KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Dugaan adanya permainan dalam pengadaan sebanyak 5225 unit komputer di Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK), dan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), senilai Rp. 52 miliar lebih itu, sedikit demi sedikit semakin terkuak.
Tak hanya dari proses pengadaan yang disinyalir menyimpang. Kini ada temuan baru bila proyek yang menggunakan uang rakyat tersebut jadi ajang bancaan.
Berdasarkan temuan masyarakat, lelang cepat tanpa melalui e-katalog itu, dimenangkan oleh PT Bismacindo Perkasa. Namun pelaksanaan proyek itu dikerjakan oleh PT Mitra Mandiri Maju selaku sub-kontraktor yang beralamat kantor di Jl. Embong Malang Surabaya.
Informasi dari pegawai perusahaan service komputer itu, yang tak mau menyebutkan namanya, menjelaskan, bahwa proyek itu memang tengah di tangani PT Mitra Mandiri Maju dengan menyalurkan komputer-komputer yang datang dari Jakarta ke sekolah-sekolah negeri.
"Iya benar, perusahaan kami yang menanganinya,” ungkap pegawai Mitra Mandiri Maju yang enggan menyebut namanya.
Kabar soal adanya sub kontraktor dalam lelang cepat pengadaan ribuan komputer ini, membuat kaget sejumlah anggota komisi D DPRD kota Surabaya, yang di tuduh turut andil saat merencanakan anggaran lelang.
Agustin Poliana, Ketua Komisi D DPRD kota Surabaya, menegaskan, penganggaran pengadaan komputer untuk UNBK memang di plot di Dinas Pendidikan. Namun selama ini, pihak legislatif tidak pernah terlibat dan tidak tahu menahu tentang tender tersebut. Bahkan siapa pemenangnya pun, tidak ada yang tahu, meski legislatif juga ikut menyusun anggaran pengadaan komputer.
“ Kita malah baru tahu pemenangnya sekarang. Kalau penganggarannya sih, memang ada di Diknas (Dinas Pendidikan,red), tapi pelaksanaan lelang dan lain sebagainya kita tidak tahu,” kata Agustin melalui selulernya, Jumat (13/4/2018).
Agustin mengungkapkan, dalam pelaksanaan lelang cepat pengadaan ribuan komputer itu, Pemkot melalui Bagian Perlengkapan telah menggandeng pihak kejaksaan dan kepolisian untuk pendampingan, agar tidak terjadi persoalan hukum.
Sehingga pihak DPRD kota Surabaya menganggapnya aman dan kemungkinan tidak terjadi pelanggaran hukum pada pelaksanaan lelang cepat itu.
“Pemkot kan sudah menggandeng kejaksaan dan kepolisian dalam pelaksanaan kegiatan apapun loh, tapi mungkin ada laporan dari pemenang pertama ya,” ucap Titin panggilan akrab Agustin.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Djunaedi, Wakil Ketua Komisi D DPRD kota Surabaya. Menurut politisi partai Demokrat ini, dewan menyetujui pengajuan anggaran untuk pengadaan komputer hanya untuk mempermudah siswa di sekolah – sekolah negeri dalam menghadapi UNBK dan USBN.
“Kita tahu-nya sekolah tidak kekurangan komputer pada saat pelaksanaan UNBK atau USBN. Kalau ada tuduhan seperti ya silahkan di buktikan, karena kita memang tidak terlibat dalam pelaksanaan lelang,” tandas Djunaedi.
Seperti pemberitaan sebelumnya, proyek pengadaan ribuan komputer dengan sistem lelang cepat itu dilaksanakan oleh Bagian Perlengkapan Pemkot Surabaya, didampingi pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, Kejari Tanjung Perak dan Polrestabes Surabaya lewat Tim Pengawal Pengaman Pemerintah dan Pembangunan (TP4).
Munculnya temuan masyarakat atas adanya indikasi penyimpangan pelaksanaan proyek pengadaan komputer, membuat pihak Kejaksaan berencana menghentikan program TP4 itu. Mereka menganggap telah dijadikan tameng agar tidak mendapat 'serangan' dari media maupun aparat dari level pusat.
