Mirip dengan proyek pengadaan internet RT/RW pelanggan antara Pemkot dengan PT Telkom Divre Jatim
KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Sistem e-procurement (LPSE) yang di-unggulkan Walikota Surabaya Tri Ris-maharini, ternyata tak semudah membalikkan telapak tangan dalam memerangi korupsi.
Celah untuk berbuat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ternyata masih saja dilaku-kan.
Beberapa proyek yang terendus ber-bau korupsi diakhir masa kepemimpinan Risma sapaan walikota Surabaya semakin diperlihatkan. Tak tanggung-tanggung ni-lainya pun cukup menggiurkan yakni men-capai miliaran rupiah.
Hal ini semakin menunjukkan bila para pejabat pemegang proyek ‘bermasalah’ ini ingin menghancurkan citra Tri Risma-harini.
Proyek yang notabebe ditenderkan na-mun pada kenyataannya hanya kamuflase belaka. Tak ubahnya dilakukan dengan sistem penunjukan langsung.
Alhasil modus yang dilakukan seperti ini bisa dikatakan cukup berjalan sukses dan mulus.
Masih ingat pada tahun 2011-2012 pada proyek pengadaan internet RT/RW pelanggan antara Pemkot dengan PT Tel-kom Divre Jatim.
Nah pada proyek tersebut, nilai keber-hasilan dalam mengelabui bisa dikatakan cukup sukses meski pada pemasangan titik sambungan internet belum sepenuh-nya terpenuhi bahkan juga melanggar adendum kontrak kerja namun hal tersebut tak menjadi masalah.
Berkaca pada keberhasilan proyek internet RT/RW tersebut, kali ini, Pemkot Surabaya melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya men-coba kembali.
Parahnya nilai anggarannya jauh lebih besar dari proyek internet RT/RW yakni mencapai Rp. 7,5 miliar.
Namun untuk proyek ini, seolah-olah telah terencana, sebab tak ingin ada kega-galan sedikitpun seperti pada proyek internet RT/RW.
Sayangnya modusnya tetap sama, pa-da proyek pengadaan lampu LED pene-rangan jalan umum (PJU). Proyek ini dise-but-sebut telah terjadi kongkalikong untuk memenangkan salah satu rekanan DKP pada e-procurement putaran IX TA 2015.
Caranya yakni hasil lelang diduga telah diskenario. Pasalnya persyaratan yang diberikan unit layanan pengadaan (ULP), mencantumkan beberapa komponen lam-pu yang hanya dipunyai LED pabrikan ter-tentu.
Beberapa sumber yang sempat dijum-pai Progresif mengatakan persyaratan yang dikeluarkan seolah-olah telah diatur sedemikian rupa, hal ini dibuat agar yang akan memenangkan lelang tersebut yakni produk pabrikan.
Indikasi kesengajaan ini dibuat untuk memenangkan produk pabrikan diantara-nya, kompenan rumah lampu (housing), modul LED, driver dan SPD (surge protection device) merupakan komponen inde-penden dan terpisah satu dengan lainnya sehingga bisa dilihat secara visual. Padahal, setiap lampu LED bermerk resmi sudah dilengkapi SPD didalamnya dan fungi SPD adalah memproteksi terha-dap tegangan kejut (termasuk gangguan petir).
“Nilai ekonomisnya ada, sebab kalau rusak, tidak harus memperbaiki semuanya cukup salah satunya saja yang rusak. Masalahnya, setiap lampu LED itu SPD nya di dalam. Hanya satu fabrikan saja yang ada diluar. Ini terkesan disengaja agar peserta dengan pabrikan lain tidak bisa ikut lelang. Disini ini letak KKN- nya,” jelas salah satu sumber internal DKP yang me-wanti-wanti agar namanya tidak dipublikasikan.
Masih kata dia, Padahal, setiap peker-jaan pastinya ada jaminan. Jika memang ada yang rusak atau lampunya mati, men-jadi tanggung jawab pemenang lelang. Jaminan pun berlangsung selama 5 ta-hun.
Sikap ini tentu saja disayangkan. Pa-salnya, sistem layanan pengadaan sistem e-proc (LPSE) telah milik Pemkot Surabaya ini menjadi pilot project dan jujugan pem-kot/pemkab lain untuk belajar.
“Kita sangat menghargai proses lelang lewat e-proc, hanya saja masih ada celah oknum yang memanfaatkan untuk meme-nangkan peserta lelang dengan fabrikan tertentu. Ini yang biasa terjadi, syarat ad-ministrasi yang meng ada-ada,” katanya.
Informasi yang dihimpun, dugaan per-sengkongkolan lelang pengadaan lampu jalan raya LED setelah munculnya nama PT Sarana Dwi Makmur sebagai peme-nang. Pengadaan senilai Rp 7,5 miliar atau Rp 7.539.840.000, terindikasi dimainkan dengan memasukkan persyaratan yang hanya dimiliki satu pabrikan tertentu.Anehnya lagi, rekanan yang meme-nangkan lelang tersebut berada di posisi 8 dalam rank yang dibuat ULP, karena mempunyai penawaran tertinggi Rp 7,244 miliar. (arf)
KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Sistem e-procurement (LPSE) yang di-unggulkan Walikota Surabaya Tri Ris-maharini, ternyata tak semudah membalikkan telapak tangan dalam memerangi korupsi.
