KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Sudiman Sidabuke kuasa hukum dari terdakwa Binti Rochma mendesak agar Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak segera membebaskan mantan anggota DPRD Surabaya periode 2014-2019 dari cabang rutan klas I Surabaya di Kejati Jatim.
Pasalnya politisi asal partai Golkar yang tersangkut masalah dugaan korupsi dana hibah Pemkot Surabaya tahun 2016 untuk program jasmas itu telah habis masa penahanannya.
"Baru kemarin aku kirim surat ke kejaksaan negeri. Masa penahanannnya kan sudah habis. Tapi kan gak dikeluarin-keluarin," jelas Sudiman Sidabuke, Senin (18/1).
Saat disinggung apakah penahanan berkelanjutan Binti Rochma itu terkait adanya info putusan dari Mahkamah Agung (MA) RI yang menolak kasasinya? Sudiman Sidabuke tak mengetahuinya.
"Tentunya kita tau dulu ditolak atau bagaimana? baru kemarin aku kirim surat," ungkapnya.
Sudiman Sidabuke juga menegaskan hingga saat ini pihaknya belum mengetahui apalagi menerima salinan dari putusan Mahkamah Agung (MA) tersebut.
"Di SIPP (Sistem Informasi Penelusuran Perkra) sampai jum'at belum ada. SIPP MA (Mahkamah Agung) itu gak ada. Nomer perkaranya gak ada. Majeiisnya juga gak ada. Kok bisa ada putusan ya?" pungkas Sudiman Sidabuke balik bertanya.
Seperti diberitakan usai beredar info dari Mahkamah Agung (MA) RI terkait penolakan kasasi yang diajukan tim jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Tanjung Perak atas vonis bebas Ratih Retnowati dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Pemkot Surabaya tahun 2016 untuk program jaring aspirasi masyarakat (Jasmas).
Kini kembali beredar dengan kasus yang sama. Namun untuk terdakwa Binti Rochma.
Sayangnya nasib Binti Rochma ini tak semujur dari rekan sejawatnya Ratih Retnowati.
Info yang diterima, Tiga Hakim Mahkamah Agung (MA) RI secara tegas menolak kasasi dari Binti Rochma yang merupakan politisi dari Partai Golkar itu diantaranya Hakim P1, H. Syamsul Rakan Chaniago, SH, MH, Hakim P2, DR. Agus Yunianto, SH. MH, Hakim P3, Dr. H. Suhadi, SH. MH.
Sebaliknya, tiga hakim Mahkamah Agung (MA) RI malah mengabulkan kasasi dari JPU Kejari Tanjung Perak.
"TDW (terdakwa)=Tolak, JPU=Kabul," seperti bunyi amar putusan di situs MA, Senin (18/1).
Nah, bila benar kabar amar putusan itu artinya Binti Rochma yang merupakan anggota DPRD Surabaya periode 2014-2019 ini akan menunggu eksekusi dari jaksa eksekutor untuk menjalani sisa hukuman ke lembaga pemasyarakatan (Lapas) atau rumah tahanan (Rutan).
Kabar beredarnya amar putusan sdperti dalam website itu diputus pada Selasa (22/12/2020).
Seperti diketahui Binti Rochma divonis 1,6 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsidair dua bulan kurungan saat sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Namun mantan legislator Surabaya periode 2014-2019 asal Partai Golkar itu tak terima, ia lantas mengajukan banding di Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya.
Kabarnya saat banding itu, Binti malah dijatuhi hukuman penjara yang lebih tinggi.
Maka dari itu Binti Rochma kembali mengajukan upaya hukum yang lebih tinggi lagi yakni kasasi.
Dalam kasus ini, selain Binti Rochma dan Ratih Retnowati, Kejari Tanjung Perak juga menyeret empat eks anggota DPRD Surabaya periode 2014-2019.
Mereka adalah, Sugito, Darmawan, Syaiful Aidy dan Dini Rijanti.
Sugito telah divonis oleh Pengadilan Tipikor Surabaya sebanyak 20 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsidair 3 bulan kurungan.
Sedangkan Darmawan divonis sebanyak 30 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsidair enam bulan penjara.
Sedangkan Syaiful Aidy dan Dini Rijanti menyerah tak lagi mengajukan upaya kasasi usai menerima putusan dari Pengadilan Tinggi (PT) yang jauh lebih tinggi dari putusan Pengadilan Tipikor Surabaya yang memvonis keduanya sebanyak 1,6 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsidair 2 bulan kurungan.
Dalam kasus ini, ada juga pihak swasta sebagai pelaksana proyek yaitu Agus Setiawan Tjong yang sudah divonis selama 6 tahun penjara namun Agus Setiawan Tjong mengajukan kasasi dan telah diketok.
Agus Setiawan Tjong merupakan pelaksana proyek pengadaan terop, kursi, meja, dan sound system pada 230 RT di Surabaya.
Dari hasil audit BPK, Proyek pengadaan program Jasmas tersebut bersumber dari APBD Pemkot Surabaya, tahun 2016 dan merugi mencapai Rp 5 miliar akibat adanya selisih angka satuan barang yang dimainkan oleh Agus Setiawan Tjong.
Informasi yang dihimpun, program Jasmas ini merupakan produk dari sejumlah oknum DPRD kota Surabaya yang telah diperiksa penyidik. Diduga tanpa peran ke enam sang legislator itu, program Jasmas dalam bentuk pengadaan ini tidak akan terjadi.
Penyimpangan dana hibah ini bermodus pengadaan. Ada beberapa pengadaan yang dikucurkan oleh Pemkot Surabaya, diantaranya untuk pengadaan terop, kursi chrom, kursi plastik, meja, gerobak sampah, tempat sampah dan sound system. (Ar)