KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menjadi pembicara pada Global Counter Terrorism Forum yang digelar di Roosevelt Hotel, New York, AS, Selasa, (25/9/2018). Dalam forum itu, Wali Kota Risma memaparkan pemulihan Kota Surabaya pasca adanya teror bom beberapa waktu lalu.
Wali Kota perempuan pertama di Kota Surabaya itu mengatakan Surabaya adalah kota terbesar kedua di Indonesia dengan jumlah penduduk 3,3 Juta orang. Menurut survei Gallup World Poll, Surabaya menunjukkan kinerja yang memuaskan dari berbagai aspek, sehingga sangat berkontribusi terhadap kepuasan negara.
“Oleh karena itu, sangat mengejutkan bagi kami dan semua warga Surabaya setelah mendengar bom yang diledakkan di tiga gereja di kota damai kami. Apalagi bom itu sampai menewaskan beberapa orang dan membawa trauma pada warga lain,” kata Wali Kota Risma dalam paparannya.
Menurut Wali Kota Risma, yang berbeda dari serangan bom di Surabaya adalah melibatkan perempuan dan anak-anak, baik sebagai korban maupun sebagai pelaku. Makanya, Pemkot Surabaya bergerak cepat dan melakukan langkah-langkah spesifik dengan menggandeng semua
pemangku kepentingan untuk bekerjasama memulihkan kondisi Surabaya.
“Karena hanya dengan bekerja bersama, kita dapat memiliki lebih banyak kekuatan dan melakukan hal-hal lebih cepat,” tegasnya.
Pada saat itu, Wali Kota Risma mengaku langsung meninjau tiga gereja yang diserang bom dan mengerahkan jajarannya untuk membersihkan tiga gereja yang diserang itu. Bahkan, saat itu pula pemkot bekerjasama dengan asosiasi dokter serta semua rumah sakit di Surabaya untuk fokus membantu korban yang terluka.
“Kami juga bekerjasama dengan petugas kepolisian, terutama Detasemen Khusus 88 untuk mengungkapkan data para pelaku. CCTV yang kami pasang di semua area kota telah banyak membantu kami dalam mendapatkan data cepat dari para penyerang,” kata dia.
Saat itu, lanjut dia, pemkot menghubungkan data dari CCTV dengan database kependudukan untuk mengidentifikasi karakteristik fisik, dan informasi keluarga pelaku teror. Petugas polisi kemudian melakukan analisis terhadap orang-orang yang mereka temui beserta kegiatan-kegiatannya. Akhirnya, disitu lah ketemu bahwa para pelaku ini terhubung dengan keluarga lainnya yang melakukan serangan keesokan harinya.
“Jadi, data kami juga membantu petugas detasemen khusus untuk mengungkapkan jaringan mereka dalam proses yang cukup cepat,” tegasnya.
Di rumah pelaku, jajaran kepolisian menemukan banyak bahan yang digunakan untuk membuat bom rakitan dan beberapa bom yang siap meledak. Polisi kemudian meledakkan bom itu di tanah Pemkot Surabaya yang sudah dipersiapkan sebelum.
“Kami juga menyediakan kamar mayat untuk menjaga tubuh korban sebelum dikuburkan,” ujarnya.
Penangkapan beberapa tersangka di rumah mereka juga telah menyebabkan trauma bagi anak-anak mereka. Makanya, pada hari serangan dan beberapa hari setelahnya, Wali Kota Risma memutuskan untuk menghentikan kegiatan sekolah (libur). Hal ini penting untuk memberi waktu bagi pemkot menangani anak-anak yang terkena dampak tragedi ini dan menyembuhkan trauma mereka sebelum dapat kembali lagi ke sekolah.
Upaya pemulihan itu tidak berhenti sampai disitu, namun Wali Kota Risma keesokan harinya langsung mengumpulkan berbagai elemen masyarakat dan komunitas untuk bersama-sama mencegah terorisme dan gerakan radikal. Secara bertahap, ia juga bertemu dengan kepala sekolah dan guru agama, pengurus masjid, dan juga pengamat jentik nyamuk (bumantik) yang biasanya masuk ke rumah-rumah warga.
“Mereka kami minta untuk melaporkan kapan pun mereka menemukan sesuatu yang mencurigakan di rumah warga,” ujarnya.
Selain itu, ia juga berkomunikasi intensif dengan psikolog untuk membantu membantu para korban dan melakukan pendidikan psiko secara teratur. Sementara di sekolah, terus dilakukan penyembuhan trauma dibantu oleh psikolog dan mengaktifkan program konselor sejawat di mana beberapa siswa terpilih dapat membantu mengidentifikasi masalah teman mereka dan mencari solusi bersama.
Pasca teror itu, Wali Kota Risma juga terus berusaha meningkatkan kepercayaan warga dan untuk mengubah kondisi kota kembali normal, sehingga dia secara intensif mengunjungi mal dan tempat umum untuk meyakinkan warga bahwa tragedi sudah berakhir, semuanya terkendali, dan mereka tidak perlu merasa takut untuk melakukan kegiatan normal.
“Bagi keluarga korban, kami juga memberi dukungan finansial,” kata dia.
Teror bom itu ternyata memberi pelajaran tersendiri bagi Pemkot Surabaya. Akhirnya, muncullah aplikasi SIPANDU untuk mencegah terorisme dan radikalisme di tengah-tengah warga. Dengan aplikasi ini, warga bisa mengirimkan laporan tentang orang-orang yang mencurigakan di daerah mereka.
Wali Kota Risma menambahkan, di Surabaya itu sudah ada pusat komando nomor darurat 112 yang terhubung ke semua CCTV di Surabaya. Saat ini, fungsi 112 itu tidak hanya berfungsi untuk menanggapi bencana atau situasi darurat, tetapi juga untuk memantau secara dekat area yang mungkin menjadi target serangan teroris.
“Mereka memiliki enam pos yang terletak di enam bagian Surabaya untuk siap jika terjadi insiden apa pun. Pusat komando juga dapat memberikan layanan ambulans gratis serta konseling psikolog,” imbuhnya.
Di akhir paparannya, Wali Kota Risma berharap pengalaman Surabaya dalam menangani ancaman terorisme bisa menjadi pelajaran yang melibatkan mitra strategis dan pemangku kepentingan.
“Saya kira, ini adalah cara terbaik dalam memerangi ekstremisme kekerasan di tingkat lokal,” pungkasnya. (arf)