Celah untuk berbuat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ternyata masih saja dilaku-kan.
Beberapa proyek yang terendus ber-bau korupsi diakhir masa kepemimpinan Risma sapaan walikota Surabaya semakin diperlihatkan. Tak tanggung-tanggung ni-lainya pun cukup menggiurkan yakni men-capai miliaran rupiah.
Hal ini semakin menunjukkan bila para pejabat pemegang proyek ‘bermasalah’ ini ingin menghancurkan citra Tri Risma-harini.
Proyek yang notabebe ditenderkan na-mun pada kenyataannya hanya kamuflase belaka. Tak ubahnya dilakukan dengan sistem penunjukan langsung.
Alhasil modus yang dilakukan seperti ini bisa dikatakan cukup berjalan sukses dan mulus.
Masih ingat pada tahun 2011-2012 pada proyek pengadaan internet RT/RW pelanggan antara Pemkot dengan PT Tel-kom Divre Jatim.
Nah pada proyek tersebut, nilai keber-hasilan dalam mengelabui bisa dikatakan cukup sukses meski pada pemasangan titik sambungan internet belum sepenuh-nya terpenuhi bahkan juga melanggar adendum kontrak kerja namun hal tersebut tak menjadi masalah.
Berkaca pada keberhasilan proyek internet RT/RW tersebut, kali ini, Pemkot Surabaya melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya men-coba kembali.
Parahnya nilai anggarannya jauh lebih besar dari proyek internet RT/RW yakni mencapai Rp. 7,5 miliar.
Namun untuk proyek ini, seolah-olah telah terencana, sebab tak ingin ada kega-galan sedikitpun seperti pada proyek internet RT/RW.
Sayangnya modusnya tetap sama, pa-da proyek pengadaan lampu LED pene-rangan jalan umum (PJU). Proyek ini dise-but-sebut telah terjadi kongkalikong untuk memenangkan salah satu rekanan DKP pada e-procurement putaran IX TA 2015.
Caranya yakni hasil lelang diduga telah diskenario. Pasalnya persyaratan yang diberikan unit layanan pengadaan (ULP), mencantumkan beberapa komponen lam-pu yang hanya dipunyai LED pabrikan ter-tentu.
Beberapa sumber yang sempat dijum-pai Progresif mengatakan persyaratan yang dikeluarkan seolah-olah telah diatur sedemikian rupa, hal ini dibuat agar yang akan memenangkan lelang tersebut yakni produk pabrikan.
Indikasi kesengajaan ini dibuat untuk memenangkan produk pabrikan diantara-nya, kompenan rumah lampu (housing), modul LED, driver dan SPD (surge protection device) merupakan komponen inde-penden dan terpisah satu dengan lainnya sehingga bisa dilihat secara visual. Padahal, setiap lampu LED bermerk resmi sudah dilengkapi SPD didalamnya dan fungi SPD adalah memproteksi terha-dap tegangan kejut (termasuk gangguan petir).
“Nilai ekonomisnya ada, sebab kalau rusak, tidak harus memperbaiki semuanya cukup salah satunya saja yang rusak. Masalahnya, setiap lampu LED itu SPD nya di dalam. Hanya satu fabrikan saja yang ada diluar. Ini terkesan disengaja agar peserta dengan pabrikan lain tidak bisa ikut lelang. Disini ini letak KKN- nya,” jelas salah satu sumber internal DKP yang me-wanti-wanti agar namanya tidak dipublikasikan.
Masih kata dia, Padahal, setiap peker-jaan pastinya ada jaminan. Jika memang ada yang rusak atau lampunya mati, men-jadi tanggung jawab pemenang lelang. Jaminan pun berlangsung selama 5 ta-hun.
Sikap ini tentu saja disayangkan. Pa-salnya, sistem layanan pengadaan sistem e-proc (LPSE) telah milik Pemkot Surabaya ini menjadi pilot project dan jujugan pem-kot/pemkab lain untuk belajar.
“Kita sangat menghargai proses lelang lewat e-proc, hanya saja masih ada celah oknum yang memanfaatkan untuk meme-nangkan peserta lelang dengan fabrikan tertentu. Ini yang biasa terjadi, syarat ad-ministrasi yang meng ada-ada,” katanya.
Informasi yang dihimpun, dugaan per-sengkongkolan lelang pengadaan lampu jalan raya LED setelah munculnya nama PT Sarana Dwi Makmur sebagai peme-nang. Pengadaan senilai Rp 7,5 miliar atau Rp 7.539.840.000, terindikasi dimainkan dengan memasukkan persyaratan yang hanya dimiliki satu pabrikan tertentu.Anehnya lagi, rekanan yang meme-nangkan lelang tersebut berada di posisi 8 dalam rank yang dibuat ULP, karena mempunyai penawaran tertinggi Rp 7,244 miliar. (arf)