KABARPROGRRSIF.COM: (Surabaya) Debat Publik ke-II di Pilkada Surabaya yang dilaksanakan di Dyandra Convention Center, Jalan Basuki Rahmat Rabu (18/11/2020) lalu, memang penampilan pasangan calon (Paslon) Cawali-Cawawali nomer urut 1, Eri Cahyadi – Armuji nampak masih sangat berkesan bagi sebagian besar masyarakat
Dibanding Machfud-Mujiaman, Paslon Eri Cahyadi -Armuji terlihat lebih menguasai materi permasalahan, saat adu narasi dalam Debat Publik ke-II yang mengambil tema 'Peningkatan Layanan dan Kesejahteraan Masyarakat Surabaya'.
Hadir 5 panelis dari unsur akademisi universitas negeri terbaik di Kota Surabaya, pada debat yang disiarkan live streaming di televisi dan media social.
“Atmosfer debat Pilkada Surabaya kali ini sungguh sangat menarik karena membawa kualitas sebagaimana mestinya dalam konteks sebuah topik,” ungkap Ekonom Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Gigih Prihantono S.E., M.S.E, usai debat berlangsung.
Gigih menganggap paslon Eri-Armudji sangat menguasai betul apa yang seharusnya diperlukan Kota Surabaya terkait isu teknokratis dalam efisiensi perekonomian serta pengaruhnya terhadap serapan tenaga kerja.
“Debat pilkada Surabaya kedua kemarin sungguh menarik dan saya pikir kualitas debat seperti ini-lah yang perlu dipertahankan bahkan ditingkatkan kedepannnya. Apa yang menarik? Bahwa pasangan Eri-Armuji berani melontarkan isu teknokratis terkait dengan ICOR (incremental output ratio) dan ILOR (incremental labor output ratio). ICOR menunjukkan seberapa efisienkah perekonomian kita mampu menghasilkan PDRB. Sedangkan ILOR menunjukkan seberapa inklusif-kah perekonomian kita mampu menyerap tenaga kerja,” terangnya.
Sayangnya, Gigih menganggap paslon penantang hanya sedikit memahami isu tersebut yang mestinya dapat menjadi tamparan telak paslon Machfud Arifi-Mujiaman dimana argumen realitas lapangan mereka tak cukup kuat tanpa didasari pemahaman masalah teknokratis yang ada.
“Isu seperti ini-lah yang harusnya dijawab oleh pasangan Machfud Arifin dan Mujiaman. Namun sayang, ternyata Machfud Arifin dan Mujiaman tidak memahami masalah teknokratis yang ada. Machfud Arifin dan Mujiaman mungkin sedikit paham tentang isu kekurangan pemkot dilapangan dan ini sangat bagus sebagai calon walikota penantang,” tandas Gigih.
Ia kemudian menerangkan, bahwa penguasaan isu tersebut sangatlah penting bagi kedua paslon, karena segala program yang berjalan ketika nantinya salah satu dari mereka terpilih otomatis menggunakan indikator-indikator capaian teknokratis yang ada.
“Namun, tidak tahu sama sekali tentang isu teknokratis ini-lah yang berbahaya bisa-bisa kota Surabaya nantinya tidak malah membaik kualitas bahkan bisa jadi kota medioker. Karena bagaimanapun nanti kedua calon Walikota siapapun yang terpilih pasti harus menggunakan saluran teknokratis untuk menjalankan programnya termasuk juga harus mengerti indikator-indikator capaian teknokratis seperti ICOR (incremental capital-output ratio) dan ILOR (Incremental Labour Output Ratio) ,” papar Gigih.
Sementara itu dalam debat publik Pilkada Surabaya kali ini, Gigih kembali menegaskan bahwa wawasan mengenai isu teknokratis tersebut sangatlah penting demi masa depan Kota Surabaya.
Dalam hal ini, ia menyimpulkan pasangan Eri-Armudji kali ini menang telak atas saingan tunggalnya Machfud Arifin-Mujiaman.
“Kedepan saya pikir isu teknokratis ini akan semakin mengemuka, karena ini adalah kunci agar kota Surabaya menjadi sejajar dengan kota kelas dunia lainnya. Dan dalam debat ini saya berpikir Eri-Armuji menang telak dari pasangan Machfud Arifin-Mujiaman terkait isu teknokratis,” pungkasnya. (Ar)