Menurut Wardana, dalam release yang dikirim ke redaksi kabarprogresif.com,dugaan korupsi ini terjadi karena penyedia barang, yakni CV. Ardin Karya Bersama, yang beralamat di. Jl. RA Kartini RT 02/ RW 07, desa Dinoyo, kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur dalam mengirim barang ternyata mengurangi jumlah dan kualitas barang yang ditentukan didalam dokumen pengadaan.
"Ini bisa dilihat dan diperiksa oleh aparat hukum agar diketahui bahwa sampai sekarang barang yang dikirim diindikasikan banyak yang berupa kardus atau kemasan kosong tidak ada isinya. Diduga hal ini adalah untuk mengelabui bahwa seolah-olah barang sudah dikirim sesuai jumlah yang ditentukan dalam dokumen pengadaan, akan tetapi sebenarnya hanya dikirim separuhnya saja", tutur Choirul koordinator Wardana
Menurut lembaga yang berkantor di daerah jalan Kalibutuh Surabaya ini, meskipun barang hanya dikirim separuh, akan tetapi oleh PPK dan PPTK dalam pemeriksaan menyatakan bahwa barang sudah dikirim sebanyak jumlah yang ditentukan dalam dokumen pengadaan. Dan penyedia barang akhirnya dibayar 100% meskipun barang yang dikirim hanya 60%, akan tetapi dibuat pelaporan bahwa seolah-olah barang sudah dikirim 100%.
"Ini menandakan ada indikasi bahwa penyedia barang dan dinas pendidikan yakni PPK (pejabat pembuat komitmen) serta PPTK (pejabat pelaksana teknis) melakukan persekongkolan untuk mencari keuntungan dan memperkaya diri dengan merugikan keuangan negara melalui cara mengurangi jumlah barang yang ditentukan dalam dokumen pengadaan", ujar choirul yang wanti-wanti agar alamat lengkap lembaganya tidak dipublikasikan
"Selain diduga mengurangi jumlah barang, diduga penyedia barang bersama PPK dan PPTK juga diindikasikan mengurangi kualitas yang ditentukan oleh petunjuk teknis DAK pendidikan, ini bisa dilihat diantaranya pada papan basket, dimana seharusnya papan terbuat dari kayu, akan tetapi yang dikirim adalah papan dari triplek. Akibatnya papan basket tidak bisa digunakan sebagaimana mestinya, karena dengan papan dari triplek, bola tidak bisa memantul", ujar koordinator Wardana - warga peduli dana pendidikan ini.
"Ini sama saja dengan mubazir dan merupakan pemborosan uang negara, karena membeli barang yang tidak bisa dipakai karena barang yang dikirim dikurangi kualitasnya", tambahnya
Selain itu menurut Wardana, juga bisa diperiksa bahwa barang-barang lain yang dikirim hampir semua dikurangi jumlah dan kualitasnya.
Lebih lanjut Wardana menjelaskan bahwa dugaan persekongkolan ini sebenarnya tampak sejak awal dimulainya pelelangan, dimana PPK dan panitia pengadaan menempatkan syarat yang aneh2 agar bisa menjadi pemenang atau penyedia barang, misalnya untuk bola sepak harus mendapat sertifikat FIFA, padahal dalam petunjuk teknis DAK hanya disebut bahwa bola harus berstandard FIFA.
Dengan memasang ketentuan harus bersertifikat FIFA hanyalah alasan untuk menggugurkan peserta lelang yang lain. Padahal pemenang lelang yang akhirnya ditunjuk menjadi penyedia barang itu sendiri, produknya juga tidak mempunyai sertifikat FIFA. Karena produk bola yang ditawarkan dan dikirim oleh penyedia bukan produk yang sudah mendapat sertifikat FIFA.
Selain itu juga ada syarat agar peserta lelang bisa menjadi penyedia, yakni bahwa produk dari produsen yang ditawarkan harus sudah mendapatkan rekomendasi dari PSSI
Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah memang ada pabrik/produsen bola di Indonesia yang produknya sudah diuji oleh FIFA dan mendapat sertifikat dari FIFA? dan apakah memang benar PSSI mengeluarkan rekomendasi bahwa hanya produk dari produsen tertentu saja yang boleh dijual di masyarakat?
Kepala Dinas Pendidikan kabupaten Jember, bapak Bambang Hariono ketika dikonfirmasi pada ponselnya 081336150999 belum memberi jawaban terkait laporan dari Wardana ini. (arf)