hampir Rp 160 juta itu, oleh terdakwa dipakai untuk menyuap sejumlah pejabat kepolisian Polrestabes Surabaya. Seperti dituturkan korban, jika uang itu dipakai untuk menyuap Kapolrestabes Surabaya, Kanitreskrim, Wakasatreskrim, Kanit Resmob, Propam Polda Jatim dan penyidik yang menangani kasus penganiayaan yang dilakukan oleh korban.
“Kepada korbannya, terdakwa ini menjanjikan jika perkara yang menimpa korban akan di SP-3. Makanya terdakwa meminta sejumlah uang untuk diberikan kepada pejabat kepolisian. Karena dijanjikan, korban mau menyerahkan sejumlah uang itu, secara bertahap, ” terang JPU Dedi Agus Oktavianto, SH asal KejariSurabaya usai sidang, Rabu (7/1).
Kronologisnya, korban Mulyanto Wijaya, AK yang kala itu tengah tersangkut kasus pidana yakni penganiayaan, mendatangi rumah terdakwa di Jl. Sono Indah sekitar bulan Pebruari 2013 selaku seorang pengacaa. Kedatangan korban ini, meminta pendampingan atas kasusnya yang sedang diproses di PolrestabesSurabaya.
Setelah terdakwa bersama rekannya Agus Hariyanto, siap mendampingi terdakwa dalam pemeriksaan itu. Setelah tejadi kesepakatan, tanggal 3 Maret 2013 sekitar pukul 10.00, korban ditemani anak istri mendatangi rumah terdakwa. Dalam konsultasi itu, tedakwa mengatakan jika kasus yang membelitnya tersebut bisa dihentikan alias di SP3 dengan persyaratan harus menyediakan uang senilai Rp 100 juta.
“Rincianya, uang itu akan diberikan kepada Kapolrestabes Surabaya Rp 50 juta, Kanitreskrim Rp 25 juta, Wakasatreskrim Rp 10 juta, Kanitresmob Rp 5 juta, Propam Polda Jatim Rp 10 juta dan penyidik Rp 2 juta,” sambug Dedi.
Untuk meyakinkan korbannya, terdakwa mengatakan jika Kapolrestabes Tri Maryanto adalah teman dekatnya. Terdakwa pun meminta uang muka Rp 30 juta. Lalu pada tanggal 4 Maret 2013, korban diminta menyiapkan uang senilai Rp 15 juta guna melobi Kapolrestabes dan Kanitreskrim dengan menungu di Polrestabes sekitar pukul 11.00. Riancianya, untuk Kapolrestabes Rp 10 juta dan Kanitreskrim sebesar Rp 5 juta. Tetapi uang itu tidak diberikan dan dipakai sendiri.
Langkah demi langkah dilakukan terdakwa guna meyakinkan korban jika perkara penganiayaan mulai masuk pada tahap SP3 berkat lobinya selama ini. Sekitar tanggal 11 Maret, terdakwa kembali meminta uang Rp 65 juta untuk ditransfer ke rekening yang sudah diberikan nomernya. Bahkan untuk meyakinkan korban, terdakwa memberikan kartu nama Tri Maryanto.
“Setelah menstranfer uang yang diminta itu, korban diajak bertemu di ruang Resmob dan diberikan kartu nama atas nama Tri Maryanto yang diakui teman dekat terdakwa,” beber Dedi.
Kembali pada tanggal 13 Maret, korban diminta menyediakan uang Rp 35 juta untuk Kapolrestabes dan ditunggu di rumah Jl. Sono Indah VI sekaligus diberi surat kuasa oleh terdakwa untuk didampingi dalam gelar perkara di Polrestabes sebagai langkah penghentian perkara penganiayaan. Kenyataannya tidak sampai disitu, sebagai tindak lanjut terdakwa kembali meinta uang senilai Rp 25 juta untuk ditrasnfer ke nomer rekening yang telah disiapkan. Lagi-lagi, terdakwa berdalih uang itu untuk proses SP3.
Masalah ini terbongkar ketika korban mendatangi penyidik untuk menanyakan proses perkaranya yang katanya bakal SP3. Ternyata penyidik menjelaskan jika perkara itu masih berlanjut. Mendapati itu, korban lantas menanyakan ke terdakwa di rumahnya. Terdakwa mengatakan jika masalahnya masih dalam proses pengurusan. Saat itu juga, terdakwa masih meminta lagi uang Rp 10 juta untuk diberikan ke Propam Polda Jatim.
Hingga uang korban terkumpul mencapai Rp 160 juta, proses pidana yang menimpa Mulyanto masih berlanjut. Korban pun lantas melaporkan terdakwa ke Polrestabes yang diduga melanggar Pasal 372 KUHP. Informasinya, sebelum ke pidana, korban sudah ingin mengajak damai dan hanya meminta uang dikembalikan Rp 50 juta. Tetapi terdakwa ngotot tidak mengembalikan dan korban masih harus membayar terdakwa. Tetapi setelah terdakwa sudah dilaporkan polisi, kabarnya terdakwa meminta damai namun korban menolak. (Komang)