KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Persidangan kasus cek blong yang menjerat Hariman Prajogo Direktur PT Seagete Martim Line (SML) kembali berlanjut di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (4/8).
Pada persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ludjeng Andayani menghadirkan tiga saksi, yakni Voni Kurniawati, Finance Accounting PT Samudra Sentosa Abadi (SSA).
Dihadapan majelis hakim yang diketuai Musa Arief Aini, salah seorang saksi pelapor yakni Voni Kurniawati malah terkesan meringankan terdakwa, padahal keterangan Voni sangat digadang-gadang jaksa untuk membuktikan dakwaannya.
Namun, keterangan yang disampaikan Voni justru terbalik dan mengarahkan perkara ini ke ranah perdata. Saksi mengakui bahwa ada dua pengerjaan pengangkutan batubara yang belum diselesaikan PT Samudra Sentosa Abadi (SSA).
"Lima cek itu untuk seluruh pengerjaan pengakutan batubara, juga untuk dua pengakutan yang belum terselesaikan dan belum masuk palka,"terang saksi yang menjabat sebagai Finance Accounting PT SSA menjawab pertanyaan Hakim Musa.
Hakim Musa pun menyarankan agar kedua belah pihak (PT SSA dan PT MSL) memilih jalan perdamaian. "Anda (terdakwa) kan tidak ditahan, alangkah baiknya jika ada perdamaian. Adakan pertemuan, bagaimana mencari jalan tengahnya, daripada seperti ini," ujar hakim Musa.
Sementara itu, Muhamad Jawahir, kuasa hukum terdakwa mengaku bahwa apa yang diterangkan saksi Novi semakin memperjelas bahwa kasus ini murni perdata. "Akhirnya terungkap, saksi Novi di persidangan tadi menyebut bahwa dua pengakutan batubara memang belum diselesaikan oleh PT MSL," jelasnya.
Menurutnya, sebagai yang menyewakan kapal seharusnya PT MSL menyelesaikan lebih dulu pengerjaan pengangkutan batubara milik terdakwa. "Bukannya minta dibayar dulu, terus kemudian baru dikerjakan," terang Jawahir.
Dengan keterangan saksi Novi, Juwahir semakin optimis bahwa terdakwa bakal lolos dari jeratan hukum. "Saya semakin optimis bahwa kasus ini murni perdata, hal itu terungkap dari keterangan saksi Novi di persidangan," pingkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam dakwaan dijelaskan bahwa kasus dugaan penipuan ini bermula ketika terdakwa menyewa kapal tugboat dan tongkang ke Franky Husen, Direktur PT SSA pada Juni 2014 lalu untuk pengangkutan batubara. Saat itu, terdakwa berjanji membayar uang sewa kapal itu satu minggu setelah tutup palka.
Setelah menggunakan kapal milik PT SSA, ternyata terdakwa tidak segera melakukan pembayaran sewa seperti yang telah dijanjikan. Kemudian pada Desember 2014, Franky meminta agar terdakwa segera melakukan pembayaran sewa kapal sebesar Rp 3,1 miliar.
Kemudian pada 26 Desember 2014, terdakwa menyerahkan 5 lembar cek Bank Mandiri kepada PT SSA. Namun setelah jatuh tempo, ternyata dari 5 lembar cek tersebut, ada 2 lembar cek yang tidak bisa dicairkan, yang masing-masing cek bernilai Rp 796 miliar, sehingga Franky mengalami kerugian sebesar Rp 1,5 miliar. Atas perbuatannya terdakwa dijerat dengan pasal 372 KUHP tentang penggelapan dan 378 KUHP tentang penipuan.(Komang)