Tersandung Kasus Pungli Prona
KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya akhirnya menahan Lurah Penjaringan Sari, Wahyu Priherdianto (WP).
Wahyu ditahan dalam statusnya sebagai tersangka kasus dugaan pungutan liar (pungli) pengurusan Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) ditempatnya bertugas.
Sebelum ditahan, Wahyu menjalani pemeriksaan tahap II selama tiga jam lamanya, dia mendatangi Kejari Surabaya sekitar jam 11.30 WiB, dengan menggunakan baju kemeja bergaris dan mencangklong sebuah tas rangsel warna hitam.
Raut wajah Wahyu terlihat lemas dan pucat saat langkah kakinya berjalan menuju ruang penyidik Pidsus, sepertinya dia sudah mengetahui bakal ditahan saat berkas kasusnya dilimpahkan penyidik ke bagian penuntutan.
Tepat pukul 14.45 Wib, Wahyu keluar dari ruang penyidikan dan langsung digelandang oleh penyidik ke Mobil tahanan dan selanjutnya dibawa ke Rutan Medaeng. "Klien kami ditahan dan dibawa ke Rutan Medaeng,"ujar Susilo Haryoko, Pengacara tersangka Wahyu.
Menyikapi penahanan kliennya,Susilo Haryoko mengaku akan berupaya mengajukan penangguhan penahanan atau peralihan status penahanan. "Saya masih berupaya, karena tersangka ini menjabat sebagai lurah dan tenaga nya masih dibutuhkan masyarakat,"terangnya usai mendampingi tersangka saat pelimpahan tahap II.
Sementara, Kajari Surabaya, Didik Farkhan membenarkan penahanan itu. Penahanan tersebut dilakukan agar tersangka tidak menghilangkan barang bukti, kabur dan mengulangi perbuatannya. "Penahanan ini terhitung 20 hari lamanya, sejak 27 Oktober 2015 hingga 15 November 2015,"terang Didik saat dikonfirmasi diruang kerjanya.
Dijelaskan Didik, pihaknya hanya menetapkan satu tersangka saja. Pasalnya Wahyu dianggap orang yang paling bertanggung jawab dalam pungli pengurusan prona, yang semestinya bebas biaya, tapi oleh tersangka malah dipungut biaya.Besarnya pungutan itu bervariasi, mulai Rp 2 juta hingga Rp 4 juta. "Total pungutannya Rp 379 juta,"terangnya.
Dalam melakukan pungutan itu, tersangka Wahyu memerintahkan bawahannya dan membentuk sebuah panitia yang bertugas untuk mengumpulkan pundi-pundi pungutan.Selanjutnya, pungutan itu dikumpulkan dan diberikan ke tersangka Wahyu. "Pengakuannya, hasil pungutan itu dipakai untuk kepentingan operasional Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2014,"ungkapnya.
Dalam kasus ini Kajari menunjuk empat orang jaksa yang nantinya akan menyidangkan perkara ini di Pengadilan Tipikor Surabaya. Keempat jaksa itu yakni Endro Rizky, Jolvis Samboe, Wira Putra Buana dan Indra Timoty. "Secepatnya. Sebelum masa penahanan habis akan kita limpahkan ke Pengadilan Tipikor,"jelasnya.
Atas perbuatannya, penyidik telah mencantumkan beberapa pasal yang rencana akan didakwakan ke tersangka. Yakni melanggar Pasal 12 huruf B, Pasal 12 huruf E , Pasal 11 dan pasal 5 ayat 2 UU no 20 tahun 2001 tentang perubahan no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP."Ancaman hukumannya 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara,"jelasnya.
Sementara, terkait penahanan tersangka Wahyu, Kajari mengaku tidak memerlukan ijin dari Pj Walikota Surabaya. "Karena sejak kasus ini disidik, Pj Walikota sudah mengetahui dan kami tidak perlu memberitahukan penahanan ini,"pungkasnya.
Diungkapkan Didik, tidak menutup kemungkinan bakal ada tersangka lain dalam kasus ini. "Sementara memang baru satu orang, tapi kalau ditemukan fakta baru didalam persidangan, maka kami akan menindak lanjutinya,"ujarnya diakhir konfirmasi.
Seperti diketahui, Kasus pungli ini diusut Kejari Surabaya sejak awal 2015 lalu. Data yang dihimpun, peristiwa pungli itu terjadi pada 2014 lalu, saat itu Kelurahan Penjaringan Sari mengajukan pengurusan program sertifikat Prona dari BPN Surabaya 2.
Dalam program itu, ada 250 pemohon yang ikut mengajukan pengurusan prona. Sesuai ketentuannya, program ini gratis, pemohon tidak dikenakan biaya sama sekali. Hanya diwajibkan membayar biaya materai dan pengukuran. Namun, dalam prakteknya ternyata ada pungutan antara Rp 2 juta sampai Rp 4 juta untuk setiap pemohon. Pungutan itu dilakukan oleh pihak panitia yang dibentuk untuk menangani program ini.
Prona itu sejatinya merupakan program pemerintah untuk membantu dan memberi kemudahan kepada warga dalam mengurus sertifikat tanahnya. Namun, malah diselewengkan. Warga yang seharusnya mendapat bantuan malah kahwatir tidak jadi sertifikatnya jika tidak membayar uang sebanyak itu. Selain merugikan negara, penyelewengan ini juga merugikan masyarakat yang mengurus sertifikat tanahnya. (Komang)