KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Ada susana yang unik dalam persidangan kasus uang palsu (Upal) yang menjadikan Jimmy Kurniawan sebagai pesakitan.
Jimmy Kurniawan terlihat ngoceh nglantur dihadapan majelis hakim saat menjalani persidangan perdana di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (5/1/2016). Oleh Jaksa Fathol Rasyid dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, terdakwa yang memiliki gangguan kejiwaan itu diadili karena kasus peredaran uang palsu (upal).
Dalam dakwaan jaksa Fathol Rasyid terungkap, terdakwa ditangkap anggota Polsek Tegalsari saat berada di SPBU Jalan Dr Soetomo, Surabaya pada 26 Oktober lalu. Jimmy ditangkap karena diduga telah mengedarkan upal dengan cara membelikan bensin di SPBU tersebut. "Terdakwa mendapat upal pecahan Rp 50 ribu sebanyak 100 lembar dari seseorang yang bernama Gondo (DPO)," ujar jaksa Fathol.
Dalam kasus ini, terdakwa dijerat dengan pasal 36 ayat 3 UU RI nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang jo pasal 36 ayat 2 UU RI nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang. "Bahwa dari BAP Laboratotik Kriminalistik terungkap bahwa uang yang dibawa terdakwa merupakan uang rupiah palsu," katanya.
Namun kelakuan Jimmy terlihat aneh saat ditanya majelis hakim apakah dirinya mengerti atau tidak terkait dakwaan jaksa. Kepada majelis hakim, warga Jalan Karang Empat Besar, Surabaya itu justru bercerita bahwa dirinya pernah dipukuli oleh anggota Polsek Tegalsari dengan sebatang kayu. "Itu urusan anda dengan pengacara anda. Yang saya tanyakan adalah anda paham tidak dengan dakwaan jaksa," tanya majelis hakim kepada terdakwa.
Tak hanya itu, sebelum sidang majelis hakim sempat bertanya kepada apakah dirinya lulusan sarjana seperti dalam dakwaan jaksa. Lantas terdakwa mengiyakannya, namun terdakwa mengaku lulus saat semester lima. "Iya saya sarjana, saya lulus semester lima pak hakim," jelasnya kepada majelis hakim.
Usai sidang, Rahmat Hendro Saputro, kuasa hukum terdakwa mengatakan, terdakwa Jimmy tengah menderita gangguan jiwa. "Sejak umur 18 bulan terdakwa sudah mengalami gangguan jiwa sedang. Bukti bahwa klien saya mengalami gangguan jiwa adalah surat keterangan dari dokter spesialis anak yaitu dokter Saraswati Boerhan," terangnya pada kabar progresif.com.
Dalam surat keterangan dokter itu tertulis bahwa terdakwa sudah menjadi pasien dokter Sarawati sejak umur 18 bulan. Dalam surat keterangan dokter itu juga tertulis bahwa terdakwa tengah mengalami gangguan jiwa. "Kami sangat keberatan dengan dakwaan yang diajukan jaksa di persidangan," katanya.
Rahmat menambahkan, seharusnya kasus ini tidak layak diajukan ke persidangan karena juga sudah ada surat keterangan dari dokter RS Bhayangkara Polda Jatim. Dalam surat tersebut, terdakwa Jimmy dinyatakan mengalami gangguan jiwa. "Tapi ternyata surat keterangan dari RS Bhayangkara itu tidak pernah dilampirkan di Berkas Acara Pemeriksaan (BAP)," bebernya.
Ia juga mengeluhkan tindakan jaksa Fathol yang justru menyatakan perkara terdakwa Jimmy telah sempurna (P21). "Seharusnya saat pelimpahan tahap II, jaksa meminta agar Polsek Tegalsari memastikan apakah terdakwa sehat atau tengah mengalami gangguan jiwa. Seharusnya jaksa lebih tanggap, jangan seenaknya mem-P21-kan perkara ini," kata Rahmat.
Menurutnya dalam kasus ini, terdakwa Jimmy hanya diperalat oleh seseorang yang bernama Gondo (DPO). "Mengerti klien saya mengalami gangguan jiwa, Gondo memperalatnya. Kini dia (Gondo, red) kabur dan polisi tidak bisa menangkapnya," keluh Rahmat.
