KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Gugatan pembatalan surat permohonan maaf yang diajukan dokter Moestidjab, Direktur Utama (Dirut) Surabaya Eye Clinic di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya akhirnya kandas. Hakim memutuskan menolak gugatan ini lantaran surat permohonan maaf yang dibuat dokter Moestidjab terbukti tanpa adanya tekanan.
Penolakan gugatan dokter Moestidjab dibacakan oleh ketua majelis hakim Ferdinandus di persidangan yang digelar di PN Surabaya, Kamis (13/7/2017).
“Menyatakan menolak seluruh gugatan yang diajukan penggugat (dokter Moestidjab),” ujar hakim Ferdinandus membacakan amar putusannya.
Sebelumya dokter Moestidjab mengklaim bahwa surat permohanan itu dibuatnya karena adanya tekanan dari keluarga pasien. Namun dalam amar putusannya, klaim tersebut terbantahkan. Hakim Ferdinandus justru melihat bahwa surat permohonan maaf tersebut dibuat dokter Moestidjab tanpa adanya tekanan dari pihak manapun.
Selain itu gugatan ditolak karena Tatok Poerwanto sebagai pasien telah menjadi korban atas dugaan malpraktik dokter Moestidjab. Atas dasar itulah, hakim Ferdinandus menilai Tatok berhak menerima permintaan maaf dari dokter Moestidjab.
Usai sidang, Sunarno Edi Wibowo, kuasa hukum dokter Moestidjab tak banyak berkomentar saat dimintai keterangannya perihal putusan tersebut.
“Saya banding atas putusan itu,” katanya.
Sementara, Eduard Rudy Suharto, menantu dari Tatok Poerwanto mengaku lega dengan putusan hakim. Dia menilai putusan tersebut dianggap telah memenuhi rasa keadilan.
"Ini semakin membuktikan kesalahan dokter Moestijab,"ujarnya pada awak media di PN Surabaya.
Selain itu, Ketua DPC KAI Surabaya ini mengatakan, jika laporan pidana yang dilaporkan ke Polda Jatim terkait Mal Praktek ini masih terus berjalan.
"Pidananya masih berjalan dan sekarang sudah proses penyidikan di Ditkrimsus Polda Jatim,"sambungnya.
Eduard Rudy pun berharap agar Penyidik Kepolisan berani mengambil langkah tegas atas kelalaian Dr Moestijab yang telah menyebabkan mata mertuanya menjadi buta, Mengingat selama ini terjadi prespesi, jika profesi dokter tidak bisa dipidanakan.
"Siapa bilang dokter tidak bisa dipidanakan, Dokter juga bisa dipidanakan, Sesuai putusan Mahkamah Konstitusi pada pengujian konstitusionalitas Pasal 66 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,"terangnya.
"Atas dasar putusan MK dan putusan Hakim PN Surabaya ini, Penyidik harus bersikap tegas pada laporan pidana mal praktek ini,"sambung Eduard Rudy.
Seperti diberitakan sebelumnya, Dr Moestidjab mengajukan gugatan pembatalan surat permohonan maaf atas dugaan malpraktik yang dilakukannya terhadap Totok. Gugatan itu diajukan di PN Surabaya.
Dugaan malpraktik yang menimpa Tatok ini berawal saat dirinya mendapat perawatan medis atas penyakit katarak yang dideritanya di Surabaya Eye Clinic pada 28 April 2016 dan ditangani oleh dokter Moestidjab. Usai operasi, Tatok justru merasakan nyeri dimatanya, namun dokter Moestidjab malah mengatakan bahwa kondisi tersebut wajar.
Beberapa waktu berlalu, ternyata kondisi mata Tatok kian parah. Oleh dokter Moestidjab, Tatok disarankan kembali menjalani operasi di Rumah Sakit Graha Amerta, Surabaya. Rudy mulai curiga saat dokter Moestidjab hanya menugaskan asistennya untuk menyampaikan hasil operasi kepada pihak keluarga. Kepada keluarga, asistennya mengatakan bahwa operasi tidak dapat dilanjutkan karena adanya pendarahan dan peralatan kurang canggih.
Kemudian dokter Moestidjab merujuk Tatok agar segera berobat ke Singapura. Ironisnya, ketika sampai di Singapura, lokasi yang disarankan dokter Moestidjab tenyata tidak layak. Keluarga pun akhirnya memutuskan membawa Tatok ke Singapore National Eye Centre di Singapura.
Hasil keterangan dari Singapore National Eye Centre itulah yang akhirnya membuat keluarga sadar bahwa Tatok telah menjadi korban malpraktik dokter Moestidjab. Rekam medis dari Singapore National Eye Centre menjelaskan bahwa kondisi mata Tatok sudah tidak bisa ditangani lagi karena kesalahan saat operasi pertama yang dilakukan dokter Moestidjab.
Rudy pun akhirnya mendatangi dokter Moestidjab pada 13 Januari lalu dan menunjukkan hasil rekam medis dari Singapura. Saat itulah dokter Moestidjab akhirnya mengaku dan memberikan surat permintaan maaf resmi kepada Tatok.
Tak terima, Tatok dan keluarganya pun akhirnya melaporkan kasus dugaan malpraktik ini ke Polda Jatim dengan nomor laporan LPB/75/I/2016/UM/Jatim. Dalam laporan ini, dokter Moestidjab diduga melanggar tindak pidana penipuan dan membuat surat palsu atau memalsukan surat, memberikan keterangan palsu dalam akta otentik. Selain Polda Jatim, Tatok juga melaporkan dokter Moestidjab ke Ikatan Dokter Indonesia (IDI). (Komang)