KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Jika sebelumnya sempat dikecewakan oleh beberapa SKPD terkait, akhirnya Komisi C DPRD Surabaya bisa mendapatkan laporan perkembangan kegiatan penertiban dan penutupan minimarket tak berijin dari Satpol-PP serta Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Surabaya. Namun, suasana hearing masih saja terjadi perdebatan panjang terkait tahapan penutupan minimarket.
Rencana penertiban toko modern yang tidak memiliki izin kembali dibahas di Komisi C (pembangunan) DPRD Surabaya. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Irvan Widyanto menyatakan, berdasarkan data terbaru yang dimilikinya ada perubahan data yang signifikan terkait jumlah minimarket.
Irvan Widyanto menyebutkan, bardasarkan data sebelumnya jumlah minimarket di Surabaya mencapai 667. Namun setelah pihaknya memberikan stiker peringatan ke II kepada sejumlah toko modern, jumlahnya berkurang menjadi 578 toko modern.
Dengan rincian, 182 diketahui telah mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Sementara sisanya yang mencapai 396 tidak memiliki izin gangguan (HO). “Itu data terbaru setelah kita beberapa waktu lalu memberikan stiker peringatan,” ujar Irvan Widyanto, Selasa (24/3/15).
Irvan menegaskan, dalam rencana penegakkan peraturan daerah (perda) selama ini pihaknya selalu mengedepankan proses administratif. Itu artinya, Satpol PP tidak akan sembarangan dalam melakukan penutupan sebelum prosedur yang semestinya sudah dijalankan.
“Dalam melakukan penertiban, kita menjadikan proses administratif sebagai panglima. Apa istntruksi yang ada di dalam Perda itulah yang kita jalankan,” tegasnya.
Semantara Plt Kepala Dinas Cipta karya dan tata ruang (DCKTR) Eri Cahyadi menuturkan, dalam rencana penertiban toko modern ada dusar hokum yang digunakan. Yaitu berupa Perda No 7 tahun 2009 tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Perda No 4 tahun 2010 tentang izin gangguan.
Menurut Eri, untuk rencana penertiban toko modern pihaknya memakai dasar HO. Mengingat untuk IMB sudah ada beberapa minimarket yang telah memilikinya. “Untuk penertiban sekarang kita pakai dasar HO. Jadi yang belum memiliki izin gangguan itu yang kita tertibkan,” kata Eri.
Suasana rapat sempat memanas ketika anggota Komisi C Akhmad Suyanto meminta agar Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) tidak menerapkan standar ganda dalam melakukan penetiban.
Akhmad Suyanto mencontohkan pemberian stiker kepada Alfamidi di Jalan Kartini yang tanpa didahului dengan Surat Peringatan (SP) satu, dua. Padahal untuk beberapa minimarket yang lain, pemberian SP selalu diberikan sebelumnya.
“Saya minta penjelasan soal itu. Kapan Alfamidi itu diberi, ini harus dijelaskan. Dan kenapa?,” ujar Yanto dengan suara lantang.
Kepala Satpol PP Kota Surabaya Irvan Widyanto menjelaskan pemberikan stiker untuk Alfamidi di Jalan Kartini dilakukan pada tanggal 3 Maret. Menurutnya, pemberikan stiker itu dilakukan setelah pihaknya menerima Bantib dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR). “Alfamidi itu sebagai contoh. Waktu itu yang kita gunakan adalah Perda IMB,” jawab Irvan.
Mendapat jawaban demikian, Akhmad Suyanto kemudian mempertanyakan kebijakan Satpol PP yang tidak menerepkan kebijakan serupa bagi toko modern yang lain. Menurut dia, jika Alfamidi di Jalan Kartini dibantib, mestinya toko modern yang lain juga diperlakukan sama.
“Kalau semua pakai bantib berarti tidak perlu lagi SP I II dan III. Lalu kenapa lainnya tidak dibantib juga yang 396 itu,” sergahnya.
Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini semakin lantang ketika Ketua Komisi C Syaifudin Zuhri memintanya untuk diam. Syaifudin meminta agar permasalahan soal Bantib dihentikan. Karena dalam forum dengar pendapat kali ini membahas soal toko modern secara keseluruhan.
“Jangan membela pemkot. Rakyatlah yang harus kita bela. Saya ini anggota anda, jadi saya pasti mendengarkan dan mentaati sampean,” jawab Yanto sekenanya.
Tidak hanya itu, ia juga meminta agar asisten II M. Taswin tidak dijadikan kambing hitam dalam permasalahan ini. Sebab yang perlu dijawab sekarang kenapa 396 minimarket yang lain tidak dibantib seperti Alfamidi di jalan Kartini.
Irvan kemudian menjelaskan jika pemberian bantib oleh DCKTR kepada satpol PP berarti sudah ada sosialisasi sebelumnya yang dilakukan Dinas Cipta Karya kepada pihak terkait. Irvan menjelaskan, pelanggaran oleh Alfamidi adalah soal IMB.
“Sebelumnya proses sudah dilakukan oleh DCKTR dengan memberikan surat dan pemanggilan. Karena tidak dihiraukan akhirnya dikeluarkan bantib,” terangnya.
Tidak mau perdebatan terus berlanjut, anggota Komisi C lainnya Mochammad Machmud meminta agar rapat kali ini ditutup. Sebab saat ini yang ditunggu oleh seluruh anggota dewan adalah langkah konkrit dari satpol PP dalam menertibkan minimarket.
“Lebih baik ditutup saja pak ketua. Kita menunggu langkah nyata saja dari pemkot,” pungkas Machmud. (arf)