KABARPROGRESIF.COM : (Madiun) Salah satu sarana produksi yang sangat penting dalam peningkatan
produktivitas dan produksi adalah ketersediaan pupuk. Oleh karena itu,
kebutuhan pupuk harus berdasarkan kebutuhan riil yang disusun secara
berkelompok dalam bentuk Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Hal itu
disampaikan Komandan Korem 081/DSJ Kolonel Czi M. Reza Utama, pada acara
Sinergitas Pengawalan serta Penyaluran Benih dan Pupuk Bersubsidi di Wilayah
jajaran Korem 081/DSJ, bertempat di Aula Makorem 081/DSJ Jl. Pahlawan No. 50
Kota Madiun. (16/3).
Acara itu, dihadiri Kasrem 081/DSJ, para Kasi Korem, para Dandim
jajaeran Rem 081/DSJ, Kapolres, Ka Kejaksaan dan Ka Pengadilan Madiun, Kadis
Pertanian, Perdagangan dan PU Pengairan sewilayah Rem 081/DSJ, Kabulog, Kabag
Perekonomian dan Kabag Hukum sewilayah Rem 081/DSJ, PT Pertanian dan PT Sang
Hyang Seri SHS.
Dalam kesempatan itu, Danrem menyampaikan bahwa Dalam pelaksanaan suatu
kegiatan pertanian maka dibutuhkan sumber daya (resources), baik sumber daya
manusia, alam maupun lahan. Salah satu sumber daya yang paling dibutuhkan untuk
pertanian adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat memegang peranan
penting karena diperlukan dalam setiap aktivitas hidup manusia, terutama pada
sektor pertanian. Oleh karenanya dalam hal menghadapi berbagai kemungkinan
tersebut, maka perlu diberikan penjelasan dan pemahaman tentang manfaat pupuk.
Karena pupuk memiliki peranan penting serta strategis dalam peningkatan
produksi dan produktivitas pertanian.
Untuk itu pemerintah terus mendorong penggunaan pupuk yang efisien
melalui berbagai kebijakan meliputi aspek teknis, penyediaan dan distribusi
maupun harga melalui subsidi. Kebijakan subsidi dan distribusi pupuk yang telah
diterapkan mulai dari tahap perencanaan kebutuhan, serta penetapan Harga Eceran
Tertinggi (HET), besarnya subsidi hingga sistem distribusi kepada pengguna
pupuk sudah cukup komprehensif. Namun demikian, berbagai kebijakan tersebut
belum mampu menjamin ketersediaan pupuk yang memadai dengan Harga Eceran
Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan, secara lebih spesifik masih sering
terjadi berbagai kasus.
Berdasarkan uraian permasalahan di atas, perlu dilakukan perbaikan mulai
dari sistem subsidi, penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET), distribusi dan
pengawasan pupuk, baik dalam aspek regulasi, aspek manajemen, sampai pada aspek
teknis di lapangan.
Sementara itu, Kadis Pertanian Blitar Eko Priyo Utomo mengatakan,
keberhasilan pengawasan pupuk dan pestisida di daerah akan dapat dicapai jika
Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) mengoptimalkan kinerjanya. Oleh
karena itu, ia berharap agar tim verifikasi yang telah dibentuk dapat memahami
dengan baik mekanisme pengawasan yang sejalan dengan aturan yang berlaku.
Intinya, Pupuk bersubsidi diharapkan dapat diterima kelompok tani sesuai azas 6
(enam) tepat. yakni tepat jumlah, jenis, waktu, tempat, mutu dan harga.
Dalam kesempatan itu, Kadis Pertanian Madiun Bapak Soenaryo menyampaikan
Kebijakan subsidi dan distribusi pupuk yang telah diterapkan mulai dari tahap
perencanaan kebutuhan, serta penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET), tentunya
menimbulkan dampak positif dan negativ. Dampak positif adanya program ini
adalah : (a) tersedianya pupuk dalam jumlah yang cukup di kios-kios, (b) harga
eceran urea ditingkat petani pada umumnya dibawah harga patokan Koperasi Usaha
Tani (KUT), dan (c) variasi harga eceran pupuk SP-36 dan ZA yang sebagian
berasal dari impor, masih mendekati harga plafon KUT.
Sementara itu, dampak negatif dari kebijakan tersebut adalah : (a)
relatif tingginya harga pupuk mendorong munculnya pupuk alternatif yang relatif
murah, namun dengan kualitas yang beragam dan kurang terjamin, (b) pasar pupuk
yang mengarah keoligopolistik, dimana hanya distributor bermodal kuat yang
mampu membeli pupuk di Lini I dan II serta mampu menyalurkan pupuk ke daerah
yang bukan wilayah kerjanya.
Tetapi yang paling utama adalah pendistribusian pupuk bersubsidi, harus
benar-benar tepat sasaran serta sesuai dengan rencana kerja kegiatan.
Tegasnya.(arf).