KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Tidak sejalannya Perwali nomor 41 tahun 2015 tentang pedoman umum pelaksanaan program rehabilitasi sosial daerah kumuh (RSDK) di Kota Surabaya dengan pelaksana lapangan Dinas Sosial (Dinsos) Surabaya, menjadikan masyarakat menjadi korban. Banyak dijumpai persoalan terkait tidak bisanya masyarakat mendapatkan program tersebut karena status tanah yang ditempati selama ini. Terutama, rumah warga yang berdiri di lahan PT Kereta Api Indonesia (KAI). Meski RT/RW sudah memberikan surat pernyataan, belum tentu lurah mendukung. Pengajuan itupun, akhirnya tak sampai ke Dinsos Surabaya.
Dalam Bab III-b tentang lokasi dan sasaran penerimaan program, tertulis jelas jika warga yang berhak mendapatkan program ini salah satu klausulnya melampirkan surat pernyataan jika rumah/tanah yang ditempati tidak dalam sengketa yang diketahui oleh RT/RW dan lurah setempat. Sementara di lapangan, warga terganjal dengan tidak dilampirkannya surat dari PT KAI, semacam izin menempati lahan. Akibatnya, pengajuan warga itu tak diproses dinsos.
“Mestinya dinsos meletakkan itu dengan terang dan tidak mempersempit dengan tafsiran lebih rumit atas ketentuan itu dalam pelaksanaanya. Warga ini, sudah susah, jangan malah dibuat susah. Dalam tata hukum, ketentuan sengketa itu masuk dalam penyidikan ataukah peradilan. Selama tidak tercatat dalam sengketa, mestinya tidak dihalangi untuk mendapatkan program RSDK,” tegas Adi Sutarwijono, Wakil Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Selasa (1/11).
Lanjut Adi, dalam perwali tersebut jika melihat kondisi rumah Ibu Indah, di Jalan Kenjeran RT 2/RW 2, Kelurahan Simokerto, Kecamatan Simokerto, perlu mendapatkan karena sudah tidak layak huni dan nyaris roboh. Sementara program perbaikan lingkungan dan bangunan rumah tidak layak huni diharapkan bisa membuat orang yang dibantu itu ini memiliki semangat untuk hidup.
“Artinya apa. Oh..ternyata masih ada tetangga yang peduli dengan kondisinya. Mungkin tidak hanya masalah rumah, bisa jadi membantu dalam ekonomi. Semisal memberikan ketarmpilan sebagai modal guna meningkatkan pendapatan. Tolong, jangan saklek,” pinta politisi PDI Perjuangan ini.
Masih banyaknya, masyarakat yang tidak bisa merasakan program RSDK ini, semakin meyakinkan jika APBD Kota Surabaya tidak untuk rakyat. Contohnya, dalam program ini banyak warga masyarakat yang belum bisa menikmati APBD yang katanya untuk warga Surabaya. Padahal, hampir semua warga yang ber KTP Surabaya dibebani oleh pajak. Sementara dalam perwali tidak disebutkan jika warga harus memiliki surat tanah yang dikeluarkan oleh PT KAI.
“Untuk urusan RSDK, dinsos itu pijakannya perwali, jangan membuat aturan sendiri. Yang terpenting wargaitu ber-KTP, ber-KSK dan masuk kategori miskin dan belum pernah mendapat bantuan RSDK. Jadi kalau seperti itu kondisinya, omong kosong APBD Surabaya untuk rakyat. Ada permainan apa ini, lurah sama Kadinsosnya kok tidak mau memroses, ” ujar Anugrah Ariyadi, anggota Komisi D DPRD Surabaya.
Sementara Wagito, Ketua RW II, Kelurahan Simokerto dikonfirmasi terkait penolakan oleh UPKM (selaku pelaksana di lapangan) yang diterima warga karena tidak adanya surat sewa dari PT KAI. Sementara warga yang diajukan itu sudah ber KTP Surabaya dan menetap lama di wilayah RT 6.
“Kita pernah mengajukan untuk warga RT 6, karena tidak punya surat dari PT KAI, ditolak. Saya disuruh membantu ngurus surat sewa dulu di PT KAI. Karena waktunya mepet, tidak mungkin diurus. Sebagai gantinya, kita mengajukan warga RT 6. Tapi sampai sekarang belum ada tindak lanjutnya,” ujar Wagito.
Terpisah, Supomo Kepala Dinas Sosial Surabaya dikonfirmasi terkait persoalan RSDK di lapangan mengaku, tetap mengacu pada Perwali nomor 41 tahun 2015 yang di dalamnya tertulis harus disertakan surat tanah.
“Pijakan kita tetap perwali, di situ diatur harus ada surat tanah. Kalau di lahan PT KAI, harusnya ada surat dari instansi itu. Kalau tidak ada surat, tidak kita proses. Aturannya seperti itu, bukan masalah sengketanya,” ujar Supomo singkat saat dikonfirmasi melalui telepon seluler dan meminta menyudahi pembicaraan karena sedang rapat, Selasa (1/11). (arf)