Saat dikonfirmasi, Jaksa Fathol mengaku tidak tau jika terdakwa memiliki riwayat gila."Diberkas tidak ada surat dokternya,"pungkasnya. (Komang)
Jimmy Kurniawan terlihat ngoceh nglantur dihadapan majelis hakim saat menjalani persidangan perdana di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (5/1/2016). Oleh Jaksa Fathol Rasyid dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, terdakwa yang memiliki gangguan kejiwaan itu diadili karena kasus peredaran uang palsu (upal).
Dalam dakwaan jaksa Fathol Rasyid terungkap, terdakwa ditangkap anggota Polsek Tegalsari saat berada di SPBU Jalan Dr Soetomo, Surabaya pada 26 Oktober lalu. Jimmy ditangkap karena diduga telah mengedarkan upal dengan cara membelikan bensin di SPBU tersebut. "Terdakwa mendapat upal pecahan Rp 50 ribu sebanyak 100 lembar dari seseorang yang bernama Gondo (DPO)," ujar jaksa Fathol.
Dalam kasus ini, terdakwa dijerat dengan pasal 36 ayat 3 UU RI nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang jo pasal 36 ayat 2 UU RI nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang. "Bahwa dari BAP Laboratotik Kriminalistik terungkap bahwa uang yang dibawa terdakwa merupakan uang rupiah palsu," katanya.
Namun kelakuan Jimmy terlihat aneh saat ditanya majelis hakim apakah dirinya mengerti atau tidak terkait dakwaan jaksa. Kepada majelis hakim, warga Jalan Karang Empat Besar, Surabaya itu justru bercerita bahwa dirinya pernah dipukuli oleh anggota Polsek Tegalsari dengan sebatang kayu. "Itu urusan anda dengan pengacara anda. Yang saya tanyakan adalah anda paham tidak dengan dakwaan jaksa," tanya majelis hakim kepada terdakwa.
Tak hanya itu, sebelum sidang majelis hakim sempat bertanya kepada apakah dirinya lulusan sarjana seperti dalam dakwaan jaksa. Lantas terdakwa mengiyakannya, namun terdakwa mengaku lulus saat semester lima. "Iya saya sarjana, saya lulus semester lima pak hakim," jelasnya kepada majelis hakim.
Usai sidang, Rahmat Hendro Saputro, kuasa hukum terdakwa mengatakan, terdakwa Jimmy tengah menderita gangguan jiwa. "Sejak umur 18 bulan terdakwa sudah mengalami gangguan jiwa sedang. Bukti bahwa klien saya mengalami gangguan jiwa adalah surat keterangan dari dokter spesialis anak yaitu dokter Saraswati Boerhan," terangnya pada kabar progresif.com.
Dalam surat keterangan dokter itu tertulis bahwa terdakwa sudah menjadi pasien dokter Sarawati sejak umur 18 bulan. Dalam surat keterangan dokter itu juga tertulis bahwa terdakwa tengah mengalami gangguan jiwa. "Kami sangat keberatan dengan dakwaan yang diajukan jaksa di persidangan," katanya.
Rahmat menambahkan, seharusnya kasus ini tidak layak diajukan ke persidangan karena juga sudah ada surat keterangan dari dokter RS Bhayangkara Polda Jatim. Dalam surat tersebut, terdakwa Jimmy dinyatakan mengalami gangguan jiwa. "Tapi ternyata surat keterangan dari RS Bhayangkara itu tidak pernah dilampirkan di Berkas Acara Pemeriksaan (BAP)," bebernya.
Ia juga mengeluhkan tindakan jaksa Fathol yang justru menyatakan perkara terdakwa Jimmy telah sempurna (P21). "Seharusnya saat pelimpahan tahap II, jaksa meminta agar Polsek Tegalsari memastikan apakah terdakwa sehat atau tengah mengalami gangguan jiwa. Seharusnya jaksa lebih tanggap, jangan seenaknya mem-P21-kan perkara ini," kata Rahmat.
Menurutnya dalam kasus ini, terdakwa Jimmy hanya diperalat oleh seseorang yang bernama Gondo (DPO). "Mengerti klien saya mengalami gangguan jiwa, Gondo memperalatnya. Kini dia (Gondo, red) kabur dan polisi tidak bisa menangkapnya," keluh Rahmat.
Saat dikonfirmasi, Jaksa Fathol mengaku tidak tau jika terdakwa memiliki riwayat gila."Diberkas tidak ada surat dokternya,"pungkasnya. (Komang)