Tersangka Rugikan Rp 40 miliar, Tak Setorkan Pajak dari PPN yang dipungut
KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim menerima pelimpahan tahap II (penyerahan tersangka dan barang bukti,red) kasus dugaan penyalahgunaan Surat Pemberitahuan (SPT) atas nama PT TD yang hasil penjualannya tidak dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Masa PNN dari Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak), Selasa (28/7/2015)
Penyidikan yang dilakukan Direktur Intelijen dan Penyidikan Pajak atas tersangka YO (47) mantan Direktur PT TD, dilimpahkan ke Kejati Jatim untuk kemudian di tahap II kan di Kejari Surabaya sesuailocus delictiInya (tempat perkara). Tersangka yang pernah menjadi DPO ini, diketahui melakukan penyalagunaan pajak sejak Januari 2005 sampai Desember 2007.
Direktur Intelijen dan Penyidikan Pajak Yuli Kristiyono menjelaskan, modus yang digunakan YO yakni, dirinya membuat dua rekening untuk menampung hasil penjualan. Rekening pertama, hasil penjualannya dilaporkan dalam SPT. Sedangkan rekening kedua, hasil penjualannya tidak dilaporkan dalam SPT.
Selain itu, YO diduga melakukan pemungutan PPN pada konsumennya dalam penjualan barang dibidang industri pengolahan miliknya. Parahnya, hasil pungutan PPN barang yang dijualnya tidak masuk ke kas negara, melainkan masuk ke kantong pribadinya. Dari perbuatan YO, negara dirugikan sebesar Rp 40.680 miliar.
“Selama dugaan penyalagunaan ditahun 2005-2009, jumlah kerugian negaranya tidak bertambah, tetap Rp 40.680 miliar. Sebab, perhitungan kerugian keuangan negara tidak menerapkan sistem bunga, melainkan sesuai data histori awal pengusutan,” tegas Yuli Kristiyono saat proses tahap II di Kejati Jatim, Selasa (28/7).
Yuli menegaskan, siapapun wajib pajak yang melanggar atau melakukan penyalahgunaan di bidang pajak, pihaknya (Ditjen Pajak) siap mengusut kasus tersebut ke rana pidana. Ditjen Pajak, lanjut Yuli, siap mendukung Kejaksaan dalam proses penuntutan, baik itu permintaan fakta-fakta untuk memperkuat proses penyidikan sehingga segera diserahkan ke Pengadilan.
Atas perbuatannya, YO disangka dengan UU No 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana diubah dalam UU No 16 tahun 2009, dengan ancaman pidana penjara maksimal 6 (enam) tahun dan denda maksimal 6 (enam) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Terkait dugaan keterlibatan oknum pegawai pajak dalam kasus ini, Yuli menegaskan bahwa tidak ada keterlibatan orang dalam. “Siapapun (oknum pegawai pajak) orangnya yang terlibat, akan kita proses sesuai fakta dan bukti,” katanya.
Sementara itu, Direktur Penuntutan pada Jampidsus Kejagung RI Eddy Rakamto menambahkan, setelah melakukan MoU dengan Ditjen Pajak, pihaknya siap membantu mengusut kasus pajak. Terhadap wajib pajak yang terbukti melakukan pelanggaran, pihaknya siap melakukan Penegakan Hukum (law enforcement).
“Kita harus mendukung target Pemerintah terkait pencapaian dari pajak senilai Rp 1.296 triliun. Dari kerjasama dengan Ditjen Pajak, Kejagung menerima 37 perkara penyalagunaan perpajakan,” tambah Eddy Rakamto.
Terkait tidak ada penahanan terhadap YO, meskipun dirinya pernah dinyatakan sebagai DPO, Eddy mengaku hal itu sesuai dengan kebijakan Kejari Surabaya. “Sesuai locus delictinya, penahanan tersangka merupakan kewenangan dari Kejaksaan,” imbuhnya.
Mengenai tahap II kasus ini, Kepala Kejati (Kajati) Elvis Johnny mengaku, Kejati Jatim dan Kejari Surabaya akan secepatnya melimpahkan perkara ini ke pengadilan. “Secepatnya akan kita limpah ke Pengadilan,” singkatnya.
Selain tahap II tersangka YO, Kejati Jatim juga menerima tahap II tersangka NWS (54) dan AS. Tersangka pria dan wanita itu diduga melakukan tindak pidana menerbitkan faktur pajak tidak sah (faktur pajak yang tak didasari transaksi sebenarnya) untuk keuntungan sendiri. Modusnya yakni, menjual faktur pajak yang diterbitkan oleh PT CAP dan PT CBT.
Penyidikan tersangka NWS dan AS merupakan pengembangan dari kasus sebelumnya atas tersangka MM alias MR alias H alias G alias TP. Dari kasus ini, diduga menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sebesar Rp 55.146 miliar. Atas perbuatannya, NWS dan AS diancam pidana penjara maksimal 6 (enam) tahun dan denda maksimal 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak. (Komang)