Vonis Irman dan Sugiharto terkait Kasus E-KTP
KABARPROGRESIF.COM : (Jakarta) Merasa tak sependapat dengan putusan majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan banding terhadap dua mantan pejabat Ditjen Dukcapil Kemendagri Irman dan Sugiharto dalam kasus korupsi e-KTP.
"KPK mengajukan banding terhadap dua terdakwa," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (7/8/2017).
Menurut Febri, banding dilakukan oleh jaksa KPK lantaran Majelis Hakim Pengadilan Tipikor tak mengungkap sejumlah fakta dalam persidangan terkait penerimaan aliran dana e-KTP oleh sejumlah pihak.
"Dalam proses banding, kamu berharap hakim di tingkat lebih tinggi baik di Pengadilan Tinggi maupun Mahkamah Agung lebih komprehensif sehingga kita bisa melihat siapa saja yang menerima aliran dana tersebut," kata dia.
Dalam vonis terhadap Irman dan Sugiharto, banyak nama yang diduga menerima bancakan e-KTP hilang. Padahal dalam dakwaan dan tuntutan, jaksa menyebut dengan jelas jumlah aliran dana ke pejabat Kemendagri dan para anggota DPR.
Dalam vonis, hanya ada tiga nama anggota DPR yang turut menerima uang proyek yang dikorupsi hingga Rp 2,3 triliun.
Mereka adalah politikus Hanura Miryam S Haryani sejumlah USD 1,2 juta, politikus Partai Golkar Markus Nari sejumlah USD 400 ribu dan Rp 4 miliar, serta politisi Partai Golkar Ade Komarudin sebesar USD 100 ribu.
Sedangkan dalam dakwaan dan tuntutan terhadap Irman dan Sugiharto, puluhan nama anggota DPR turut menerima aliran uang haram tersebut.
Mereka adalah, Anas Urbaningrum sejumlah USD 5,5 juta, Melcias Markus Mekeng sejumlah USD 1,4 juta, Olly Dondokambey sejumlah USD 1,2 juta, Tamsil Linrung sejumlah USD 700 ribu, Mirwan Amir sejumlah USD 1,2 juta.
Arief Wibowo sejumlah USD 108 ribu, Chaeruman Harahap sejumlah USD 584 ribu dan Rp 26 miliar, Ganjar Pranowo sejumlah USD 520 ribu, Agun Gunandjar Sudarsa, selaku anggota Komisi II dan Banggar DPR RI sejumlah USD 1,047 juta, dan sejumlah anggota dewan lainnya.
Sejumlah nama yang disebut dalam dakwaan membantah menerima aliran dana kasus e-KTP. (Rio)
KABARPROGRESIF.COM : (Jakarta) Merasa tak sependapat dengan putusan majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan banding terhadap dua mantan pejabat Ditjen Dukcapil Kemendagri Irman dan Sugiharto dalam kasus korupsi e-KTP.
"KPK mengajukan banding terhadap dua terdakwa," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (7/8/2017).
Menurut Febri, banding dilakukan oleh jaksa KPK lantaran Majelis Hakim Pengadilan Tipikor tak mengungkap sejumlah fakta dalam persidangan terkait penerimaan aliran dana e-KTP oleh sejumlah pihak.
"Dalam proses banding, kamu berharap hakim di tingkat lebih tinggi baik di Pengadilan Tinggi maupun Mahkamah Agung lebih komprehensif sehingga kita bisa melihat siapa saja yang menerima aliran dana tersebut," kata dia.
Dalam vonis terhadap Irman dan Sugiharto, banyak nama yang diduga menerima bancakan e-KTP hilang. Padahal dalam dakwaan dan tuntutan, jaksa menyebut dengan jelas jumlah aliran dana ke pejabat Kemendagri dan para anggota DPR.
Dalam vonis, hanya ada tiga nama anggota DPR yang turut menerima uang proyek yang dikorupsi hingga Rp 2,3 triliun.
Mereka adalah politikus Hanura Miryam S Haryani sejumlah USD 1,2 juta, politikus Partai Golkar Markus Nari sejumlah USD 400 ribu dan Rp 4 miliar, serta politisi Partai Golkar Ade Komarudin sebesar USD 100 ribu.
Sedangkan dalam dakwaan dan tuntutan terhadap Irman dan Sugiharto, puluhan nama anggota DPR turut menerima aliran uang haram tersebut.
Mereka adalah, Anas Urbaningrum sejumlah USD 5,5 juta, Melcias Markus Mekeng sejumlah USD 1,4 juta, Olly Dondokambey sejumlah USD 1,2 juta, Tamsil Linrung sejumlah USD 700 ribu, Mirwan Amir sejumlah USD 1,2 juta.
Arief Wibowo sejumlah USD 108 ribu, Chaeruman Harahap sejumlah USD 584 ribu dan Rp 26 miliar, Ganjar Pranowo sejumlah USD 520 ribu, Agun Gunandjar Sudarsa, selaku anggota Komisi II dan Banggar DPR RI sejumlah USD 1,047 juta, dan sejumlah anggota dewan lainnya.
Sejumlah nama yang disebut dalam dakwaan membantah menerima aliran dana kasus e-KTP. (Rio)