KABARPROGRESIF.COM : (Jakarta) Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan, pernyataannya soal fungsi penuntutan yang ada pada Komisi Pemberantasan Korupsi disalahartikan.
Ia menegaskan, tak ada keinginan memangkas kewenangan KPK dalam hal penuntutan.
Pernyataan soal itu disampaikan Prasetyo dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI, beberapa hari lalu.
"Banyak pihak yang memelesetkan pernyataan saya. Ini satu hal yang harusnya tidak terjadi," ujar Prasetyo, di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (14/9/2017) malam.
Prasetyo mengatakan, beberapa media salah mengutip pernyataannya sehingga dimaknai berbeda dan menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat.
Baca: Jaksa Agung, Pelemahan KPK, dan Daftar Silang Pendapat di Pemerintahan Jokowi
Menurut Prasetyo, ia hanya menerangkan kinerja lembaga anti-korupsi di Malaysia dan Singapura.
Di kedua negara tersebut, meski punya kewenangan khusus, tetapi fungsi penuntutan tetap berada di kejaksaan.
Hal ini membuat indeks persepsi korupsi di dua negara itu tinggi, jauh di atas Indonesia.
"Ya memang Malaysia kan begitu kan. Karena minta penjelasan, ya dijelaskan di Malaysia seperti apa," kata Prasetyo.
"Tapi tidak berarti bahwa kita mau menuntut supaya penuntutan diserahkan ke kejaksaan," lanjut dia.
Prasetyo mengatakan, selama ini Kejaksaan Agung sangat mendukung kinerja KPK.
Koordinasi supervisi juga dilakukan antara Kejaksaan, Polri, dan KPK. Bahkan, Kejaksaan juga menunjang sumber daya manusia di KPK dengan mengirimkan jaksa-jaksa.
"Banyak jaksa kami yang kami kirimkan ke sana. Jaksa pilihan semua, jangan salah. Kejaksaan masih perlukan keberadaan mereka," kata Prasetyo.
Ia mengingatkan, sudah banyak yang dilakukan kejaksaan untuk KPK karena adanya kesadaran bahwa KPK masih sangat dibutuhkan di Indonesia.
Korupsi masih masif, oleh karena itu sinergi antar-lembaga penegak hukum sangat diperlukan.
"Kalau ada pendapat ke kiri, ke kanan, ke sana, ke mari, sayang ada pemberitaan seperti itu. Itu justru akan mengadu domba sesama penegak hukum," kata dia.
Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat, Prasetyo bercerita bagaimana pemberantasan korupsi di Malaysia dan Singapura.
Ia mengatakan, meski kedua negara memiliki aparat penegak hukum khusus untuk memberantas korupsi, kewenangan penuntutan tetap berada pada kejaksaan.
"Baik KPK Singapura dan Malaysia terbatas pada fungsi penyelidikan dan penyidikan saja. Dan meskipun KPK Malaysia memiliki fungsi penuntutan tapi dalam melaksanakan kewenangan tersebut harus mendapat izin terlebih dahulu ke Jaksa Agung Malaysia," ujar Prasetyo.
Menurut dia, model pemberantasan korupsi seperti itu justru lebih efektif ketimbang di Indonesia.
Hal tersebut, kata Prasetyo, terlihat melalui Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Malaysia dan Singapura yang lebih tinggi ketimbang Indonesia. Saat ini, IPK Malaysia sebesar 49 dan menempati peringkat 55 dari 176 negara.
Sementara, Singapura dengan IPK sebesar 84 menduduki peringkat 7. Indonesia saat ini memiliki skor IPK 37 dan berada di peringkat 90. (rio)