KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Sungguh tragis nasib Salsabilla Rizkyaning Putri (16) yang tinggal di Jl Wonokusumo Jaya 13/9 Kelurahan Pegirian Kecamatan Pegirian Kota Surabaya.
Betapa tidak, putri pasangan Ismail dan Ratna Yuni W ini harus berjibaku melawan trauma sekaligus harus bertahan hidup dengan bekerja sebagai penjaga toko pakaian dengan gaji Rp 700 ribu perbulan.
Meski kejadian yang menimpanya 1 tahun lalu, namun trauma akibat tekanan mental dari berbagai pihak masih terngiang dibenaknya, dan harus bekerja untuk kelangsungan hidupnya. Akibat kedua orang tuanya telah beberapa tahun berpisah.
Kondisi Salsabilah ini disampaikan Ratna Yuni W (Ibunya-red), yang mengaku jika dirinya ingin tetap berjuang agar putri sulungnya bisa kembali bersekolah.
“Bagaimanapun, saya sebagai Ibu tetap akan memperjuangkan agar anak saya bisa kembali bersekolah, karena saya mengetahui persis, seperti apa kondisinya saat ini,” ucapnya dengan liangan air mata. Kamis (5/10/2017)
Diceritakan bahwa Salsabila telah menjadi korban fitnah dan pengeroyokan fisik dari beberapa temannya yang ujungnya justru berurusan dan mendapatkan tekanan dari pihak sekolahnya yakni SMKN 10 Surabaya.
Dia pun bercerita kronologi kejadian yang menimpa Salsabila, seperti ini:
Saat menjadi siswi kelas 2 SMKN 10 Surabaya (1 tahun lalu-red), Salsabila dengan beberapa temannya terlibat kegiatan belajar kelompok dirumahnya. Namun saat selesai dan hendak pulang, salah satu temannya bernama Gede mengaku jika ponselnya hilang.
Karena sudah yang kali kedua ponselnya hilang ditempat yang sama, Gede sempat mencurigai adik laki-laki Salsabila bernama Rama yang duduk dibangku SMK kelas 1.
Seminggu kemudian, ada salah satu siswa SMKN 10 yang mengatakan jika dirinya baru saja membeli ponsel dari temannya bernama Farel. Mengetahui hal itu, Salsabila memanggil Gede untuk memastikannya, dan ternyata benar.
Saat itu pula Gede menyampaikan kabar ke Mamanya jika ponselnya telah ketemu, tetapi sudah dalam kondisi dibeli kawannya sendiri dari Farel yang sebelumnya terlibat di kegiatan belajar kelompok di rumah Salsabila.
Mamanya Gede minta alamat Farel kepada Salsabila, lantas diarahkan ke teman lainnnya bernama Arum karena merupakan kawan dekatnya (seperti pacarnya Farel).
Singkat cerita, kasus pencurian ponsel milik Gede diakui mamanya Farel, yang kemudian bertanggungjawab menggantinya. 1 ponsel diganti barang, dan 1 ponsel diganti berupa uang.
Ironinya, si Arum merasa tidak terima dengan perbuatan Salsabila karena dianggap sebagai teman yang tidak bisa melindungi teman sendiri. Dan sejak saat itu pula Salsabila mulai dijauhi oleh teman-temannya.
Ini awal petakanya. Karena tidak lama kemudian, Salsabila diajak Arum dan dua teman perempuannya ke sebuah hutan bambu. Yang ternyata sudah ada sekira 15 orang teman lainnya yang menunggu.
Berdebatan tak terhindarkan, dan endingnya Salsabila mendapat tendangan dibagian pungngung bahkan pemukulan di kepala menggunakan helm. Sadisnya, ada salah satu temannya yang merekam video kejadian pengeroyokan itu menggunakan ponselnya Arum. (rekaman video ada di Polsek Sukolilo-red)
Tidak hanya sampai disitu, Salsabila juga dipaksa oleh Arum untuk naik sepeda motornya dengan boncengan tiga menuju ke wilayah Gebang. Dan ditempat inilah Salsabila dihujani pukulan menggunakan helm oleh Arum.
