KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Terdakwa Hadi Susanto akhirnya angkat bicara atas kasus penggelapan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) yang menimpanya. Menurutnya, perkara penggelapan yang menjeratnya ini hanya rekayasa karena sebenarnya hanyalah perkara utang piutang alias perdata.
Alexander Arif, kuasa hukum terdakwa membantah jika dalam dakwaan jaksa disebutkan telah terjadi transaksi jual-beli mobil antara terdakwa dan Ang Denis Harsono Basuki, bos showroom mobil Alfa Motor. "Tidak benar jika disebutkan ada transaksi dua mobil antara klien saya dengan Dennis. Itu adalah utang-piutang dengan jaminan mobil. Klien saya ada hutang kepada Dennis sebesar 309 juta dan disepakati hutang dibayar setelah aset terdakwa di Kediri terjual," terangnya usai sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (17/2/2016).
Saat itu, Dennis diberi kuasa terdakwa untuk menjual aset tanah di Kediri itu. Namun dalam perjalanannya, terdakwa kembali hutang lagi kepada Dennis sebesar Rp 100 juta tapi Dennis meminta syarat harus ada jaminan. "Hadi kemudian memberikan jaminan berupa dua mobil. Saat itu pula klien saya juga sudah menjelaskan bahwa BPKB dua mobil itu berada di koperasi. Karena koperasi itu, klien saya punya hutang dengan jaminan BPKB," papar Alexander.
Tapi entah mengapa tiba-tiba Dennis melaporkan terdakwa ke Polsek Gubeng atas perkara penggelapan dan peniouan BPKB dua mobil. "Dalam kasus ini, Dennis membuat kwitansi palsu. Saat itu, kwitansi ditulis sendiri oleh staf showroom milik Dennis. Kwitansi itu dibuat seolah-olah telah terjadi jual beli mobil antara klien saya dengan Dennis, padahal nyatanya hanya soal utang piutang," paparnya.
Saat ditanya mengenai dakwaan jaksa, Alexander langsung menyangkalnya. Menurutnya, dakwaan jaksa kabur karena kasus ini bukanlah kasus pidana. "Ini hanya kasus perdata yaitu utang piutang antara klien saya dan Dennis," tegasnya.
Dijelaskan Alexander, sebenarnya terdakwa juga melaporkan saksi pelapor ke polisi. Saat itu, Dennis dengan dua temannya mendatangi rumah terdakwa di Bali dengan maksud untuk menagih hutangnya.
"Saat di Bali, Dennis melakukan penganiayaan ke klien saya, dan sudah dilaporkan ke Polda Bali,"jelasnya. (Komang)
Alexander Arif, kuasa hukum terdakwa membantah jika dalam dakwaan jaksa disebutkan telah terjadi transaksi jual-beli mobil antara terdakwa dan Ang Denis Harsono Basuki, bos showroom mobil Alfa Motor. "Tidak benar jika disebutkan ada transaksi dua mobil antara klien saya dengan Dennis. Itu adalah utang-piutang dengan jaminan mobil. Klien saya ada hutang kepada Dennis sebesar 309 juta dan disepakati hutang dibayar setelah aset terdakwa di Kediri terjual," terangnya usai sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (17/2/2016).
Saat itu, Dennis diberi kuasa terdakwa untuk menjual aset tanah di Kediri itu. Namun dalam perjalanannya, terdakwa kembali hutang lagi kepada Dennis sebesar Rp 100 juta tapi Dennis meminta syarat harus ada jaminan. "Hadi kemudian memberikan jaminan berupa dua mobil. Saat itu pula klien saya juga sudah menjelaskan bahwa BPKB dua mobil itu berada di koperasi. Karena koperasi itu, klien saya punya hutang dengan jaminan BPKB," papar Alexander.
Tapi entah mengapa tiba-tiba Dennis melaporkan terdakwa ke Polsek Gubeng atas perkara penggelapan dan peniouan BPKB dua mobil. "Dalam kasus ini, Dennis membuat kwitansi palsu. Saat itu, kwitansi ditulis sendiri oleh staf showroom milik Dennis. Kwitansi itu dibuat seolah-olah telah terjadi jual beli mobil antara klien saya dengan Dennis, padahal nyatanya hanya soal utang piutang," paparnya.
Saat ditanya mengenai dakwaan jaksa, Alexander langsung menyangkalnya. Menurutnya, dakwaan jaksa kabur karena kasus ini bukanlah kasus pidana. "Ini hanya kasus perdata yaitu utang piutang antara klien saya dan Dennis," tegasnya.
Dijelaskan Alexander, sebenarnya terdakwa juga melaporkan saksi pelapor ke polisi. Saat itu, Dennis dengan dua temannya mendatangi rumah terdakwa di Bali dengan maksud untuk menagih hutangnya.
"Saat di Bali, Dennis melakukan penganiayaan ke klien saya, dan sudah dilaporkan ke Polda Bali,"jelasnya. (Komang)