KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Tak hanya Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawangsa, yang meminta Pemkot Surabaya melakukan Judicial Review ke MK terkait pengelolaan SMA/SMK, kali ini juga disuarakan Sutadi anggota Komisi D DPRD Surabaya.
Menurut Politisi Gerindra ini, Pemkot Surabaya sudah tak memiliki kekuatan penuh untuk merebut kembali pengelolaan SMA/SMK.
" Akan mengambil dasarnya apa. Secara hukum, jelas tidak punya dasar." tandas Sutadi, senin (4/3).
Sutadi menjelaskan dasar pengelolaan SMA/SMK saat ini sudah tertuang sesuai Undang-Undang No. 23 tahun 2014. Sehingga Pemkot Surabaya harus mentaati aturan yang sudah berlaku.
" Menurut saya bu risma gak perlu membuang energi. Itu kan sudah amanat Undang-Undang." tandasnya.
Menurut Sutadi, lebih baik saat ini Pemkot Surabaya berupaya mendorong Pemprop Jatim agar pengelolaan SMA/SMK jauh lebih maju lagi.
" Sekarang yang harus didorong bu khofifah. Tinggal komunikasikan kepala daerah mulai walikota, bupati. Bagaimana menggratiskan yang lain, selain SPP. Ini kan amanat Undang-undang minimal 20 persen, saya yakin Bu khofifah gak keberatan kok mencerdaskan anak bangsa untuk kepentingan sumber daya manusia di Jawa Timur." Pungkasnya.
Seperti diberitakan, Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya berharap SMA/SMK masih bisa dikelola Pemkot Surabaya. Risma bersikeras ingin mengelola SMA/SMK dengan alasan bisa membebaskan segala biaya sekolah tidak hanya SPP.
Risma mengatakan, ada beberapa poin penunjang pendidikan yang juga ditanggung oleh Pemkot Surabaya saat itu. Seperti infrastruktur yang memadahi, laboratorium, praktikum, hingga berbagai kompetensi gratis untuk mendukung pendidikan para pelajar.
"Pendidikan itu bukan hanya (tentang) SPP aja. Kalau di Surabaya, listrik, air, internet sekolah itu kita bayar semua," ujar Risma, Jumat (1/3/2019).
Risma mengatakan, pendidikan menjadi salah satu faktor penting dalam stimulus penunjang perubahan masa depan. Melalui pendidikan, seseorang bisa merubah kehidupan keluarganya menjadi lebih baik. Namun, untuk mewujudkan hal tersebut, juga harus ditopang dengan sistem pengelolaan pendidikan yang baik pada suatu daerah.
"Kalau dulu SMK itu kita kasih makan siang, uang praktikum, insentif untuk guru, bahkan seragam," ujarnya.
Ikhsan Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya mengatakan, dulu anggaran yang disediakan oleh Pemkot Surabaya untuk mengelola 272 lembaga SMA/MA/SMK (data profilsekolah.dispendik.surabaya.go.id 2016), baik negeri dan swasta, diperuntukan banyak hal.
Sebelumnya, Risma memang tidak setuju pelimpahan kewenangan pengeloaan SMA-SMK ke Pemprov Jatim. Namun penolakannya kurang mendapat respons dari Kabupaten/Kota lain di Jatim. Yang merespons kala itu hanya Samanhudi Anwar Wali Kota Blitar, sehingga yang maju untuk Judicial Riview ke MK hanya Surabaya dan Blitar.
Namun, Mahkamah Konstitusi atau MK memutuskan menolak uji materi terhadap Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi, Rabu, 19 Juli 2017, hakim konstitusi yang dipimpin oleh Arief Hidayat kala itu menolak permintaan pemohon.
Di masa Soekarwo Gubernur Jatim, Risma masih terus bersikukuh agar bisa kembali mengelola SMA/SMK, tapi tetap saja gagal karena membentur Undang-Undang. Di era Khofifah Indar Parawansa saat ini, Risma kembali meloby agar Gubernur Jatim bisa mencarikan solusi.
Diplomasi makan sore dalam pertemuan kedua tokoh perempuan ini juga terlaksana di sebuah rumah makan pada Minggu (10/2/2019) lalu. Risma bahkan merasa menangkap sinyal positif keinginannya untuk mengelola kembali SMA/SMK kembali terwujud lewat bantuan Khofifah sebagai Gubernur baru.
Namun, Khofifah kali ini tegas bahwa terkait hal itu harus berhadapan dengan Undang-Undang No 23 Tahun 2014. Apabila Kabupaten/Kota ingin mengelola SMA/SMK maka harus mengajukan Judicial Review ke MK. (arf)