Hal tersebut diungkapkan advokat Gedejanto.Dia mengklaim bahwa dirinyalah yang sah ditunjuk oleh Moeksaid Suparman untuk mengurusi segala permasalahan hukum yang menyangkut pelaksanaan eksekusi dengan PT Cinderella Villa Indonesia (CVI).
" Saya ditunjuk almarhum Suparman sebagai kuasa pelaksanaan eksekusi berdasarkan surat kuasa tertanggal 11 Nopember 2011," ujar Gede, Senin (31/8/2015).
Menurut Gede, dengan ditunjuk dirinya sebagai kuasa pelaksanaan eksekusi maka surat kuasa ke pihak lain termasuk Rakhmat Santoso sifatnya tidak sah alias liar.
" Dengan pengajuan eksekusi berdasarkan surat kuasa yang liar maka bisa dipidanakan," ujar Gede.
Menurut Gede, setelah dirinya menerima surat kuasa dari Soeparman beberapa bulan kemudian tepatnya Desember 2011 muncul surat ke PN Surabaya dari Rakhmat Santoso yang meminta agar PN Surabaya melakukan eksekusi PT CVI.
" Kemudian saya dan pak Parman datang ke PN Surabaya menjelaskan bahwa saya yang ditunjuk sebagai kuasa yang sah.Kemudian surat Rakhmat Santoso dikembalikan lagi ke pak Parman oleh PN," tambahnya.
Gede menambahkan, dalam pelaksanaan eksekusi PT CVI ini sudah ditunggangi oleh pihak-pihak tertentu termasuk para markus yang disinyalir menjadi pendana dalam rencana pelaksanaan eksekusi ini.
Namun, sayangnya ketua PN Surabaya Nur Hakim belum juga bersedia memberikan statmen atas eksekusi ini.
Humas PN Surabaya Burhanuddin membenarkan pelaksanaan eksekusi ini. Menurutnya pihak PN sudah mempersiapkan dan berkoordinasi dengan pihak terkait dalam pelaksanaan eksekusi. " Tinggal pelaksanannya saja," ujar Burhan.
Disatu sisi, PT CVI juga mengirimkan surat keberatan ke Pengadilan Tinggi terhadap pelaksanaan eksekusi tersebut. Alasannya adalah putusan PK MA RI Nomer 232 PK/Pdt/2012 tertanggal 20 Nopember 2012 bahwa PT CVI adalah pemilik sah lahan di jalan Tanjungsari 73-75 tersebut.
Dalam surat tersebut diputuskan bahwa pemohon PK yaitu PT Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL) Pendawa telah ditolak oleh majelis hakim agung pemeriksa PK yang diketuai oleh Mohammad Saleh. Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim agung berpendapat bahwa PK yang diajukan oleh PT EMKL Pendawa, tidak dapat dibenarkan. Hal itu dikarenakan, majelis hakim agung tidak melihat adanya kekeliruan yang dilakukan majelis hakim sebelumnya dalam mengambil putusan.
Majelis hakim agung juga enam bukti baru (novum) yang diajukan PT EMKL Pendawa selaku pemohon PK, bukanlah termasuk bukti yang menentukan dalam perkara sengketa ini. Tidak disertakan PT CVI sebagai tergugat dalam perkara bernomor 191/PDT.G/2006/PN.SBY, juga merupakan salah satu alasan majelis hakim agung untuk menolak pengajuan PK.
Selain mengantongi kepemilikan SHGB No 30/kel Asemrowo, status posisi PT CVI, yang saat ini menguasai obyek perkara tanah, membuat majelis hakim agung berpendapat bahwa PT CVI lah pemilik tanah obyek sengketa seluas 25.590 m2 tersebut.
Selain menolak pengajuan PK, putusan majelis hakim agung juga menghukum PT EMKL Pendawa untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp 2,5 juta rupiah. Putusan PK ini merupakan putusan akhir diatas semua putusan pengadilan yang ada. (arf)