KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Dugaan adanya korupsi pada dana hibah untuk jaring aspirasi masyarakat (Jasmas) pada tahun 2016 di Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mulai menunjukkan titik terang.
Pintu pun terbuka untuk Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya segera memperdalam penyelidikan adanya penyelewengan dana jasmas tersebut. Tak hanya data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Jawa Timur yang dapat jadi acuan untuk membongkar kasus tersebut.
Namun kali ini Kejari Surabaya pun bisa memintai keterangan sejumlah warga penerima dana jasmas itu.
Salah satunya yakni warga yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua RT di kawasan Ngagel Rejo ini. Menurut pria yang tidak mau disebutkan namanya, mengaku mendapatkan informasi penyaluran dana jasmas dari RW setempat pada tahun 2016 lalu.
"Saat itu kami dikumpulkan, lalu ditawari ada bantuan jasmas. Kami diminta untuk mendata kebutuhan kampung. Saya ya mendata, mumpung ada bantuan," ucap pria yang ditemui di rumahnya, Sabtu (5/8/2017).
Saat itu ia mengajukan pengadaan terop ukuran enam kali empat meter. Kemudian 20 meja besi, dan 200 kursi, dan dua unit sounsystem. Total pengajuan barang-barang untuk RT tersebut berkisar Rp 60 juta.
Akan tetapi pria ini mengaku tidak terlibat pembuatan proposal. Yang menyusun proposal dikatakan pria yang sudah pensiun menjadi ketua RT ini, adalah dari RW.
"Yang membuat proposal bukan saya. Tapi langsung dari RW. Katanya biar formatnya tidak salah, dan seragam. Sebab tidak semua RT dapat bantuan juga," kata pria ini.
Ia sendiri hanya kebagian untuk membubuhkan tanda tangan. Proposal itu sempat diganti atau revisi sampai dua kali. Itu pun bukan dirinya yang mengganti.
Saat itu, dirinya sempat merasa heran. Lantaran pengajuan itu terbilang gampang. Apalagi ia tidak perlu bersusah payah menyusun proposal dan urusan administrasi tersebut.
"Ya sempat heran, kok mudah ya. Nggak pakai repot bikin proposal, ada yang menyusunkan. Tapi ya karena butuh ya saya ikut saja prosesnya," katanya.
Ia juga dimintai nomor rekening untuk pencairan dana tersebut.
Berdasarkan informasi yang ia dapat, proposal itu diajukan ke Pemkot. Pada Desember tahun 2016 lalu ia sempat dikumpulkan untuk tanda tangan MoU atau naskah perjanjian hibah daerah (NPHD). Lalu uang itu cair ke rekeningnya.
"Setelah cair, saya diminta transfer ke rekening yang sudah ditunjuk. Rekening itu sesuai dengan perusahaan pengadaan barang terop, kursi, meja dan soundsystem, yang ada di proposal, jadi bukan saya yang menentukan. Saya juga nggak tahu kenapa perusahaan itu yang dipilih," ucapnya.
Uang yang ditransfer ke dirinya ditransfer di perusahaan tersebut. Ia juga membuat SPJ sesuai dengan laporan yang dibuatkan. Lagi-lagi bukan RT yang membuat laporan. Ia hanya tanda tangan SPJ tersebut.
"Dulu laporan itu saya punya juga kayak foto-fotonya. Tapi sekarang sudah diminta lagi di RW. Saya sudah tidak pegang," katanya.
Ia mengaku tidak tahu-menahu soal proses hukum yang diproses. Ia juga menyebut tidak ada hubungan politis dengan anggota dewan di dapil tersebut.
"Saya nggak masuk ke politisnya. Yang jelas alat-alat ini sangat bermanfaat. Kalau ada yang meninggal, ada manten semua dipakai. Sangat bermanfaat, tapi kalau ada proses hukum kami tidak tahu," ucapnya.
Ia berharap tidak ada kasus yang menjerat dirinya dan warga kampungnya terkait pengadaan barang melalui hibah jasmas ini. Terlebih tahun ini kampung mereka dikabarkan akan dapat juga namun dalam bentuk paving jalan. (arf)