KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Masyarakat Anti Korupsi (Markus) menyorot soal pengadaan buku perpustakaan untuk sekolah-sekolah yang dilaksanakan pada tahun 2014 oleh kementerian Pembangunan Desa Tertinggal (PDT).
Pengadaan dengan tema "Bantuan Stimulan Paket Buku Perpustakaan Dalam Rangka Percepatan Peningkatan Kualitas Lembaga Pendidikan di Daerah Tertinggal (DEP I PB 01)" yang dilaksanakan oleh Satuan Kerja Pengembangan Sumber Daya Kementerian PDT dengan kode lelang 767243 senilai Rp. 5 milyar tersebut, menurut Markus ada beberapa kejanggalan.
Rony Asrul, koordinator Markus menyatakan, bahwa selain pengadaan buku perpustakaan oleh kementrian PDT itu tumpang tindih penganggarannya dengan pengadaan buku perpustakaan untuk seluruh sekolah-sekolah di Indonesia yang dilaksanakan oleh kementerian pendidikan, dalam pelaksanaannya juga ditemukan adanya dugaan bahwa buku-buku yang dikirimkan ke sekolah-sekolah dalam program yang dilaksanakan oleh kementerian PDT adalah buku yang sudah kedaluwarsa dan atau buku lama yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan.
"Masa sih untuk akhir tahun 2014, perpustakaan sekolah-sekolah itu diberi buku lama, infonya terindikasi buku yang dikirimkan ke sekolah-sekolah itu ada yang merupakan terbitan dan atau cetakan tahun 2003", tutur Rony.
Menurut Rony, tentunya sangat janggal jika satuan kerja di kementerian PDT merencanakan pengadaan dan membuat dokumen pengadaan agar buku-buku yang harus diadakan dan harus dikirim ke sekolah-sekolah adalah buku-buku lama. Apalagi kemudian dengan perencanaan dan atau pengadaan tersebut akhirnya mengarah bahwa hanya pihak tertentu saja yang bisa melaksanakan program tersebut.
Dari proses yang janggal ini ada indikasi akhirnya buku-buku hanya bisa disediakan dan dikirim dari PT SPKN (Sarana Panca Karya Nusa) dan atau PT Bintang Ilmu. Meskipun tampaknya merupakan perusahaan yang berbeda, akan tetapi jika ditelusuri aliran dananya terindikasi merupakan milik orang-orang yang sama. Dan dari proses administrasi maupun aliran keuangan dalam pengadaan tersebut, patut diduga bahwa perusahaan-perusahaan yang menawarkan diri sebagai penyedia adalah perusahaan-perusahaan yang dipinjam saja, hanya untuk sekedar memenuhi persyaratan dalam proyek ini.
"Hal semacam ini bisa menimbulkan dugaan di masyarakat, bahwa ada korupsi dalam pembelian buku-buku untuk perpustakaan sekolah yang dilaksanakan oleh kementerian PDT. Kenapa membeli buku lama dan atau buku bekas dan atau buku sisa stok gudang yang tidak laku, yang sebenarnya bisa jadi kalau dipasaran, buku lama itu dijual sebagai kertas bekas dengan harga kilo-an, tapi kementerian PDT membelinya dengan harga seolah itu merupakan buku baru. Ada apa ini? kata Rony.
Untuk itu Rony berharap, agar aparat negara mengusut kasus tersebut. Akan tetapi jika aparat hukum segan dan atau agar tidak menjadi alasan klasik pegawai negara, khususnya bagi pegawai kementerian PDT, bahwa takut melaksanakan pekerjaan/ program pemerintah karena takut terjerat masalah hukum, maka jika dalam program pengadaan pengadaan buku perpustakaan sekolah oleh kementerian PDT ditemukan hal seperti itu, sebaiknya buku2 lama dan atau buku bekas yang dikirim itu diganti dengan buku-buku baru dan yang sesuai dengan kebutuhan.
"Ya kalau aparat hukum segan karena ternyata ada kekuatan besar dibelakang masalah ini, dan bisa menimbulkan alasan klasik bahwa enggan melaksanakan program karena takut terjerat hukum, ya aparat hukum tidak perlu mengusut kasus dugaan korupsinya, cukup mengusut dan meminta serta memonitor agar buku-buku lama itu diganti dengan buku-buku baru" tutur Rony.
"Ini memang kasus tahun 2004, kenapa diungkap sekarang, karena kami berharap jangan sampai hal ini diulangi lagi. Karena ada indikasi, karena telah sukses melakukan hal ini, maka infonya akan dianggarkan lagi pengadaan buku untuk perpustakaan sekolah yang nilainya puluhan milyar dengan pola dan modus yang sama. Selain ini tumpang tindih dengan program dari kementerian pendidikan, juga akan menimbulkan pertanyaan di masyarakat, mengapa kementerian PDT (sekarang menjadi satu dengan kementrian desa) membeli barang-barang yang tidak sesuai kebutuhan. Ada apa ini? pungkasnya. (arf)