KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Dalam hitungan hari, nasib keberadaan PT Merpati Nusantara Airlines diujung tanduk. Pasalnya, perusahaan plat merah dibidang penerbangan ini terancam pailit akibat hutang puluhan triliun rupiah yang tidak dibayar ke sejumlah kreditur yang berjumlah ratusan.
Kini, ratusan kreditur itu telah mengajukan Permohonan Kewajiban Penundaan Hutang (PKPU) di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, dengan nomor perkara 4/Pdt Sus-PKPU/2018/PN Niaga SBY.
"Sidang putusannya hari kamis depan, tanggal 14,"kata Sigit Sutriono selaku ketua majelis hakim yang menyidangkan perkara ini, Jum'at (8/11).
Dari data yang dihimpun abarprogresif.com, PKPU ini diajukan oleh PT Parewa Catering, salah satu kreditur konkuren yang berkantor di Casablanca,Jakarta.
Nah, saat pengajuan PKPU itulah sebanyak 222 kreditur konkuren juga mengikutkan diri sebagai pemohon PKPU. Dari sinilah terungkap jika PT Merpati Nusantara Airlines memiliki hutang sebesar Rp 5, 2 triliun.
Tak hanya kreditur konkuren saja, PT Merpati Airlines juga berhutang kepada tiga kreditur separatis, dua diantaranya adalah Departeman Keuangan dan Otoritas Bandara. Nilai hutangnya sebesar Rp 3,3 triliun.
Sementara terhadap kreditur Preferen yakni pekerja,PT Merpati Airlines memiliki tanggungan hutang sebesar Rp 1,7 triliun.
"Dari laporan Hakim Pengawas yakni Pak Sarwaedi, total hutangnya 10,2 triliun,"kata Hakim Sigit Sutriono sekaligus menjabat sebagai Humas PN Surabaya.
Dikatakan Sigit, PKPU ini merupakan proses awal dari Kepailitan. Jika saat proses PKPU ini tidak ada perdamian, maka PT Merpati Nusantara Airlines dinyatakan Pailit.
Namun untuk menyatakan PT Merpati Nusantara Airlines pailit tidaklah mudah, ada persyaratan yang harus dilalui oleh para kreditur, salah satunya diatir dalam pasal 281 PKPU yakni tentang perdamian.
"Dalam pasal tersebut sudah jelas mengatur rencana perdamaian dapat diterima berdasarkan lebih dari setengah atau 1/2 jumlah kreditur yg piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia,hak tanggungan, hipotik atau hak anggunan atas kebendaan lainnya, yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh tagihan kreditur tersebut,"terang Sigit Sutriono. (Komang)