KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Setelah eksepsinya ditolak oleh Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, kasus pemalsuan surat yang menjerat Notaris Agatha Henny Asmania Sipa kembali berlanjut dengan agenda pembuktian.
Pada sidang perdana dipembuktian ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rachmat Hari Basuki menghadirkan tiga orang saksi untuk didengarkan keterangannya. Mereka adalah Hariono, Herlany dan Sarkun.
Saksi Hariono mendapat kesempatan pertama untuk memberikan keterangan di muka persidangan.
Dihadapan majelis hakim yang diketuai Dwi Winarko, Saksi Hariono menyatakan telah mendapat kuasa untuk melaporkan Notaris Agatha Dkk, dari Ahli waris Taher Gunadi yakni Herlani.
Pelaporan itu dilakukan setelah ahli waris mengetahui adanya pemblokiran SHM Nomer 90 dan 91 milik dari Taher Gunadi.
Selain diblokir, Ahli waris Taher (alm) juga digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN), dengan tujuan untuk membatalkan SHM milik Taher Gunadi.
Atas dasar tersebut Hariono lalu melaporkan Notaris Agatha Henny Asmania Sipa.
"Membuat keterangan palsu, intinya itu pak, kenapa kok belakangan menggugat BPN bahwa SHM itu seolah-olah tidak sah" kata Hariono pada Ketua Majelis Hakim Dwi Winarko.
Hal senada dikatakan Herlany, ia mengaku melaporkan para terdakwa ke pihak kepolisian Polda Jatim setelah mengetahui adanya pemblokiran SHM Nomer 90 dan Nomer 91 dari pihak Bank BCA.
" Saya ke kantor polisi mengutarakan kenapa tanah saya diblokir, saya cuma melapor, Selanjutnya saya serahkan semua ke pak Hariono" Kata Herlany.
Herlany menjelaskan saat itu ia berniat meminta tambahan kredit, karena SHM No. 91 sejauh ini telah diagunkan ke pihak BCA.
Namun oleh pihak Bank, permintaan tambahan kredit itu ditolak lantaran ada pemblokiran SHM No. 91, di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Surabaya.
" Permasalahannya itu tahun 2009, saya mau minta tambahan kredit ternyata bank menolak karena SHM ini diblokir" imbuh Herlany.
Sedangkan saksi Sarkun menceritakan, bahwa ia telah bekerja pada Taher Gunadi semenjak tahun 1972. Ia bertugas menjaga obyek tanah tersebut setelah adanya peralihan hak, dari Willy Suta kepada Taher Gunadi.
Sarkun menerangkan, ia merasa terkejut karena didalam area tanah yang ia jaga itu tiba - tiba ada coretan merah berbentuk panah.
Sarkun juga mendapati ada sekitar 6 orang memasuki area tanah tersebut tanpa ijin, diantara ke enam orang itu adalah Munandar dan Sujoko, yang saat ini juga didudukkan di kursi pesakitan PN Surabaya.
" Kenapa tembok nya dicoret-coret, jawaban terdakwa Joko adalah untuk dijual dengan cara dikapling" Ujar Sarkun.
Keterangan dari Sarkun sempat ditolak oleh kedua terdakwa, Joko menyatakan keterangan Sarkun adalah keterangan palsu.
Namun pernyataan Joko itu dimentahkan oleh JPU Hari Basuki yang dengan segera menunjukkan foto dan gambar-gambar yang dimaksud saksi Sarkun.
Perlu diketahui, perkara ini dilaporkan Taher Gunadi ke Polda Jatim pada 2015 lalu. Setelah berjalan tiga tahun lamanya, berkas perkaranya dinyatakan sempurna hingga berlanjut ke persidangan.
Notaris Agatha tidak ditahan saat penyidikkan di Polda Jatim. Namun Ia ditahan oleh Kejati Jatim saat pelimpahan tahap II pada 6 Agustus lalu.
Selain Notaris Agatha, jaksa juga menahan Munandar alias Bagong dan Sudjoko Moch Anton. Sedangkan Nafsijah tidak dilakukan penahanan dikarenakan usianya yang renta yakni 93 tahun.
Notaris yang berkantor dijalan Kusuma Bangsa Surabaya ini didakwa telah melanggar pasal 263 ayat (1) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau pasal 263 ayat (2) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke -1.
Terdakwa gatha dianggap terlibat dalam legalisasi surat pernyataan yang isinya tidak benar yang menyatakan terdakwa Nafsijah dan terdakwa Sudjoko Moch Anton merupakan ahli waris dan memiliki hak atas tanah dalam obyek Petok D No 1166 atas nama Saripin Almarhum (ayah dari terdakwa Nafsijah).
Perbuatan terdakwa Agatha ini bukanlah yang pertama. Dia juga pernah membuatkan surat pernyataan yang sama guna melakukan gugatan perdata di PN Surabaya.
Tapi gugatan itu kalah hingga ke tingkat kasasi dan menyatakan SHM 90 dan 91 atas nama Taher Gunadi adalah sah. (Komang)