KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Setelah viral di sejumlah grup percakapan WhatsApp di Surabaya tentang tangkapan layar (screenshot) akun Instagram resmi Calon Wali Kota Machfud Arifin yang memasang foto penari tradisional pelajar tanpa izin, akhirnya ungguhan itu dihapus. Dua unggahan yang memajang foto para penari pelajar Surabaya tersebut tak bisa lagi dibuka.
Kitaro Desmonda, Ketua Bidang Teknologi, Informasi, dan Komunikasi DPC Taruna Merah Putih (TMP) Surabaya, mengatakan, semoga insiden itu ke depan tak terulang kembali.
Sebagai organisasi yang berbasis anak muda, TMP merasa risau dengan praktik asal comot karya intelektual yang dilakukan di media sosial kandidat Pilkada.
”Kami sangat menyayangkan penggunaan foto, yang bahkan diedit di media sosial Pak Machfud Arifin tanpa meminta izin. Apalagi, foto tersebut juga sengaja diedit dengan menghilangkan foto Bu Risma yang ada di tengah-tengah, kemudian digunakan untuk material kampanye,” ujar Kitaro, Selasa (13/10/2020).
”Maka wajar dong jika para penari yang ada di foto tersebut melakukan protes,” imbuh aktivis muda tersebut.
Seperti diketahui, di sejumlah grup WhatsApp di Surabaya tengah beredar hasil tangkapan layar akun media sosial Machfud Arifin yang memajang deretan penari tradisional yang diperagakan para pelajar di Kota Pahlawan.
Yang menarik, ada komentar sosok pelajar dalam tari itu yang merasa fotonya dicomot untuk kepentingan politik.
Padahal, dia sama sekali tak pernah dimintai izin.
Selain permasalahan izin, para pelajar juga mempermasalahkan foto Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang dipotong (crop). Menurut para pelajar, dalam foto asli, sebenarnya di tengah mereka ada sosok Risma, sapaan akrab Tri Rismaharini.
”Permisi Pak, ini kok ada foto saya dan teman-teman saya di postingan bapak, tanpa ada izin ya pak? Dan sebelumnya Bu Risma juga ada di foto tersebut berada di tengah kami, kok jadi ndak ada?” tulis pelajar dengan akun @deajeng.ramadin pada unggahan di akun Instagram @cak.machfudarifin.
Kitaro menjelaskan, di dunia anak muda, sangat dikenal istilah saling respek terhadap hasil karya milik orang lain.
”Kami tidak terbiasa untuk mengklaim atau menggunakan milik orang lain untuk kepentingan kami. Apalagi, foto itu digunakan untuk kepentingan kampanye politik, yang mana harusnya di dalamnya menjunjung tinggi etika,” papar Kitaro.
Pilkada, lanjut Kitaro, harus menjadi ajang kreativitas dan karya.
”Pilkada juga harus jadi ajang keteladanan para pemimpin untuk menunjukkan bagaimana cara meraih kemenangan secara mulia kepada generasi muda. Bukan dengan membajak hasil karya atau milik orang lain yang tentunya sangat mencederai kepercayaan anak-anak muda,” pungkasnya. (Ar)