Permintaan maaf tidak digubris oleh Arum yang terus mengejarnya, saat Salsabila berusaha mencari pertolongan.
“Untung ada angkot lyn O, anak saya berusaha naik dan akhirnya sampai dirumah saya di Ngaglik, itupun masih dikejar oleh Arum,” tuturnya dengan terus menangis.
Setelah Salsabila menceritakan kejadian yang dialaminya ke Ibundanya, saat itu pula melakukan visum ke Rumkit Haji Sulilo. Tiga hari kemudian baru melaporkan kejadiannya ke Polsek Sukolilo.
Kemudian, Ibu dan Salsabila mendapat panggilan dari pihak Sekolah (SMKN 10 Surabaya) dengan tujuan dilakukan mediasi dengan beberapa orang tua siswa yang terlibat. Karena tidak selesai, upaya mediasi dilanjutkan esok harinya di Polsek Sukolilo.
“Orang tuanya Arum meminta damai, dan akan memberi uang Rp 300 ribu sebagai pengganti biaya visum, tentu saja saya menolak, bukan soal nilai uangnya, tetapi saya berharap para pelaku dan orang tuanya bisa turut mengembalikan mental anak saya yang sudah drop berat, dengan cara memperhatikan soal penyembuhan medis anak saya, sampai akhirnya saya menyerahkan persolan ini ke kuasa hukum,” keluhnya.
Fatalnya, sejak saat itu pula Salsabila sudah tidak masuk sekolah lagi, lantaran masih merasa trauma mental atas kejadian yang pengeroyokan yang dialaminya.
“Sampai saya minta bantuan Guru BP untuk memulihkan mental Salsabila, karena sudah sebulan tidak masuk” ceritanya.
Namun setelah berhasil membujuk Salsabila masuk sekolah lagi, kelakuan Arum tidak berubah. Arum masih saja melemparkan sindiran pedas kepada Salsabila dengan beberapa perkataan keras.
Salsabila pulang dengan kondisi menangis, dan kembali tidak melakukan mogok untuk tidak masuk ke sekolah. Dan saat itu juga kesehatannya mulai terganggu dengan keluhan di kepala akibat benturan benda keras (helm).
Akibatnya Salsabila dinyatakan tidak naik kelas 3, dengan alasan nilai akademis yang menurun dan absensi.
“Saya sudah berusaha berkomunikasi dengan Kepala Sekolah terkait masalah ini,” katanya.
Sampai akhirnya, Kepala Sekolah SMKN 10 Surabaya mengirim 3 Guru sebagai utusan untuk menemui Salsabila dirumahnya. Namun sayangnya, utusan Kepsek ini ternyata mengatakan akan membatu pengurusan administrasi pemindahan Salsabila ke sekolah lain asal bersedia mencabut laporannya di kantor Polisi.
Namun faktanya para dewan Guru tetap meminta agar Salsabila tetap bersekolah di SMKN 10 Surabaya di kelas 2 asal mencabut laporan hukumnya, atau diminta untuk mencari lokasi sekolah pindahan sendiri. Sementara kondisi mental Salsabila tetap tidak siap berada di lingkungan sekolahnya.
“Sudah pernah saya coba ke sekolah Wachid Hasyim, namun saat sampai di sekolah itu, spontan ditolak,” tegasnya.
Akhir cerita, kini nasib Salsabila terkatung-katung dan memutuskan untuk bekerja sebagai penjaga toko untuk mengisi waktu sekaligus untuk biaya hidupnya, meski dengan gaji yang minim.
“Sebagai orang tua, saya masih berharap dibantu agar Salsabila bisa melanjutkan pendidikannya di sekolah lain, karena saya tidak akan pernah mencabut laporan ke Polisi itu, makanya sekarang saya juga tetap menunggu kelanjutan proses hukum di Polsek Sukolilo yang sampai saat ini tidak ada kelanjutannya,” pungkasnya. (arf)