Sementara Kapolres Tanjung Perak Surabaya AKBP Arnapi membenarkan bahwa pihak PN Surabaya sudah mengajukan permohonan pengamanan eksekusi, namun Arnapi enggan menyebut kapan eksekusi bakal dilakukan. " Memang ada pengajuan pengamanan dari PN Surabaya, cuma saya lagi rapat ini," ujar Arnapi melalui selulernya.
Terpisah, kuasa hukum PT Cinderella DR Budi Kusumaningatik SH MH mengaku tidak mengetahui bahwa PN Surabaya akan melakukan eksekusi, sebab sampai saat ini tidak ada pemberitahuan dari pihak PN Surabaya ke PT Cinderella.
Dia menambahkan, apabila PN Surabaya tetap ngotot melakukan eksekusi maka PN Surabaya sudah melawan produk hukum berupa putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap.
"Kalau tetap melakukan eksekusi maka PN Surabaya telah melanggar HAM karena status kepemilikan pabrik tersebut sudah sah dan jelas. Dan kita selaku pihak yang menguasai lahan juga tidak pernah diberitahu pelaksanaan eksekusi ini, seakan-akan keberadaan ribuan buruh ini hanya boneka saja yang seenaknya saja mau diusir," ujar Atik.
Sebelumnya, berdasarkan sumber yang didapat, bahwa PN Surabaya telah melakukan koordinasi dengan Pengadilan Tinggi (PT) untuk melakukan eksekusi. Bahkan PN Surabaya juga dikabarkan sudah meminta pengamanan untuk pelaksanaan eksekusi yang rencananya dilakukan 28 Agustus 2015 besok.
Namun ketika Ketua PN Surabaya Nur Hakim dikonfirmasi terkait rencana eksekusi tersebut, dia tidak memberikan komentar. “Saya tidak mau berkomentar soal itu, tanya saja pihak lain atau tanya ke eksekutor, saya mau ke PT, ada rapat,” katanya sambil berlenggang pergi. Akan tetapi, dari sumber di PN menyebutkan bahwa selama sepekan terakhir ini PN sering berkoordinasi dengan PT terkai pelaksanaan eksekusi Ini.
Disatu sisi, PT CVI juga mengirimkan surat keberatan ke Pengadilan Tinggi terhadap pelaksanaan eksekusi tersebut. Alasannya adalah putusan PK MA RI Nomer 232 PK/Pdt/2012 tertanggal 20 Nopember 2012 bahwa PT CVI adalah pemilik sah lahan di jalan Tanjungsari 73-75 tersebut.
Dalam surat tersebut diputuskan bahwa pemohon PK yaitu PT Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL) Pendawa telah ditolak oleh majelis hakim agung pemeriksa PK yang diketuai oleh Mohammad Saleh. Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim agung berpendapat bahwa PK yang diajukan oleh PT EMKL Pendawa, tidak dapat dibenarkan. Hal itu dikarenakan, majelis hakim agung tidak melihat adanya kekeliruan yang dilakukan majelis hakim sebelumnya dalam mengambil putusan.
Majelis hakim agung juga enam bukti baru (novum) yang diajukan PT EMKL Pendawa selaku pemohon PK, bukanlah termasuk bukti yang menentukan dalam perkara sengketa ini. Tidak disertakan PT CVI sebagai tergugat dalam perkara bernomor 191/PDT.G/2006/PN.SBY, juga merupakan salah satu alasan majelis hakim agung untuk menolak pengajuan PK.
Selain mengantongi kepemilikan SHGB No 30/kel Asemrowo, status posisi PT CVI, yang saat ini menguasai obyek perkara tanah, membuat majelis hakim agung berpendapat bahwa PT CVI lah pemilik tanah obyek sengketa seluas 25.590 m2 tersebut.
Selain menolak pengajuan PK, putusan majelis hakim agung juga menghukum PT EMKL Pendawa untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp 2,5 juta rupiah. Putusan PK ini merupakan putusan akhir diatas semua putusan pengadilan yang ada. (arf)