KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Sungguh keterlaluan, sebuah Panti Asuhan di Surabaya, bernama Darrul Mushthofa beralamat di Jalan Gogor V/29 Jajartunggal, Wiyung diduga menelantarkan anak asuhannya, Gita Ramadan Putri Aryono. Akibatnya, kepala bocah berusia 12 tahun itu penuh borok dan bernanah.
Peristiwa itu terungkap ketika Gita pulang ke rumah orang tuanya, Nunuk Arumi (43 tahun), di Bambe, Driyorejo, Gresik pada libur lebaran lalu. Nunuk melihat anaknya menjadi pemurung. Bau tak sedap juga meruap dari kepala puteri bungsunya itu.
“Anaknya berjilbab jadi tak terlihat rambutnya,” katanya.
Nunuk kaget ketika Gita membuka jilbab dan memperlihatkan luka-luka di batok kepalanya. Tampak luka bernanah menghiasi sekujur kulit kepala. Gita bercerita luka itu didapat karena kondisi kebersihan di panti buruk. Berbulan-bulan sebelumnya rambut Gita penuh kutu. Karena gatal, bocah itu terus menggaruk dan mengakibatkan kulit kepalanya luka.
Gita merawat sendiri luka di kepalanya. Sesekali, anak-anak penghuni panti yang lebih dewasa membantunya. Pernah suatu hari Gita mengeluhkan tak tahan dengan gatal di kepalanya. Bocah-bocah penghuni panti berinisiatif membeli sampo kucing dan mengeramasi rambut Gita. Bukannya berkurang, sakit dan gatal di kepala Gita malah menjadi-jadi.
Tak tega melihat anaknya didera sakit, Nunuk kini memeriksakan kondisi kesehatan Gita Puskemas dan Rumah Sakit. Hasilnya, selain mengalami luka bernanah, Gita didiagnosa kekurangan gizi. Seorang dokter yang memeriksa lukanya juga menyebut ada benjolan di kepala Gita yang harus dioperasi.
Gita terdaftar menjadi penghuni Panti Asuhan Darrul Mushthofa sejak 5 tahun lalu. Saat itu, sekitar 2012, Gita baru lulus Taman Kanak-kanak.
Nunuk mengatakan bersedia menitipkan anaknya karena pengelola Panti berjanji merawat dan menyekolahkan anaknya. Ia memiliki empat anak. Untuk menghidupi anaknya, ia bekerja serabutan. Selain menitipkan Gita (anak keempatnya), di tahun yang sama, ia juga menitipkan anak ketiganya, Citra Putri Aryono (kini 13 tahun).
“Keadaan ekonomi di rumah tak mencukupi,” kata perempuan single parent itu.
Saat ini, Gita naik kelas VI SD. Ia bersekolah di MI Baiturrahman Kedurus. Sementara kakaknya, Citra, bersekolah di SMP Siti Aminah Gunungsari.
“Citra naik kelas II tapi kenaikannya bersyarat,” katanya.
Usut punya usut, ia melanjutkan, Citra tak bisa mengikuti ujian kenaikan kelas karena masih memiliki tunggakkan pembayaran sekolah sebesar Rp 1.775.000. Pihak sekolah sebenarnya telah memberikan keringanan. Citra diperbolehkan mengikuti ujian untuk 4 mata pelajaran. Padahal untuk naik kelas, ia harus mengikuti ujian untuk 8 mata pelajaran.
Nunuk mengatakan mulai mencium gelagat tak beres dalam pengelolaan panti sejak setahun terakhir. Empat tahun sebelumnya panti asuhan cukup baik merawat anak-anak.
Dari cerita kedua anaknya, ia mengatakan, kini panti mengurangi jatah lauk untuk anak-anak. Contoh lainnya, ia melanjutkan, ramadan lalu anak-anak biasa mendapat uang santunan ketika datang ke kegiatan amal. Pada tahun sebelumnya, panti meminta sebagian uang itu dan menyimpannya untuk uang saku harian anak-anak di lain hari.
“Tapi tahun ini diminta semua dan anak-anak tak dikasih,” katanya.
Kini, Nunuk berencana memulangkan anak-anaknya dari panti. Rencana itu telah ia sampaikan ke pengelola panti.
“Saya memang orang tak punya,” kata dia.
“Tapi kalau melihat anak saya seperti itu lebih baik saya rawat sendiri meski hidup seadanya.”
Ironisnya, Pengelola Panti Asuhan Darrul Mushthofa Lasni Mulyani Rahayu berkukuh tak melepas Gita dan Citra. Nunuk mengatakan, Lasni mengancam akan menyeretnya ke meja hijau jika tetap ngotot tak mengembalikan kedua anaknya ke panti asuhan.
“Padahal anak-anak saya terlanjut trauma,” katanya, kebingungan. (arf)