KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Beberapa oknum anggota DPRD Surabaya sudah keterlaluan menyalahgunakan jabatanya. Jangankan membela atau menjadi wakil suara rakyat, anggota legislatif yang berkantor di Jl Yos Sudarso ini malah diduga memungut upeti dari rakyat yang menderita.
Kasus ini bermula ketika warga Medokan Semampir mengeluhkan penggusuran lahan warga yang dikabarkan milik Yohanes setelah menang dalam putusan pengadilan. Lantas, warga yang mengadu hal ini difasilitasi Komisi A DPRD Surabaya dengan menghelar hearing pada 6 Januari lalu, bersamaan dengan proses eksekusi pertama.
Namun, dalam undangan tersebut Yohanes tidak hadir sampai pada pertemuan yang kedua juga mangkir. Karena itu, Komisi A DPRD Surabaya memutuskan untuk meninjau lokasi dan bertemu dengan warga Medokan Semampir yang terancam tergusur.
Namun, pembelaan dan harapan yang diberikan anggota legislatif tersebut hanya sandiwara belaka. Buktinya, eksekusi kembali dilakukan oleh PN Surabaya, Rabu (14/1/2015) lalu.
Eksekusi itu kali kedua dihadapi warga dengan perlawanan. Apalagi, mereka merasa dukungan dari DPRD Surabaya sudah mengalir pasca kehadiran Ketua DPRD Surabaya Armudji bersama Komisi A dengan menggandeng Dinas PU Pengairan Propinsi Jatim, pada Kamis (8/1/2015) lalu.
Saat itu dihadapan warga Medokan Semampir, Ketua DPRD Surabaya Armudji mengatakan bahwa status tanah tersebut milik negara. Sehingga warga boleh kembali tinggal diatas lahan tersebut. Bahkan, Armuji sempat meminta agar warga mencopot segel maupun mendata rumah warga yang dirobohkan setelah dilakukan eksekusi Juru sita PN Surabaya.
Sayang, pembelaan itu sirna. Keberanian warga pasca kehadiran Ketua DPRD Surabaya Armudji dengan Anggota Komisi A di lokasi beberapa pekan lalu tak mampu menghentikan eksekusi yang kali kedua dilakukan ini.
Warga menduga oknum DPRD Surabaya telah ‘diredam’ terkait rencana ini. Parahnya, saat eksekusi itu dilakukan, Komisi A dan Ketua DPRD Surabaya Armudji malah berada diluar kota dalam agenda Kunjungan Kerja. Bahkan, perwakilan warga mengaku sudah menghubungi nomor ponsel Ketua DPRD Surabaya Armudji, namun tidak aktif.
Beberapa warga juga menuding ada konspirasi menyoal tidak hadirnya Ketua dan Anggota Komisi A DPRD Surabaya. Apalagi kemudian beredar pesan singkat di anggota Komisi A, bahwa pihak yang berkepentingan terhadap jalannya eksekusi telah melobby secara khusus. Bahkan, adanya ‘upeti’ kepada para oknum anggota dewan santer terdengar.
Tidak hanya itu, beberapa warga Medokan Semampir yang merasa kecewa juga mulai menguak fakta baru. ”Kami sampai urunan buat dewan. Lha bukannya kemarin nepati janji membela, kok sekarang tidak perhatian sama sekali,” ujar Mulyani, salah satu warga yang menjadi korban penggusuran.
Sebelumnya, warga yang juga memiliki usaha warung kopi di lahan tersebut hatinya berbungah. Sebab, kehadiran anggota DPRD Surabaya bersama Dinas PU Pengairan Jatim pekan lalu membuat hati warga adem. “Kami diminta untuk membuka segel. Dan kembali tinggal. Karena kata anggota dewan tanah ini milik negara,” terang wanita paruh baya itu.
Terkait hal ini, Wakil Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Anugrah Ariyadi membantah kabar tersebut. Bahkan, pihaknya mensarankan kepada media menanyakan kepada Ketua Komisi A kenapa memberikan rekomendasi atau menandatangani Kunker ke Jakarta pada saat proses eksekusi warga. “Saya tidak menuduh. Tapi siapa yang bisa menandatangani surat kunjungan kerja, Anda tahu sendiri. Kalau kita tidak berada ditempat, ya karena perintah tugas, ” kilahnya, Kamis (16/1/2015).
Sementara itu, terkait tudingan bahwa pihaknya memungut uang dari warga untuk uang saku sebelum berangkat Kunker, Anugrah Ariyadi membantah dan siap diperiksa. Bahkan pihaknya menuding Ketua DPRD Surabaya Armudji yang bertemu dengan Yohanes. “Kalau berani ayo dicocokkan jejak komunikasi lewat ponsel. Boleh dengan Badan Kehormatan (BK) untuk melakukan pemeriksaan mana yang melakukan, ” tantangnya kepada Armudji yang notabene sesama politisi PDIP ini.
Sementara itu, Armudji ketika dikonfirmasi membantah jika ada deal dengan Yohanes untuk memuluskan penggusuran. Namun pihaknya mengakui pernah bertemu dengan Yohanes untuk menanyakan kenapa tidak pernah menghadiri undangan hearing dewan. “Saya pernah bertemu Yohanes karena mangkel (jengkel). Siapa orang ini sombong sekali tidak pernah menghadiri undangan dewan,” terangnya.
Tak hanya itu, pihaknya balik menyerang dan mengaku mendapat laporan warga bahwa Anugrah Ariyadi memungut uang dari warga sebesar Rp 8 juta. Rinciannya, Rp 3 juta untuk biaya advokasi dan sisanya 5 juta untuk uang saku keluar kota saat Kunker. “Saya sendiri yang mendapat laporan warga. Saya malah menduga dia sendiri yang menyebarkan SMS itu,” tudingnya.
Lebih lanjut, pihaknya akan memeritahkan BK memeriksa siapa yang salah. Menurutnya hal itu perlu dilakukan karena mencoreng lembaga wakil rakyat. (arf)