KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Kasus pemalsuan paspor haji yang saat ini disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menguak sejumlah fakta baru yang tidak terungkap dalam penyidikan.
Fakta baru tersebut terungkap saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rahmat Harry Basuki menghadirkan Kasi Perijinan Kantor Imigrasi Tanjung Perak yakni Catur Adi Putro pada persidangan yang digelar diruang sidang garuda,Rabu (2/9/2015).
Pada persidangan ini, Saksi yang digadang-gadang dapat memberatkan para terdakwa malah berbalik arah menjadi meringankan posisi para terdakwa.
Ringannya keterangan saksi Adi ini dikarenakan tak satupun keterangannya dapat mengungkap keterlibatan para terdakwa.
Saksi Adi hanya mengungkapkan adanya peranan calo atau biro jasa yang dilegalkan Imigrasi Tanjung Perak dalam pengurusan paspor haji atas nama Susilowati dan Djak'far Shodik Mahfudz
Selain itu, Kasi Perijinan Imigrasi Tanjung Perak ini mengakui, paspor milik Susilowati dan Djak'far dikeluarkan oleh institusinya.
Namun, Adi tak mengetahui adanya penambahan nama pada halaman ke dua dan ke empat paspor Susilowati menjadi Susilowati Muhammad Djufrianto. Sedangkan Djak'far menjadi Djak'far Shodik Mahfudz.
Masalah ini baru diketahui setelah dirinya mendapat informasi melalui telephone dari petugas Kantor Imigrasi Surabaya pada 2014 lalu. Saat itu petugas mendapati 5 paspor palsu milik jamaah haji Embarkasi Surabaya dari kloter 22 (4 paspor) dan kloter 60 (1 paspor),dua diantaranya diterbitkan oleh Imigrasi Tanjung Perak.
"Fisiknya, saya ketahui setelah penyidikan di Polda Jatim,"jelasnya.
Dijelaskan saksi Adi, sesuai dengan peraturan, pemohon paspor haji harus memiliki tiga nama. Dan jika pemohon hanya memiliki satu nama, maka pihak pemohon harus mengajukan nama tambahan yang tidak lepas dari induk nama atau Indusment.
"Itupun harus seijin dari Imigrasi yang mengeluarkan paspor,"terangnya.
Berbeda bagi pemohon yang mengajukan perubahan nama, berbagai prosedur harus dilakukan termasuk adanya penetapan dari pengadilan serta adanya rekomendasi dari Kemenag dan rekomendasi dari perusahaan pemberangkatan haji atau umroh.
Selain itu, kejanggalan juga terlihat pada penyimpanan data di Kantor Imigrasi Tanjung Perak. Data-data pengajuan paspor berupa berkas atau hard copy tidak lagi tersimpan dengan sempurna, sebaliknya, data-data tersebut malah dihilangkan dengan cara dibakar.
"Yang kami simpan hanya soft copy saja, kalau hard copy nya kami bakar dan itu kami lakukan sejak 2013 lalu hingga sekarang,"Jelas saksi Adi.
Jika paspor tersebut asli, lantas apa peranan para terdakwa dengan kasus ini ?. Padahal para terdakwa yang terdiri dari Lima Pegawai Bank Muamalat Syariah Cabang Darmo Surabaya, satu PNS Kemenag Sidoarjo, satu PNS Kemenag Surabaya,Dua orang Pembimbing Pondok Pesantren Nurul Iman) dan Ilham dari perusahaan travel Mudita tidak memiliki kapasitas penerbitan paspor dalam kasus ini.
Menurut Jaksa Rahmat Hary Basuki, Pihaknya masih menelisik adanya dugaan keterlibatan oknum Imigrasi Tanjung Perak dalam kasus ini. Pria yang bertugas di Kejati Jatim ini pun terlihat heran dengan penyidik Kepolisian yang tidak menyentuh Imigrasi selaku penerbit paspor haji.
"Semestinya memang harus ada tersangka baru, tapi masih kami kembangkan di persidangan ini,"pungkasnya saat dikonfirmasi.
Seperti diketahui, perkara ini menjerat 10 orang menjadi pesakitan, lima diantaranya merupakan pegawai Bank Muamalat Syariah, yakni M Subhan Zakaria, Choirul Anwar, Ninik Setyawati, Denis Godura dan Taufiq Rahman Humaidi dan Mohammad Anwari seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kantor Kementrian Agama (Kemenag) Sidoarjo, Achmad Candra, PNS Kemenag Kota Surabaya bagian pelaksana PHU serta HY,CHN (Pembimbing Pondok Pesantren Nurul Iman) dan Ilham dari perusahaan travel Mudita.
Jaksa pun mendakwa ke 10 terdakwa ini dengan jeratan pasal yang berbeda. Untuk terdakwa Ilham dari perusahaan tour didakwa melanggar Pasal126 huruf c UU Ri No 6 tahun 11 tentang keimigrasian jo pasal 53 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan M Subhan Zakaria, Choirul Anwar, Ninik Setyawati, Denis Godura dan Taufiq Rahman Humaidi, Mohammad Anwari, Acmad Candra, dan HY dan CHN didakwa melanggar Pasal 120 ayat 1 UU RI No 6 Tahun 2001 tentang Keimigrasian jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Meski demikian, Para terdakwa ini tidak ditahan sejak perkaranya bergulir di Penyidik Kepolisian, Kejaksaan hingga perkara ini disidangkan di PN Surabaya.
Jadwal sidang pun berubah-ubah, yang tadinya digelar setiap hari selasa, namun belakangan diketahui berubah setiap hari rabu. (Komang)