KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Ye Xiao Ying, Terpidana kasus narkoba mengajukan Permohonan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Pasca dihukum 15 tahun oleh Hakim Mahkamah Agung (MA) pada Januari 2014 lalu.
Satrio Puji Hudiarso, Kuasa HukumYe Xiao Ying mengatakan, alasan pengajuan PK tersebut dilakukan lantaran adanya bukti baru atau novum.
Bukti baru itu berupa keterangan saksi meringankan yang tidak pernah diperiksa saat penyidikan. Menurutnya, saksi meringankan tersebut hukum nya wajib diperiksa dan itu telah diatur didalam KUHP
"Ada dua saksi yang kita hadirkan yakni Ratna Dewi Puspitasari dan Sunarti, keduanya ada saksi fakta yang tidak pernah diperiksa,"jelasnya.
Namun, pada persidangan diruang sari PN Surabaya, Kamis (7/4), pihak pemohon baru bisa menghadirkan satu saksi saja, yakni Ratna Dewi Puspitasari.
Sedangkan saksi Sunarti tidak bisa dihadirkan lantaran terkendala adminstrasi, mengingat saksi adalah terpidana kasus yang sama dan mendekam didalam Lapas Wanita di Sukun Malang.
"Kami belum bisa menghadirkan saksi karena tidak dapat ijin dari Kalapas, karena harus ada pemanggilan resmi dari hakim,"terang Satrio pada majelis hakim yang diketuai Rohmat.
Namun pernyataan itu langsung dibantah Bayu Isdiyatmoko selaku hakim anggota. Menurutnya, hakim tidak memiliki kewenangan untuk memanggil saksi.
"Kami tidak punya hak memanggil, nanti malah kami yang dihukum kalau sampai manggil saksi, ini kan urusan saudara untuk membuktikan, jadi pintar-pintarlah beragumentasi dengan Kalapas nya,"ucap Hakim Bayu pada kuasa hukum Yi Xiao Ying.
Terpisah, dalam persidangan Saksi Ratna Dewi Puspitasari memberikan keterangan yang mengejutkan. Pada hakim, Pegawai Penthouse ini mengatakan jika narkotika tersebut bukan milik Yi Xiao Yin, melainkan milik temannya bernama Santoso Tedjo.
"Saat itu Santoso datang ke apartemen Xiao Yin, membawa makanan dan didalamnya ada serbuk putih dan ineks warna pink,"terang Ratna.
Diterangkan Ratna, Xiao Yin sempat debat dengan Santoso Tedjo karena menolak menerima barang tersebut.
"Itu saja yang saya tau pak hakim,"ujarnya diakhir keterangan.
Usai persidangan, Satrio menjelaskan, kendati sudah ada keterangan yang menyebut keterlibatan Santoso Tedjo, tapi Polisi tidak pernah menyentuhnya. "Dia (Santoso Tedjo,red) juga ditangkap tapi dari peristiwa yang berbeda, bahkan hanya dihukum rehabilitasi,"terangnya.
Dijelaskan Satrio, Kliennya mengenal Santoso Tedjo saat Yi Xiao Yin menjadi Manager Penthouse.
"Santoso juga sangat dekat dengan pemilik Penthouse,"ujarnya.
Seperti diketahui, Xiao Ying yang bekerja sebagai Manager di Penthouse itu dibekuk polisi Polrestabes Surabaya pada 20 Oktober 2012 lalu. Saat itu polisi menemukan modus peredaran narkoba yang dilakukan terdakwa dengan cara membuka klinik kesehatan tradisional Cina atau yang kerap disebut Traditional Chinese Medicine (TCM) di Jl Dukuh Kupang Barat.
Barang bukti yang dapat disita dari terdakwa adalah 384 butir pil ekstasi, 2.126 plastik kecil berisi ketamin seberat 1,3 kg, 233 butir pil happy five, 9 botol kecil berisi pil warna putih dan 0,5 kg sabu-sabu dalam bentuk kristal. Petugas juga menemukan 35 sachet Nutrisari yang sudah dicampur ketamin yang sudah dihaluskan.
Safe deposit boks berisi narkoba berhasil diungkap berawal saat polisi mendapati surat tagihan safe deposit itu di rumah terdakwa. Safe deposit diambil dari Bank Panin dan setelah dibuka, polisi mendapati ribuan
pil narkoba di dalamnya. Rinciannya adalah dua bungkus plastik berisi masing-masing 370 dan 550 butir pil ekstasi. Polisi juga menemukan 3.750 butir pil. happy five di dalam 15 ikat plastik. Apabila diuangkan, nilai
pil-pil ini adalah Rp 2,6 miliar.
Akibatnya, pada tingkat peradilan pertama, Yi Xiao Ying divonis 10 tahun penjara. Tak puas dengan vonis hakim PN Surabaya, Xiao Ying mengajukan banding tapi ditolak dan menguatkan putusan hakim PN Surabaya.
Lalu Xiao Ying kembali melawan dan mengajukan upaya hukum kasasi. Tapi disaat kasasi inilah, hukumannya diperberat menjadi 15 tahun penjara.
Xiao Ying dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana melanggar pasal 112 ayat 2 UU RI No 35 Tahun 2009 tentang narkotika, dan melanggar pasal 62 UU RI No 5 Tahun 1997 tentang psikotropika serta melanggar pasal 197 ayat 1 UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. (Komang)