KABARPROGRESIF. COM : (Surabaya). Sidang kasus penipuan penerimaan Bintara Polri dengan
terdakwa AKBP Ernani kembali kembali dilanjutkan. Dalam persidangan yang
digelar diruang sidang sari Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (20/4/2015),
Adi Wicaksono (terdakwa lain dalam berkas persidangan terpisah,red) memberikan
keterangan tentang peranan AKBP Ernani dalam kasus ini.
Dikatakan Adi Wicaksono, dia bersama terdakwa Ernani, telah merekrut 20
orang calon bintara yang tidak lolos dalam pendaftaran, namun mereka
menjanjijan bisa masuk dengan cara jalur khusus dengan biaya perorangnya
sebesar Rp 250 juta.
Adi menyebut, dirinya berani menerima para korban, lantaran ada garansi
dari terdakwa Ernani yang menjamin bisa meloloskan para korban menjadi anggota
Polri.
"Pertama cuma ada 5 orang, kemudian bertambah menjadi 20 orang,
itupun berani saya lakukan karena Bu Ernani sanggup menjaminnya bisa lolos
tes," terang Adi dalam persidangan.
Dari 20 orang korbannya, Adi
mengaku menerima uang Rp 3,5 miliar. Dan dari jumlah itu, Rp 2,1 milliarnya
diserahkan ke terdakwa Ernani secara bertahap dan disertai dengan bukti
kuitansi, sedangkan Rp 1,4 milliar digunakan Adi untuk membeli delapan unit
mobil yang dibelinya melalui proses lelang.
Tarif Rp 250 juta per orang nya tersebut tidak ditentukan sendiri,
melainkan kesepakatan bersama terdakwa Ernani. Ironisnya, biaya untuk
meloloskan para calon bintara yang disetorkan ke Jakarta tersebut tak sebesar yang diminta Adi dan
Ernani, yakni hanya Rp 100 juta per orangnya.
"Selain menyerahkan uang, saya juga diminta untuk menyerahkan
berkas anak-anak yang tidak lolos dan saya serahkan dirumah Ernani di Palm
Spring di Ketintang,"jelas Adi.
Keterangan Adi Wicaksono ini dibantah keras oleh terdakwa Ernani. Dia
menyebut, keterangan pengusaha jual beli mobil ini banyak yang salah dan
mengarang cerita.
Mantan anggota Biddokes Polda Jatim ini mengaku menerima uang rekrutmen
tersebut, namun angkanya tidak sebesar yang disebut Adi Wicaksono. Dia
mengaku hanya menerima Rp 700 juta.
"Tidak sampai milliaran, cuma Rp 700 juta saja, dan itupun sudah saya
serahkan ke Sri Harnani,"sangkalnya saat dikonflotir dengan keterangan
Adi.
Keterangan Ernani ini sangat bertolak belakang dengan penyangkalannnya,
saat istri dari Adi bersaksi pada persidangan sebelumnya. Saat itu Ernani mengaku hanya menerima Rp 1,5
milliar.
Dia menyebut, pengakuan menerima Rp 1,5 milliar itu dilontarkan hanya
semata-mata untuk menyesuaikan dengan keterangannya dalam BAP, dengan dalih
adanya penekanan dari penyidik untuk disuruh mengakui menerima uang Rp 1,5
milliar. "Karena hanya untuk menyamakan dengan keterangan saya di BAP,
saat itu saya ditekan dan disuruh menadatangani keterangan itu,"jelasnya.
Selain itu, Terdakwa Ernani juga memberikan keterangan yang plin plan
terkait keterlibatan Sri Hernanik yang disebut- sebut sebagai anggota Porlri
yang bertugas di Mabes Polri.
Dalam persidangan ini, Ernani baru membeberkan sosok Sri Hernanik yang
ternyata bukan sebagai anggota Polri melainkan seorang pengusaha yang sering
menangani sejumlah proyek di Mabes Polri.
"Bukan Polisi, tapi dia
pengusaha asal Blitar, Hanya saja,dia
sering menangani proyek di Mabes Polri. Dan saya percaya kepada dia lantaran
sebelumnya pernah meminta tolong, dan berhasil,” jawab Ernani.
Namun, Ernani mengaku kecewa dengan penegakan hukum yang tidak menyeret
Sri Heranik sebagai pesakitan dalam kasus ini, padahal dia telah menerangkan ke
penyidik kasus ini, jika Sri Hernanik merupakan aktor intelektual atas
peristiwa hukum yang dialaminya.
“Saya sudah sebutkan pada penyidik soal keterkaitan Sri Hernanik. Bahkan
saya memiliki bukti transfer dan kwitansi atas aliran uang yang ke dia. Saya
juga sudah jelaskan pada penyidik siapa yang bersangkutan, tapi tetap saja
sampai hari ini tidak ada tindakan,” pungkasnya.
Diakui Ernani, Sri Hernanik lah
yang menghubungkan para calon polisi ini, dengan seorang jendral polisi
di Jakarta. “Alamat yang bersangkutan (Sri Hernanik) bahkan sudah saya
sebutkan, tapi tetap saja demikian (tidak ditindak),” tambahnya.
Seperti diketahui, jaksa penuntut umum (JPU) Tining dan Sabetania,
mendakwanya melanggar pasal 378 KUHP dan 372 KUHP Jo Pasal 55 KUHP dengan
ancaman hukuman 4 tahun penjara. Selain Ernani, Kasus ini juga menyeret
pengusaha jual beli mobil yakni Adi Wicaksono, yang perkaranya disidang secara
terpisah.
Kasus ini sempat membuat Kapolda
Jawa Timur Irjen Pol Anas Yusuf menjadi 'berang'. Mantan Wakbareskrim Mabes
Polri ini, tindakan AKBP Ernani Rahayu ini sangat memalukan Korps Kepolisian,
Karena itu ancaman pecat juga akan diberikan ke Ernarni.
Percaloan tersebut terungkap setelah 11 calon bintara yang sudah
membayar itu tidak lolos seleksi. Mereka lalu menagih janji Adi Wicaksono dan
AKBP Ernani Rahayu Tapi, dua orang itu malah tidak bisa dihubungi. Akhirnya
para korban melaporkan kasus tersebut ke Polda Jatim. Laporan itu diproses
secara pidana.
Dari praktek percaloan itu Adi Wicaksono menawarkan ke para korban bisa
memasukan anak saksi maupun koleganya
menjadi Bintara Polri dengan membayar Rp 250 hingga Rp 300 juta. Lantas, Adi Wicaksono yang mengaku kepada
para korban nya sebagai orang nomor tiga
di PT Pertamina itu bekerjasama dengan terdakwa Ernani untuk mengawal para korban
lolos dari berbagai rangkaian tes saat pendaftaran calon Bintara Polri 2014
lalu.
Selain itu, untuk meyakinkan para
korbannya itu,Adi juga mengaku memiliki hubungan kekerabatan dengan mantan Kapolri Sutarman. (Komang)