KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Penahanan yang dilakukan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim terhadap Mantan Sekda Kabupaten Gresik, Husnul Huluq dalam perkara dugaan korupsi retribusi sewa perairan laut Kabupaten Gresik akhirnya disoal.
Huluq menyoal penahanannya ke Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (Komjak RI). Dia menjadikan Kejati Jatim dan Kejari Gresik sebagai terlapor. Pernyataan itu disampaikan Hadi Mulyo Utomo, penasehat hukum kepada awak media, Rabu (16/11/2016).
Adanya kejanggalan dalam proses hukum menjadi faktor pelaporannya ke Komjak RI. Selain itu keputusan menahan Huluq, dianggap menabrak norma hukum, sebagimana diatur dalam pasal 21 ayat 1 tentang KUHAP, bahwa terhadap seseorang tersangka dan atau terdakwa baru bisa dilakukan penahanan, dengan alasan adanya subyektif yaitu yang bersangkutan diduga keras akan melarikan diri, merusak atau
menghilangkan alat bukti, mengulangi tindak pidana tersebut.
“Dengan penahananan tersebut, pada prinsipnya kejaksaan menyatakan bahwa seakan-akan Husnul Khuluq tidak kooperatif dalam menjalani proses hukumnya. Padahal, penahanan Husnul Khuluq jelas sama sekali tidak memenuhi 3 alasan subyektif penahanan tersebut. Klien kami selama ini telah sangat kooperatif dalam memenuhi panggilan pemeriksaan penyidikan sebelumnya, selain itu Husnul Khuluq juga sudah
tidak lagi menduduki jabatan sebagai sekda Pemkab Gresik, sehingga sudah tidak mempunyai wewenang yang berpotensi menghilangkan alat bukti atau mengulangi tindak pidananya,”sambung Hadi.
Terkait materi kasus, Hadi juga membeberkan secara detail dan memastikan tidak ada kerugian negara yang ditimbulkan sesuai tudingan polisi dan jaksa yang dilakukan oleh Husnul Khuluq.
“Bahkan Husnul Khuluq sendiri, tidak menikmati uang negara yang ditudingkan polisi dan jaksa tersebut,” ujarnya.
Husnul Khuluq, masih kata Hadi, telah menyerahkan uang senilai Rp 1,3 miliar kepada PT Smelting, melalui Dukut Imam Widodo (tersangka lain dalam kasus ini, red).
“Uang itu diserahkan saat Dukut Imam Widodo menjabat sebagai perwakilan General Manager PT Smelting. Uang tersebut diserahkan karena memang hak dari PT Smelting sebagai biaya konservasi atas perjanjian sewa perairan laut antar pihak PT Smelting dengan Pemkab Gresik. Dal hal ini sudah sesuai SK Bupati Robach Ma’sum bernomor 1441 tahun 2006 serta Perda nomor 9 tahun 2002 Pemkab Gresik tentang tarif
jasa kepelabuhanan,”jelas Hadi
Masih menurut Hadi, dugaan kasus ini merupakan dampak dari rancuhnya kepastian atas kebijakan pemerintah soal kontrak penetapan harga sewa. Ada dua kebijakan kontrak yang berbunyi, tarif sewa sebesar Rp 500 permeter dan Rp300 permeter yang harus diserahkan ke Kasda Gresik.
“Bahkan melalui Surat Keputusan (SK) nya, Robach Ma’sum, Bupati yang menjabat saat itu juga menegaskan bahwa bunyi kontrak Rp300 permeter pun memiliki dasar hukum. Namun sayangnya, pemerintah saat itu, juga tidak menegaskan soal kepastian status soal bunyi kontrak Rp500
permeter,” tambah Hadi.
Kerancuan dua ketentuan soal harga sewa inipun sempat dijadikan bahan polemik dalam proses penyidikan kasus ini ketika masih berjalan di Polda Jatim. Sehingga akhirnya penyidik menggunakan bunyi kontra yang Rp 500 permeter untuk menjerat Husnul Khuluq sebagai tersangka.
Ditanya soal langkah lanjut, Hadi menegaskan bakal melaporkan hal ini ke Komisi Kejaksaan (Komjak) RI dalam waktu dekat. Meskipun langkah yang diambil tersebut (melapor ke Komjak, red) diakui bukan langkah konkrit terhadap materi perkara, Hadi mengatakan apa yang dilakukan tersebut memang berfokus terhadap perhatian dan penilaian publik terhadap kinerja aparat hukum, dalam hal ini kejaksaan.
“Langkah konkrit soal pembuktian materi perkara, bakal kita buktikan di pengadilan saja. Saya yakin klien saya tidak bersalah,” bebernya.
Untuk diketahui, Husnul Khuluq bersama dua mantan pejabat PT Smelting, Syaiful Bachri dan Dukut Imam Widodo ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polda Jatim atas dugaan kasus korupsi retribusi sewa perairan laut Kabupaten Gresik.
Setelah melalui rangkaian penyidikan, akhirnya ketiga tersangka ditahan oleh kejaksaan sesaat proses pelimpahan tahap II (penyerahan tersangka dan barang bukti, red) dilakukan oleh penyidik kepolisian ke kejaksaan.
Ketiganya dijerat pasal berlapis UU RI nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU RI nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dugaan korupsi ini terjadi ketika Husnul Khuluq masih menjabat sebagai Sekda Pemkab Gresik pada tahun 2006. Saat itu, Pemkab Gresik dan PT Smelting menandatangani perjanjian terkait sewa perairan laut yang akan digunakan untuk bongkar muat. PT Smelting menyetorkan uang sebanyak dua kali, yang senilai Rp 1,37 miliar lebih dan kedua senilai Rp 2 miliar lebih.
Uang tersebut ditransfer ke rekening khusus Pemkab Gresik yang diterbitkan Husnul. Setoran pertama dicairkan melalui cek dan diserahkan lagi ke sejumlah pejabat PT Smelting. Pengembalian uang tersebut belakangan disoal, karena tidak melalui Kasda Pemkab Gresik.
Pada tahun 2012, Badan Pemeriksa Keuanagn menemukan adanya penyimpangan dalam penggunaan dana tersebut. (Komang)