Menanggapi hal itu, Kepala Bagian Perlengkapan Pemkot Surabaya, Noer Oemariyati, mengaku tidak mempermasalahkannya, jika program TP4 di cabut oleh kejaksaan dan kepolisian. Mengingat pelaksanaan lelang cepat pengadaan komputer itu, sudah sesuai prosedur.
“ Tidak masalah kalau dihentikan, yang terpenting kita sudah sesuai prosedur, bahkan Kasi Intel Kejari Surabaya juga mengetahuinya sendiri. Pengadaan komputer ini kan untuk membantu ujian siswa. Jadi jangan diributkan terus, kasihan,” tantang Noer saat dikonfirmasi.
Ia menjelaskan, teknis pelaksanaan proyek sudah sesuai arahan hukum dari TP4, sehingga tidak mungkin akan menyalahi aturan.
“Teknis seperti yang saya sampaikan di Humas Pemkot kapan hari lalu. Jadi sudah sesuai prosedur. Ini kan kebutuhannya mendesak untuk siswa UNBK, bahkan melalui sistem lelang cepat ini, harganya jauh lebih murah Rp. 1 juta lebih untuk satu unitnya,” katanya.
Sementara itu, lelang cepat proyek pengadaan komputer ini, sebelumnya pernah menjadi perhatian Ombusmen RI (ORI) wilayah Jatim, yang menyebut adanya “Mal Administrasi” dengan memaksakan 2 peserta lelang saja.
Tudingan ORI Jatim itu, didasari Pasal 83 (b) Perpres No 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang menyebutkan, apabila jumlah peserta yang memasukan dokumen penawaran untuk pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya kurang dari 3 (tiga) peserta, maka lelang dinyatakan batal atau bisa dilakukan pengumuman ulang.
Namun faktanya, aturan itu diabaikan oleh Pemkot dengan dalih lelang cepat. Para aparat hukum dari instansi berbeda juga digandeng untuk memperlancar pengadaan 5.225 unit komputer itu.
Perlu diketahui pembelian 5.225 unit komputer oleh Bagian Pengelolaan Aset Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya seharusnya wajib dilaksanakan secara e-katalog, hal ini sebagaimana diatur oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan barang Jasa Pemerintah (LKPP) yang sudah ditampilkan secara online.
Dengan mekanisme pembelian secara e-katalog tersebut, tentunya Pemkot bisa mendapatkan barang yang berkualitas bahkan harga yang jauh lebih murah serta menghindari terjadinya mark-up harga, rekayasa, kolusi, korupsi.
Namun nyatanya pembelian komputer senilai total Rp. 52 milyar itu tidak dilakukan secara e-katalog, tapi dilakukan dengan cara pelelangan dan bahkan dengan cara lelang cepat, dimana dengan itu data persyaratan, harga penawaran dan peserta pengadaan yang menjadi penyedia, barang di LPSE Surabaya dengan kode lelang 7303010, tidak bisa diakses/diketahui oleh publik.
Diduga Pemkot Surabaya dengan sengaja melaksanakan lelang tersebut terkesan dilaksanakan untuk menghindari pelaksanaan pengadaan melalui cara e-katalog yang ada pada system LKPP.
Indikasi mensiasati agar tidak melakukan pengadaan secara e-katalog ini terlihat bahwa lelang pengadaan komputer ini terkesan sengaja dilakukan ketika melihat peluang saat system e-katalog untuk produk komputer di LKPP sedang di-upgrade/ diperbaharui. Dimana proses pengadaan dengan cara lelang itu dilaksanakan pada 2 hingga 5 Februari 2018.
Padahal saat system e-katalog untuk produk komputer di LKPP itu sedang di-upgrade, sudah ada pengumuman dalam situs LKPP tersebut bahwa untuk e-katalog (online shop) untuk produk komputer sudah bisa dipakai kembali pada tangga 17 Februari 2018. (arf)