Jaksa Arief Faturrahman dan Jaksa Feri Rahman juga ikut diperiksa
KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Dugaan pemerasan yang dilakukan Jaksa Swaskito Wibowo atau kerap disapa Kito terhadap Go Kho Yuan alias Ayen alias Stenly Bin Go Hok Thian, terdakwa kasus narkoba langsung direspon cepat oleh Bidang Pengawasan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim.
Rabu (27/8/205) Tiga orang dari Bidang Pengawasan Kejati Jatim tersebut mendatangi Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya untuk melakukan pemeriksaan terhadap Jaksa Kito. Tim pemeriksa itu tiba di Kejari Surabaya sekitar pukul 09.00 WIB.
Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejari Surabaya, Joko Budi Darmawan membenarkan pemeriksaan tersebut. Namun Joko tak mau mengomentari terkait materi pemeriksaan, dia menyerahkan sepenuhnya hasil pemeriksaan tersebut kepada tim pemeriksa. "Iya benar tapi saya tidak bisa mengomentari ini, karena bukan kewenangan saya,"jelasnya saat dikonfirmasi diruang kerjanya.
Selain Jaksa Kito, tim pemeriksa dari Bidang Pengawasan Jatim tersebut juga melakukan pemeriksaan terhadap Jaksa Ke 2 dalam kasus ini, yakni Arief Fathur Rahman dan Jaksa Feri Rahman (Jaksa Pengganti saat kasus ini disidangkan di PN Surabaya,red).
"Pemeriksaannya diruang Upaya Hukum Eksekusi dan Eksaminasi (UHEKSI),"sambung Joko.
Diterangkan Joko, Jaksa Kito menyangkal adanya upaya pemerasan yang dilakukan terdakwa Stanly."Saya sudah konfirmasi ke yang bersangkutan, tapi Kito mengaku tidak melakukan apalagi ada pertemuan,"jelasnya.
Sementara, saat ditanya terkait perkara yang tidak disidangkan sendiri oleh Jaksa Kito saat kasus ini disidangkan, Kasipidum ini tak begitu mempermasalahkannya. Padahal Jaksa Kito sendiri sering menggantikan persidangan kasusnya ke jaksa lain.
"Kalau kemarin memang Kito ada tugas ke Blitar, dan aturan internal di Kejaksaan, bisa saja jaksa lain menggantikannya tapi yang bertanggung jawab terhadap perkara tetap jaksa yang menangani perkara ini,"ujarnya.
Terpisah, Salah seorang tim pemeriksa bidang pengawasan yakni, Sugihartono mengakui masih melakukan pemeriksaan seputar penanganan perkara yang disidangkan jaksa Kito dan belum menyentuh ke arah dugaan pemerasannya.
"Yang kita periksa baru seputar penanganan kasus ini saat dilimpahkan ke Kejari Surabaya, mulai dari P 16 (Penujukan) saja, hingga ke penuntutan,"terangnya disela-sela jeda pemeriksaan.
Dijelaskan Sugiharto, pemeriksaan tersebut dilakukan berdasarkan perintah atau sprint dari Asisten Pengawasan (Aswas) Kejati Jatim. Sementara pemeriksaan itu tidak harus dari korban atau pelapor. "Meski tidak ada laporan dari korban, kami juga bisa melakukan pemeriksaan berdasarkan informasi dari media, dan pemeriksaan ini ada sprintnya,"jelasnya saat dikonfirmasi.
Sementara, Kajari Surabaya Tomo Sitepu enggan berkomentar terkait kasus ini, dia berdalih baru mengetahui permasalah ini. "Saya aja baru tau, sory saya tinggal ke Kejati dulu ya,"kilahnya.
Seperti diketahui, aksi pemerasan itu diungkapkan terdakwa Satnly saat menjalani persidangan dengan agenda vonis. Sebelum vonis dibacakan, terdakwa yang tinggal di Jalan Wonorejo Gang III Surabaya itu meminta majelis hakim yang diketuai Musa Arief Aini meringankan hukumannya karena telah membayar ke Jaksa Kito.
Namun, permohonan itu diabaikan Hakim Musa karena dianggap diluar materi perkara, Terdakwa pun divonis 5,6 tahun dan denda Rp 1 milliar subsidair 4 bulan kurungan.
Lantaran tak puas, terdakwa pun mengajukan banding, hal serupa juga dilakukan jaksa Feri Rahman selaku pengganti Jaksa Kito. Meski Feri bukan jaksa yang bertanggung jawab terhadap kasus ini, namun dengan lantang Jaksa Feri juga menyatakan Banding.
Vonis 5,6 tahun ini semakin membuka aib Jaksa Kito, istri terdakwa yakni Nely akhirnya membuka blak-blakan terhadap sejumlah awak media akan sepak terjang kotor Jaksa Kito.
Usai persidangan, Nely mengaku telah diminta sang jaksa untuk menyerahkan uang sebesar Rp 450 juta dengan dalih agar suaminya bisa direhabilitasi.
Namun permohonan itu tak bisa dipenuhi Nely, hingga akhirnya, Jaksa Kito pun memberikan kortingan dari bandrol yang diminta, namun bukan hukuman rehabilitasi melainkan vonis minimal. Tak tanggung-tanggung, harga vonis hukuman minimal tersebut didiskon hingga lebih dari setengahnya, yakni Rp 150 juta.
Dari angka 150 juta itu, Nely baru membayar Rp 80 juta dan sisanya yang Rp 70 juta akan diberikan sebelum tuntutan. "Pada bulan februari saya antarkan uang sebanyak 80juta dan saya disuruh masuk ke mobil pak Kito,kalau gak salah dia pada saat itu pakai mobil Innova warna hitam didepan halaman kejaksaan Sukomanunggal,saya disuruh masuk ke Mobil dan saya serahkan uang dengan amplop besar warna coklat. Uang 80 juta itu hanya tanda jadi dan sisanya akan segera saya bayar,namun jaksa Kito menuntut suami saya 7 tahun penjara,padahal uang itu hasil pinjaman dari kerabat saya,"ungkapnya di PN Surabaya, Selasa (26/5/2015).
Seperti diketahui, terdakwa Satnley ditangkap oleh Polisi pada 8 Desember 2014 di daerah jalan Dukuh Kupang Surabaya dengan mengendarai mobil Honda Jazz dengan No Pol L 1968 PH. Saat digeledah, Polisi berhasil menemukan sabu seberat 0,47 gram yang disimpan dilantai mobil. Selain itu Petugas juga sarana untuk membakar sabu berupa kompor yang ditemukan didalam saku terdakwa.
Polisi juga menemukan satu timbangan elektrik merk camry yang berada dilaci mobil. Barang haram tersebut diketahui dibeli dari seseorang yang bernama Cak Lam dikawasan pasar Sidotopo Surabaya. (Komang)